• Berita Terkini

    Sabtu, 29 Oktober 2016

    JK Tidak Yakin Dahlan Terlibat

    JAKARTA-  Dukungan untuk Dahlan Iskan yang sedang berjuang menghadapi dugaan kriminaliasai hukum bermunculan. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menyampaikan simpatinya pada Dahlan. JK tidak yakin Dahlan terlibat dalam kasus dugaan korupsi di PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur.


    JK menceritakan sudah bersahabat lama dengan Dahlan. Salah satunya JK dan Dahlan berkolaborasi dalam pembuatan koran di Makassar yang jadi kampung halaman JK. Secara khusus JK pun prihatin dengan keadaan yang dialami Dahlan saat ini.


    "Pertama saya mau sampaikan simpati yang dalam atas yang dihadapi oleh Mas Dahlan. Dahlan kawan saya lama sejak pertama kali Jawa Pos ke Makassar," ungkap dia siang kemarin (28/10) di Kantor Wapres Jalan Medan Merdeka Utara.


    JK juga mengikuti kasus yang menimpa Dahlan. Misalnya JK menerangkan kalau kasus dugaan korupsi terjadi saat Dahlan masih menjabat sebagai dirut perusahaan daerah. JK mengungkapkan memang semua harus menyerahkan pada proses pengadilan.


    Tapi dia ragu Dahlan terlibat dalam kasus dugaan korupsi di perusahaan daerah. "Saya gak yakin Pak Dahlan punya niat (korupsi) seperti itu ya. Tapi banyak hal di Indonesia memang selama ada masalah ya dihubung-hubungkan terus," tegas JK.

    Namun, JK mengungkap bila ditengarai ada kriminalisasi dalam satu kasus termasuk yang menimpa Dahlan tentu bisa diproses. JK menyarankan untuk menempuh jalur hukum lewat praperadilan.


    Mengenai ucapan Dahlan yang menyebut ada keterlibatan orang yang berkuasa, JK tidak yakin yang dimaksud adalah pemerintah Joko Widodo. Sebab, Dahlan juga pernah menjadi bagian dari tim sukses Jokowi-JK. "Jadi tidak mungkin penguasa dalam ukuran di sini, di Jakarta ini berbuat seperti itu," imbuh dia.


    Sementara Sekretaris Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menjelaskan, sebenarnya perlu dikaji ulang, apakah jaksa ini membidik korupsinya, perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. "Kasus ini tentu perlu ditelisik apakah dapat dengan sederhana dibuktikan atau membutuhkan penilaian auditor,"paparnya.


    Bila ternyata kasus tersebut membutuhkan peran auditor, maka seharusnya menunggu dari Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tentu, untuk melihat kerugian negaranya, serta mengetahui apakah ini merupakan pidana atau hanya pelanggaran administrasi. "Semua itu perlu untuk diketahui,"jelasnya.


    Lalu, bagaimana dengan penahanan yang berpotensi mengancam nyawa Dahlan? Dia menuturkan bahwa seharusnya pertimbangan kesehatan itu disampaikan ke penyidik. Lalu, penyidik juga harus memiliki second opinion untuk memastikan semua itu. ”Kalau second opinion juga menyebut membahayakan, berarti faktanya sakit. Tentu penyidik harus mempertimbangkannya,” tuturnya.


    Seorang tersangka itu tetap memiliki hak yang harus dipenuhi penyidik. Walau, penyidik memiliki kewenangan menahan berdasarkan subyektifitas. Seperti, melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan semacamnya. "Tersangka itu memiliki hak azazi,"tegasnya.


    Di sisi lain, Barita mengatakan bahwa bila memang ditemukan adanya pelanggaran, tentu ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Yakni, melaporkan pada Komjak atau Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). "Kalau memang dilaporkan ke Komjak, kami siap memprosesnya,"tuturnya.


    Selain mekanisme pelaporan, dia mengatakan bahwa praperadilan juga merupakan langkah hukum yang bisa ditempuh untuk meluruskan semua yang kurang tepat. "Semua itu bisa ditempuh," ujarnya.

    Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai ikut menanggapi peristiwa penahanan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan oleh Kejati Jatim pada Kamis malam kemarin. Dia meminta agar aparat yang melakukan penahanan wajib menjamin hak-hak individu Dahlan selama menjalani masa tahanan hingga berkasnya nanti dilimpahkan ke pengadilan.

    "Hak-hak dia di pengadilan nanti harus dihormati yakni hak untuk tidak dikekang, hak untuk menyatakan pendapat, pikiran, dan perasaan, hak untuk dibela, serta hak untuk tidak mendapatkan diskriminasi di hadapan pengadilan,"kata Nataliufs saat ditemui di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin.

    Dia mengatakan bahwa pembatasan aparat terhadap hak-hak tersebut akan menjadi masalah yang serius. "Karena secara prinsip itu sangat bertentangan dengan HAM," tegasnya.

    Petinggi Komnas HAM kelahiran Papua tersebut juga menjelaskan bahwa upaya kriminalisasi terhadap warga negara oleh aparat juga tidak dapat ditolerir. Karena itu, dia berharap organ pewasanan di dalam institusi penegak hukum harus tetap berjalan.

    "Karena itu setiap pencari keadilan atau setiap orang yang dirasa haknya dikorbankan bisa menyampaikan pengaduannya kepada institusi yang bersangkutan atau pengawas eksternal seperti Komnas HAM,"jelasnya. (Jun/Idr/Dod)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top