• Berita Terkini

    Rabu, 21 Desember 2016

    Buntu, Pertemuan Kubu Pro dan Kontra Semen Rembang

    SEMARANG – Sejumlah massa dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang menggelar aksi penolakan pendirian pabrik Semen Indonesia (SI), akhirnya diterima Gubernur Ganjar Pranowo, Selasa (20/12). Mereka bahkan ditemukan langsung dengan kubu yang pro pabrik semen. Meski begitu, pertemuan ini antiklimaks. Dibangun atau tidaknya pabrik, tetap harus menunggu keputusan final, 17 Januari 2017 mendatang.

    Dalam audiensi di Gedung A Kantor Gubernur Jateng, masing-masing kubu diperbolehkan membawa perwakilan sebanyak 20 orang. Kubu kontra, diisi JMPPK, sejumlah aktivis dari PBHI Jateng dan LBH Semarang, serta Fakultas Hukum Unika Soegijapranata. Sedangkan di kubu pro, dipimpin guru Sekolah Dasar di Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem, Rembang, Dwi Joko Supriyanto, dan sejumlah warga yang menempati sekitar lokasi pembangunan pabrik semen.

    Di hadapan Ganjar, Ketua JMPPK Gunretno bercerita mengenai keputusan gubernur yang mengecewakan masyarakat dengan mengeluarkan izin lingkungan baru untuk PT SI. ”Jangankan di Rembang, saya konsisten mengawal penolakan pabrik semen di mana pun di Jateng,” katanya.

    Gunretno juga menyatakan, tak percaya dengan tim kecil yang dibentuk pemerintah pusat yang terdiri atas sejumlah Kementerian, Pemprov Jateng, Walhi, dan PT SI. Ia menilai, tim hanya mengkaji perihal peluang beroperasinya pabrik.

    Sementara, dari kubu pendukung pabrik, Dwi Joko Supriyanto meminta masalah diselesaikan secara kekeluargaan. Baik pendukung maupun penolak, harus rukun karena masih satu desa, bahkan keluarga. ”Yang menolak-nolak itu murid saya semua. Termasuk Joko Prin (Joko Priyanto, koordinator JMPPK Rembang). Kabeh dulurku, ayo dirembug sing apik,” ungkapnya.

    Dwi meminta pihak yang menolak, mendengarkan pendapat warga sekitar pabrik. Karena dari 12.000 warga di lima desa sekitar pabrik, 95 persen lebih mendukung operasional pabrik. Warga banyak yang mendukung karena pabrik berhasil menunjukkan komitmennya menyejahterakan masyarakat.

    Dwi meminta penolak semen bersikap objektif. Di daerahnya juga terdapat 7-10 tambang ilegal milik perusahaan besar. ”Kalau Semen Rembang yang punya pemerintah dipersoalkan, mengapa yang swasta seperti Sinar Mas, Ahaka, CCI dan lain-lain itu tidak diapa-apakan. Padahal mereka malah ngawur-ngawur penambangannya dan sama sekali tidak peduli kesejahteraan warga,” imbuhnya.

    Sementara itu, Ganjar menegaskan dirinya tak pernah mengeluarkan izin baru. Pertemuan sejumlah Kementerian di Jakarta belum lama ini, juga memutuskan bahwa terkait pabrik semen Rembang akan dikeluarkan 17 Januari 2017. Sembari menunggu keputusan tersebut, ada tim kecil untuk melakukan pembahasan terkait putusan MA.

    Di lain pihak, Bupati Rembang Abdul Hafidz menduga, kubu yang kontra pembangunan pabrik semen Rembang di back up kompetitor PT SI. Karena mendapat back up itu lah, penolakan semen Rembang dapat berlangsung keras dan masif serta dalam jangka waktu lama. Padahal, jika ditelaah lebih dalam, jumlah warga yang menolak semen tidak ada lima persen dari seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik semen.

    ”Penolak semen Rembang bisa seperti itu karena ada yang di belakangnya. Kompetitor lah,” katanya ketika ditemui Setelah menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham Bank Jateng di Gumaya Tower Hotel Semarang, Selasa (20/12).

    Hafidz tidak membeberkan siapa kompetitor yang dimaksud. Dia hanya membeberkan jika penambangan di pegunungan Kendeng sekitar area tapak pabrik semen di Rembang sudah ada sejak 1996. Penambangan dilakukan perusahaan-perusahaan besar dengan tanpa mempedulikan dampak lingkungan. Ironisnya, penambangan ngawur tersebut tidak menuai protes. ”Saya justru ingin PT SI menjadi contoh bagi penambang lain. Bagaimana cara penambangan yang baik tidak merusak lingkungan, bagaimana reklamasinya,” katanya. (amh/ric/ce1)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top