• Berita Terkini

    Jumat, 26 Januari 2018

    Desas-desus Pengisian Wakil Bupati Kebumen Mulai Beredar

    Wak
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Bupati Kebumen baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, hingga saat ini, KPK belum menahan Mohammad Yahya Fuad. Namun, mulai muncul wacana siapa nantinya yang bakal menggantikan posisi Wakil Bupati saat pejabat saat ini, Yazid Mahfudz, nantinya naik jabatan sebagai Bupati.

    Bahkan, desas-desus dan lobi-lobi terkait calon pengganti wakil bupati sudah mulai ramai. Sejumlah nama mulai beredar di kalangan tertentu. Terlepas dari siapa yang nantinya akan mengisi posisi wakil bupati, salah satu aktifis pemuda di Kebumen Nur Rakhmanto menyampaikan agar wakil bupati pengganti sebaiknya paham akan hukum dan tata pemerintahan.

    “Persoalan yang menimpa Kebumen mayoritas bermuara pada persoalan hukum. Untuk itu diperlukan wakil bupati yang benar-benar akan paham hukum,” tuturnya, ditemui di  sekretariat Lembaga Kontrol dan Advokasi Masyarakat (ELKAM) Jalan Ahmad Yani Kebumen, Kamis (25/1/2018).

    Pihaknya menegaskan, Wakil Bupati pengganti harus orang bersih yang tidak pernah tersangkut persoalan hukum. Selain itu, penting juga bahwa wakil bupati pengganti bukan berasal dari kalangan pengusaha. “Untuk itu partai pengusung harus mempertimbangkan hal tersebut. Jangan sampai kita terjebak dalam lubang yang sama,” katanya.

    Mulai desas-desus dan lobi-lobi terkait calon pengganti wakil bupati, Nur mengkhawatirkan adanya jual beli jabatan dalam proses politik tersebut. Pihaknya mengingatkan agar proses pengangkatan pengganti wakil bupati, jangan sampai dilaksanakan cara jual beli jabatan. “Ini sangat penting, jika sampai ada jual beli jabatan, maka akan terjadi kasus yang terulang kembali,” paparnya.

    Sementara itu dari penelusuran Ekspres dilapangan hingga kini para partai pengusung masih enggan berkomentar terkait pengganti Wakil Bupati Kebumen. Para partai politik umumnya menunggu jalannya proses hukum dan berharap masyarakat menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

    Sementara itu saat ditemui di rumah dinasnya Wakil Bupati Kebumen KH Yasid Mahfudz mengaku belum ada pembicaraan dengan partai pengusung. Pihaknya juga mengaku lebih fokus terhadap program dan visi misi yang telah dicanangkan dalam kampanye bersama Bupati Fuad.

    Di tempat terpisah, Pengamat Politik Kebumen, Agung Widhianto menyampaikan, ada mekanisme yang diatur melalui Undang-undang dan peraturan pemerintah untuk memproses pemberhentian bupati, baik itu diberhentikan maupun berhenti atas permintaan sendiri.



    Jika bupati resmi mengundurkan diri, katanya, wakil bupati saat ini memiliki kewajiban untuk menggantikan Bupati Non Aktif dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

    "Wakil Bupati akan menjadi Pelaksana Tugas (PLT) Bupati sampai proses hukum yang dijalani oleh bupati non aktif mendapatkan putusan pengadilan yang memiliki  kekuatan hukum tetap,"imbuhnya.

    Alih-alih optimis naiknya Yazid Mahfudz akan membawa kestabilan pemerintahan, Agung malah sebaliknya. "Saya berpendapat bahwa Wakil Bupati (Yazid Mahfudz) akan menghadapi masalah yang serius dalam menggantikan tugas-tugas bupati," katanya.

    Secara kapasitas, Agung mengaku masih meragukan Yazid yang dinilainya masih perlu belajar banyak. "Secara legitimasi, beliau tidak mungkin dapat berlepas diri dari Bupati karena sejak awal legitimasi Wakil Bupati sangat dipengaruhi oleh eksistensi dan modal politik yang dimiliki Bupati (Yahya Fuad)," imbuhnya.

    Jadi, kepemimpinan Wakil Bupati akan sangat berat karena tekanan politik dari barisan pendukung Bupati tidak mungkin rela atau legowo karena sejak awal Bupati dan Wakil bupati adalah partner.

    "Dalam pandangan yang lebih ekstrim, Wakil Bupati dapat dituding sebagai partner kerja yang tidak setia kawan bahkan patut disebut sebagai seorang oportunis sejati," ujar Agung.

    Yang terjadi kemudian, lanjutnya, akan terjadi banyak goncangan di semua lini pemerintahan di daerah karena dipicu oleh inkonsistensi dan minimnya kapasitas kepala daerah dalam memimpin. Sebagai dampaknya, ujar Agung lagi, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah dan DPRD akan menurun secara signifikan. Pola dan relasi kuasa antara eksekutif dan legislatif akan semakin memburuk yang berdampak pada terhambatnya roda pemerintahan.


    "Selain itu, kepercayaan masyakarat terhadap ormas keagamaan yang berafiliasi ke partai politik akan mencapai titik balik yang berarti bahwa masyarakat akan semakin antipati terhadap politik praktis,"ujarnya. (mam/cah)



    Berita Terbaru :


    Scroll to Top