• Berita Terkini

    Selasa, 13 Juni 2023

    Etika Bisnis Pada Pemasaran Sistem Konsinyasi


    Oleh : Nanang Ismail ​

    Seorang pebisnis yang ingin usahanya maju dan sukses, tentu tidak boleh hanya memikirkan keuntungan saja. Dalam mengelola usahanya dia wajib merancang strategi pemasaran yang tepat, cocok dan efektif untuk produk yang dijual. Hal ini bertujuan agar penjualan selalu meningkat dari waktu ke waktu dan bisa bertahan di pasaran dalam jangka panjang.


    Dalam menentukan strategi penjualan yang tepat, kita harus mempertimbangkan banyak hal. Jika kita salah strategi, resikonya kita justru akan mengalami kerugian dan bahkan kebangkrutan. Sistem konsinyasi adalah salah satu cara pemasaran yang cukup tepat untuk usaha skala UMKM. Namun pengusaha harus memperhatikan etika bisnis yang berpotensi dilanggar dalam sistem ini.


    Apakah yang dimaksud konsinyasi? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsinyasi diartikan sebagai penitipan barang dagangan kepada agen atau orang untuk dijualkan dengan pembayaran kemudian; titip jual. Konsinyasi memang lebih populer dengan sebutan titip jual. Penjual akan menitipkan barang untuk dijual dengan memberikan keuntungan yang di sepakati. Sistem konsinyasi memiliki beberapa kelebihan yang membuat strategi ini banyak diminati dari zaman dahulu hingga zaman serba online saat ini, diantaranya sebagai berikut:


    Pertama, Penjual dapat membuka usaha tanpa modal besar

    Penjual akan dititipi berbagai macam produk tanpa mengeluarkan biaya. Sehingga penjual bisa fokus berjualan dan mengatur keluar masuknya barang. Contohnya pengusaha toko grosir kebutuhan sehari-hari yang dititipi berbagai macam produk sehingga tokonya terlihat komplit dan menarik pelanggan untuk datang.


    Resiko bisnis rendah

    Penjual atau pemilik toko tidak perlu menanggung kerugian jika barang tidak laku. Untuk titip jual makanan atau produk herbal contohnya, biasanya barang bisa diretur jika sudah kadaluarsa.


    Pangsa pasar terbuka luas

    Dengan sistim konsinyasi, akan semakin banyak toko yang membantu dalam pemasaran produk. Sehingga produk lebih dikenal dan bisa dipasarkan baik di kota maupun pelosok desa.


     Tidak harus menyewa toko

    Pemilik produk tidak harus menyewa toko untuk memasarkan produknya. Biaya sewa toko tentunya tidak murah dan beresiko kerugian tinggi jika barang tidak laku. Sementara jika titip jual resiko lebih kecil. Contohnya ketika pemilik produk titip jual ke Toko A dan tidak laku, maka barang bisa ditarik dan dititipkan ke Toko B atau Toko C yang sudah terpantau pasti laku.


    ​Meskipun pemasaran dengan sistem konsinyasi cukup efektif dan beresiko kecil, pemilik produk tentunya harus memperhatikan beberapa hal agar sistem ini berjalan lancar dan tidak terjadi pelanggaran etika bisnis yang dapat menimbulkan resiko kerugian bagi pemilik produk. Sonny Keraf (1998) menyebutkan ada lima prinsip etika bisnis yakni


    Prinsip Otonomi, Prinsip Kejujuran, Prinsip Keadilan, Prinsip Saling Menguntungkan, danPrinsip Integritas Moral.


    Dari lima prinsip tersebut diatas, maka terdapat peluang yang besar terjadinya pelanggaran etika bisnis pada pemasaran sistem konsinyasi ini. Untuk itu perlu dipahami bahwa etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya masalah. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya pelanggaran etika bisnis pada pemasaran sistem konsinyasi


    Diantaranya hindari pemilik toko yang memiliki masalah keuangan

    Tidak semua pemilik toko bisa dipercaya, terkadang barang sudah laku sementara pembayaran tersendat karena berbagai macam alasan. Jika menemukan kasus seperti ini sebaiknya harus mempertimbangkan untuk tidak menitipkan lagi kedepannya atau akan menitipkan jika barang yang terjual sebelumnya sudah dilunasi.


    Hindari menitip produk kepada pemilik toko yang cuek

    Untuk produk makanan, biasanya pemilik toko yang cuek tidak akan mengecek masa kadaluarsa dan barang akan dikembalikan jika sudah kadaluarsa. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi pemilik produk. Untuk tipe ini sebaiknya dihindari, namun jika terpaksa harus menitip produknya maka pemilik produk harus memiliki data kadaluarsa dan sering mengecek barang yang dititipkan. Bisa juga membuat perjanjian contohnya barang bisa diretur sebulan sebelum masa kadaluarsa.  Sedangkan untuk produk non makanan, pemilik produk memiliki resiko untuk menyimpanan yang tidak baik sehingga menyebabkan barang rusak, berdebu, atau berubah warna sehingga tidak layak jual.


    Antisipasi potensi munculnya konflik antar kedua belah pihak.

    Konflik antara pemilik barang (konsinyor) dengan pihak yang dititipi barang (konsinyi) rawan terjadi jika perjanjian yang dilakukan keduanya hanya secara lisan. Untuk itu perlu dibuat perjanjian secara tertulis yang disepakati kedua belah pihak.


    Pengecekan produk secara rutin atau berkala oleh konsinyor.

    Untuk menjamin kualitas produk yang dipasarkan, maka pemilik produk harus memiliki karyawan khusus dan terpercaya untuk mendistribusikan barang dan mengecek barang yang dititipkan secara berkala.

     

    Penulis : Mahasiswa S2 MM UPB Kebumen


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top