• Berita Terkini

    Kamis, 26 Juli 2018

    Barli Halim Sebut Bilung Mengalir ke Kapolres, Kajari hingga Wabup

    fotoahmadsaefurohman/ekspres
    SEMARANG  (kebumenekspres.com)- Pengelolaan uang panas fee proyek atau kemudian disebut bina lingkungan (bilung) diungkap dalam persidangan lanjutan perkara Bupati Kebumen non aktif, Mohammad Yahya Fuad dan Hojin Ansori yang digelar Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (25/7/2018).

    Saksi menyebut, uang itu mengalir ke banyak pihak. Dari anak jalanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) aparat Kejaksaan, Kepolisian, wartawan,  Ketua partai politi (parpol), Sekretaris Daerah, hingga Wakil Bupati.

    Hal itu diungkapkan saksi Barli Halim kemudian diamini Khayub M Lutfi di depan majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono SH.

    Barli Halim misalnya, dia mengaku mendapat tugas mengelola fee proyek bersumber APBD serta APBD Provinsi (Banprov). Seingatnya, dia mengelola sedikitnya Rp 2,9
    miliar. Dana sejumlah itu diperoleh dari Pengusaha Khayub M Lutfi dan rekanan atau pengusaha jasa konstruksi di Kebumen.

    Bilung yang bertujuan untuk kondusifitas alias pengondisian itu dialirkan kepada berbagai pihak. Dari LSM, aparat kejaksaan kepolisian, wartawan,   Ketua parpol, Sekretaris Daerah, hingga Wakil Bupati.

    Hingga kemudian muncul istilah Kembaran (Polres Kebumen), SDA (Kejaksaan Negeri Kebumen) dan Apotik (Sekretaris Daerah Adi Pandoyo)

    Barli juga mengamini nama-nama penerima bina lingkungan, yakni Mantan Kapolres Kebumen AKBP Alpen yang mendapat Rp 1,7 miliar, Ketua PKB Zaeni Miftah 700
    juta, Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kebumen Syakhroni Rp 250 juta, Sekda Adi Pandoyo Rp 350 juta hingga Yazid Mahfudz yang seingat Barli sedikitnya Rp 125 juta.

    Ada cerita menggelitik soal Bina Lingkungan ini.  Cerita itu datang dari Mantan Kapolres Kebumen AKBP Alpen.  Sepenuturan Barli, Alpen sempat datang ke rumahnya dan mengembalikan begitu saja uang Rp 550 juta. Uang itu diberikan Alpen menggunakan tas.

    Versi  Barli, uang dari Alpen itu terkait dengan uang bina lingkungan yang senilai Rp 1,7 miliar itu. Oleh Barli, uang dari Alpen bersumber Khayub M Lutfi itu lantas dikembalikan kepada KPK.  Jumlah itu masih ditambah uang yang diterima Barli dari hasil mengepul fee proyek sejumlah 435 juta yang dia terima dari sejumlah pihak lain. Sehingga, total Barli mengembalikan uang kepada KPK Rp 935 juta.

    Pengakuan Barli itu berbeda dengan catatan yang dimiliki Jaksa KPK. KPK, berdasarkan pengakuan saksi-saksi lain, Barli mengelola uang Bilung senilai Rp 7,9 miliar. Sementara, uang yang dikembalikan barli senilai Rp 300 juta yang dikembalikan Barli.

    Saat dicecar JPU KPK apakah melaporkan soal uang-uang itu dan penggunaannya kepada Bupati, Barli mengaku melapor dua kali. Namun demikian, dalam beberapa kali
    dia bergerak sendiri tanpa sepengetahuan Yahya Fuad. Pastinya, kata Barli, tidak ada uang dari fee itu yang mengalir kepada Yahya Fuad, "Saya menarik fee setelah ada pertemuan di Vitenan dengan Bupati. Beliau menyebut yang besar-besar saja yang ditarik fee. Besarannya 5-7 persen dari nilai proyek. Namun beberapa saya juga menggunakan pengaruh (inisiatif sendiri menarik)," akunya.

    Sementara itu, Khayub menyampaikan, dia menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada Barli Halim.  Uang itu sebagai comitmen fee agar Khayub mendapatkan proyek pembangunan RSUD Prembun senilai Rp 42 miliar. Selain itu, ada juga Rp 200 juta untuk fee proyek alun-alun Gombong dan hutan Kota kepada Barli Halim. Juga kepada Adi Pandoyo 2,5 miliar untuk proyek DAK bersumber anggaran pusat.

    Khayub menyampaikan, uang fee itu setelah pertemuannya dengan Mohammad Yahya Fuad dan Sekda Adi Pandoyo di Hotel Ambarukmo Jogjakarta pada Juli 2018.

    Saat itu, menurut Khayub, Mohammad Yahya Fuad memberitahukan ada proyek senilai Rp 100 miliar bersumber pusat. Agar dapat memeroleh proyek, Khayub diminta menyerahkan fee  7 persen. Namun, Khayub mengakui tidak menyerahkan uang itu kepada Bupati melainkan kepada Sekda Adi Pandoyo.

    Menanggapi kesaksian Khayub Yahya Fuad mengaku keberatan soal  pertemuan Ambarukmo Jogja. Yahya Fuad masih yakin, pertemuan itu tidak pernah ada. "Yang betul pertemuan berdua dengan saksi di pendopo (Bupati). Saya juga keberatan dengan angka Rp 36 miliar. Seingat saya Rp 30 miliar," kata Yahya.

    Yahya Fuad juga keberatan dengan kesaksian Barli Halim yang menyebut  menarik fee atas perintah Mohammad Yahya Fuad. Yahya Fuad mengatakan, Barli sudah memungut fee sebelum dirinya dilantik bahkan jauh sebelum itu persisnya sejak masa-masa pemerintahan Bupati sebelumnya.

    Selain Khayub dan Barli, persidangan kemarin juga menghadirkan saksi lain yakni Agus Marwanto dan Wagino. Persidangan kembali akan dilanjutkan pada Rabu (1/8) mendatang.

    Sementara itu, Jaksa KPK Fitroh Roh Cahyanto menyampaikan, dalam perkara ini,  Mohammad Yahya Fuad membagikan proyek kepada tim sukses dan Khayub M Lutfi. Nama terakhir merupakan rivalnya pada Pilkada Kebumen 2018 lalu. Dengan memberikan uang fee 5-7 persen dari nilai proyek, rekanan akan mendapatkan proyek-proyek bersumber APBD, APBDP dan APBN.

    Adapun timses yang diberi tugas mengumpulkan fee antara lain Hojin Ansori untuk APBN, Arif Ainudin dan Zaeni Miftah APBD Provinsi atau banprov dan Barli Halim APBD dan Banprov.

    Fitroh juga mengakui, ada perbedaan antara  catatan KPK dan pengakuan Barli Halim soal pengembalian uang. "Adanya perbedaan ini kan fakta di persidangan. Nanti akan kita klarifikasi kembali," kata Fitroh Roh Cahyanto ditemui usai sidang.(cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top