• Berita Terkini

    Sabtu, 23 September 2017

    Inkracht, Sri Mulyani Naik Bupati Klaten Definitif

    ANGGA PURENDA/RADAR KLATEN
    KLATEN – Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini telah divonis 11 tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 12 miliar. Namun, untuk secara resmi mencopot posisinya sebagai bupati, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menunggu inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

    “Kita masih menunggu apa ibu bupati mau banding atau tidak. Kita menunggu hingga inkracht karena tetap mengedepankan praduga tak bersalah. Kalau sudah inkracht, langsung saya definitifkan Plt (pelaksana tugas, Red) bupati. Cuma butuh waktu seminggu mengeluarkan SK (surat keputusan, Red),” beber Mendagri Tjahjo Kumolo usai memimpin apel seluruh PNS Pemkab Klaten di Alun-Alun Klaten, Jumat (22/9).

    Penerbitan SK pengangkatan dan penetapan bupati definitif kepada Sri Mulyani dilakukan sesegera mungkin agar roda pemerintahan di Klaten lebih dinamis. Sebab, ketika akan mengambil kebijakan strategis, plt bupati harus melapor kepada Gubernur.

    Ditegaskan mendagri, proses pelantikan bupati definitif tidak perlu berbelit-belit. Hal ini mengingat dibutuhkan kerja cepat membangun Kabupaten Klaten. “Untuk Klaten, yang sudah ya sudah. Kita melihat ke depan menumbuhkan dan mengembangkan dengan baik. Maka itu saya perlu ke sini, itu saja,” ujar Tjahjo.

    Menyikapi banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tjahjo mengatakan, institusinya tidak bisa melakukan kontrol selama 24 jam untuk mencegah korupsi. Menurutnya, Inspektorat hingga Kejaksaan Negeri (Kejari) seharusnya mampu mendeteksi dini potensi korupsi di daerah sehingga tidak membuat KPK harus turun ke lapangan melakukan penindakan.

    “Saya kira Inspektorat di daerah tidak berjalan, hanya laporan ke bupati yang berjalan. Kalau misalnya Inspektorat bisa difungsikan dan optimal, maka penindakan bisa berjalan efektif. Kalau takut menindak temannya sendiri kan bisa melaporkan ke kejaksaaan tetapi jangan asal tuduh,” urainya.

    Sementara itu, penunjukan wakil bupati (wabup) yang mendampingi Sri Mulyani setelah menjadi bupati, merupakan tugas partai pengusung. Yakni PDI Perjuangan. “Itu DPC (PDIP, Red) yang punya kewenangan. DPC yang mengajukan kepada DPP,” jelas Sri Mulyani.

    Ketua DPC PDIP Klaten Sunarna mengatakan, pihaknya tidak mau terburu-buru mencari sosok pendamping Sri Mulyani. Sebab, proses hokum yang dijalani Sri Hartini belum finis. Melihat kondisi itu, dia menilai belum pas untuk membahas pengisian posisi wakil bupati.

    “Kita belum bahas ke sana. Selaku ketua DPC masih menunggu proses, hasilnya seperti apa (status hukum Sri Hartini, Red),” ucapnya.

    Lebih lanjut diterangkan mantan bupati Klaten dua periode tersebut, pembahasan siapa yang mengisi posisi wakil bupati menunggu inkracht kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Sri Hartini. Hasil pembahasan akan diusulkan ke DPP.

    “Kalau sudah selesai baru kita rapatkan, tentunya dengan melibatkan partai pengusung. Nanti hasilnya kita usulkan kepada DPP. Keputusan tetap kewenangan DPP,” tandas Sunarna. (ren/wa)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top