• Berita Terkini

    Rabu, 26 Desember 2018

    Warga Pandeglang Masih Trauma Tsunami

    FOTORAKA DENNY/JAWAPOS
    PANDEGLANG – Isu naiknya air laut menggemparkan korban terdampak bencana tsunami Pandeglang. Di Kecamatan Sumur, misalnya, ratusan warga berhamburan ke dataran tinggi kemarin (25/12) untuk menyelamatkan diri. Dengan mengendarai sepeda motor dan mobil, mereka memacu kecepatan agar segera tiba di tempat aman. Sontak, situasi di wilayah yang melekat dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon itu terasa mencekam.


    Kepanikan itu bermula saat kunjungan sejumlah pejabat setempat di lokasi terdampak tsunami di Pasar Sumur di Desa Sumber Jaya, Sumur sekitar pukul 14.30. Kawasan itu hanya selemparan batu dari bibir pantai. Puluhan bangunan rumah dan pertokoan rusak parah akibat gelombang tinggi yang terjadi pada Sabtu (22/12) lalu. Tercatat 69 orang meninggal di wilayah itu.


    Saat para pejabat tengah mengunjungi satu titik lokasi di Pasar Sumur, tiba-tiba seseorang yang belum diketahui identitasnya berteriak menyebut air laut naik. ”Air naik, air naik,” kata M. Yana menceritakan awal mula isu air laut naik tersebut. ”Semua pada lari,” imbuh anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sumber Jaya saat ditemui Jawa Pos.


    Akibat kabar itu lah semua warga panik. Termasuk para pejabat daerah yang berkunjung ke daerah itu. Situasi mencekam tersebut diperparah dengan turunnya hujan cukup lebat. Pun, langit yang semula agak cerah berubah gelap. Suasana itu yang membuat masyarakat setempat panik dan takut bila tiba-tiba tsunami susulan terjadi. ”Jadi semua lari,” ungkap Yana.


    Kepanikan tersebut membuat distribusi bantuan logistik dan tenaga yang hendak masuk ke Sumur tersendat. Betapa tidak, Jalan Raya Sumur yang menjadi akses utama menuju ke pantai itu sempat tertutup oleh mobil-mobil relawan dan pengirim bantuan. Hal itu diperparah dengan kondisi jalan yang rusak dan curam sepanjang delapan kilometer.

    Dari Kecamatan Labuan, Pandeglang, akses itu merupakan jalur paling mudah ditempuh untuk menuju ke Pantai Sumur. Sejatinya ada satu jalur lain. Yakni, melalui Tanjung Lesung. Namun, jalur itu tidak lebih baik. Sebab, kondisi jalan sepanjang 20 kilometer belum tersambung aspal sepenuhnya. Pengendara harus melewati jalan tanah berbatu. Dan melintasi pesisir pantai dengan ombak cukup tinggi.


    Darul Hairi, 31, berharap pihak terkait bisa meminimalkan isu tsunami susulan yang cenderung mudah menyebar di kalangan masyarakat. Kabar-kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan semacam itu membuat masyarakat ketakutan. Dan mengganggu aktivitas warga yang mulai menggeliat pascabencana. ”Isu seperti itu jelas merugikan bagi kami,” ujarnya kepada Jawa Pos.


    Darul merupakan salah satu korban berita palsu naiknya air laut yang merebak di kalangan masyarakat Sumur. Dia bersama beberapa anggota keluarganya sempat panik dan berusaha menjauh dari laut. Dengan kondisi pakaian basah, mereka mengendarai motor untuk menuju dataran tinggi. ”Kasihan ibu-ibu dan anak-anak yang harus lari-larian,” tuturnya.

    Menurut Darul, warga setempat sejatinya sudah terlatih bila terjadi tsunami. Namun, info itu harus benar-benar akurat dari pihak terkait. Misal, dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). ”Biasanya ka nada pemberitahuan dari BMKG kalau mau ada tsunami. Jadi bukan kabar tidak jelas yang menjadi acuan kami,” tuntut warga Desa Taman Jaya, Sumur itu.


    Sementara itu, dari pantuan udara melalui helikopter AS350 B3 milik BNPB siang kemarin (25/12) terlihat kondisi di sepanjang pesisir kabupaten Pandeglang mulai dari Kecamatan Carita hingga Kecamatan Sumur hampir merata kerusakannya. Hanya di beberapa titik seperti di Panimbang kerusakan tidak begitu berat. Karena hampir semua sisi pantai itu tak beridir bangunan. Hanya ditumbuhi pohon kelapa dan area persawahan atau perkebunan.


    Heli dengan pilot kapten Denni itu membawa Jawa Pos dari helipad di Labuan itu sampai ke atas wilayah kecamatan Sumur dengan waktu tempuh sekitar setengah jam. Dari informasi beberapa pejabat di BNPB, untuk jalur darat diperlukan waktu hingga lima jam. Karena jalan yang tidak mulus dan banyaknya relawan yang memadati jalan menuju lokasi. Jalur menuju Sumur memang baru lebih mudah ditembus kemarin setelah ada pembersihan.


    Kondisi rusak parah hampir di sepanjang pesisir pantai yang dipadati oleh bangunan warga. Jaraknya sekitar 100 meter dari bibir pantai. Sebuah rumah cukup besar dengan atap hitam porak poranda. Alat berat diperbantukan untuk mencari korban yang kemungkinan masih tertimbun di bangunan yang roboh. Dari kejauhan ratusan petugas terlihat menyemut di lokasi reruntuhan itu. Terlihat pula petugas PLN yang sedang memperbaiki jalur kabel listrik.


    Sementara, kapal-kapal nelayan juga terlihat ada yang terdampar hingga di dekat pemukiman warga. Kapal nelayan yang berukuran lebih kecil tampak terguling dan karam di sekitar pantai. Pergerakan besar-besaran personil gabungan untuk mengevakuasi korban tsunami pada Sabtu (22/12/2018) itu.


    Siang kemarin, Kepala BNPB Willem Rampangilei juga mengunjungi Sumur dengan menggunakan helikopter. Hari ini dia berencana kembali ke Sumur untuk membawa bantuan logistic juga dengan helikopter. beberapa bantuan yang akan dikrimkan mulai dari family kit, kebutuhan anak-anak, permakanan, selimut, matras, dan tenda. ”Yang berat pakai jalan darat. Sedangkan yang bisa diangkut dengan helikopter kita  bawa besok (hari ini, Red),” kata Willem.


    Dia menyebutkan Sumur memang yang sulit terjangkau. Lokasinya saja sekitar 60 kilometer dari Labuan yang jadi titik pos utama BNPB. Sedangkan evakuasi korban diperkirakan butuh waktu sekitar tujuh hari. ”Mudah-mudahan dalam tujuh hari itu pekerjaan  pencarian, penyelamatan, dan evakuasi bisa diselesaikan. Kita juga mengerahkan alat berat termasuk dengan anjing pelacak,” ujar Willem.


    Kabar adanya gelombang tinggi kembali muncul siang kemarin. Warga pun ada yang ketakutan terutama yang tinggal di pesisir dan dekat dengan sungai. Erni Sumarni, 22, warga desa Labuan menuturkan kabar air yang tinggi itu begitu cepat menyebar. Warga ada yang panik dan memilih untuk untuk ke lokasi yang lebih tinggi.

    ”Ya pada takut. Khawatir kalau terjadi apa-apa,” kata Erni. Dia bersama putrinya berusia setahun tujuh bulan pun memilih untuk ke  posko pengungsian di lapangan futsal Labuan.

    Menjelang matahari tenggelam  di peraduanya, memang terlihat beberapa warga berdatangan ke posko pengungsian. Tua, muda, ibu-ibu, dan nenek-nenek. Mereka terlihat membawa tikar yang bertuliskan bantuan dari Kementerian Sosial. Tikar yang digulung itu digendong masuk ke lapangan futsal lantas dijadikan alas.


    Koordinator posko Induk pengungsi di Labuan Abu Salim menuturkan pada pagi dan siang hari para pengungsi itu kembali ke rumah atau melakukan aktivitas harianya. Tapi, pada saat malam hari mereka memilih di lokasi pengungsian karena dianggap lebih aman dan terjamin.


    ”Apalagi sore tadi ini ada kabar air naik. Banyak warga yang mencari tempat tinggi termasuk ke posko pengungsian ini,” ungkap dia. Gara-gara info tersebut ternyata ada ratusan warga yang ternyata betul-betul mencari tempat tinggi. Salim menyebutkan bahwa dia pun bertanggungjawab untuk memberikan bantuan logistik pada orang-orang tersebut. ”Itu barusan dikirim 250 bungkus nasi untuk orang yang mengungsi di Pangulon, Labuan,” jelas dia. (jun/tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top