• Berita Terkini

    Senin, 06 Juni 2022

    Dampak Perang Rusia- Ukraina Terhadap Komoditas Minyak Nabati

     


    Oleh :  Arfan Fadilah Rahman (Mahasiswa UIN Jakarta)

    Minyak nabati merupakan minyak yang didapatkan dengan cara mengekstrak bagian tumbuhan dan termasuk kedalam senyawa organik yang tidak dapat larut dalam air, tetapi hanya dapat larut pada pelarut organik non polar (golongan lipid).

     

     Pada umumnya minyak nabati mengandung 90-98% tiga asam lemak yang terikat pada gliserol (Trigliserida). Minyak nabati memiliki banyak sekali manfaat bagi tubuh manusia seperti dapat meningkatkan metabolisme, menurunkan resiko kanker payudara, dan melembutkan kaki yang pecah- pecah. Meskipun memiliki banyak manfaat, namun terdapat juga dampak negatif dari penggunaan minyak nabati terhadap kesehatan tubuh manusia, jika dikonsumsi secara berlebihan seperti dapat meningkatkan resiko penyakit jantung, memicu penyakit obesitas, dan dapat menyebabkan penyakit stroke. Kemurnian minyak nabati dapat dilihat dari berbagai aspek seperti angka asam, angka penyabunan, angka lod, angka peroksida, dan densitas (berat jenis).

     

     Menurut Statista.com total konsumsi minyak nabati di dunia pada tahun 2020-2021 mencapai angka 207,93 juta metrik ton (MT) dengan minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati yang paling sering dikonsumsi masyarakat di seluruh dunia yang mencapai angka 75,45 juta metrik ton (36,3%), setelah minyak kelapa sawit terdapat jenis- jenis minyak nabati yang lain seperti minyak kedelai sebesar 59,48 juta metrik ton (28,64%), minyak biji rami sebesar 27,64 juta metrik ton (13,3%), minyak biji bunga matahari sebesar 19,2 juta metrik ton (9,14%), minyak biji kacang sebesar 6,17 juta metrik ton (2,96%), minyak biji kapas sebesar 4,89 juta metrik ton (2,35%), minyak kelapa sebesar 3,67 juta metrik ton (1,16%), dan minyak zaitun sebesar 3,1 juta metrik ton (1,14%).

     

     Pada awal tahun 2022 konflik antara Rusia dengan Ukraina kian memanas. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada masa pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, pihak Rusia merasa jika kepemimpinan Volodymyr lebih condong berpihak kepada negara-negara barat dan Amerika serikat dibandingkan dengan Rusia, hal tersebut terlihat dengan keinginan Ukraina untuk bergabung kedalam Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan hal tersebut membuat pihak Rusia merasa terancam dengan tindakan- tindakan yang diambil oleh pihak Ukraina yang tidak menguntungkan atau bahkan merugikan pihak Rusia.

     

     Jika melihat dari sejarah masa lalu antara Rusia dengan Ukraina. Pada saat itu Rusia dan Ukraina masih merupakan mkesatuan negara federasi yang bernama Uni Soviet, namun pada tahun 1991 atau setelah perang dingin dengan Amerika Serikat terjadi, Uni Soviet resmi dibubarkan dan kemudian terbentuklah negara- negara seperti Ukraina yang memutuskan untuk membuat negaranya sendiri yang disetujui oleh Presiden Rusia pada masa itu yang bernama Boris Yeltsin.

     

     Suatu kesalahan yang sangat besar jika menganggap perang antara Rusia dengan Ukraina tidak berdampak terhadap komoditas minyak nabati di dunia, yang dimana faktanya perang ini sangat berdampak terhadap ekonomi global terutama pada komoditas minyak nabati. Berdasarkan negara dengan penghasil biji bunga matahari terbesar di dunia, Ukraina menempati posisi pertama dengan luas lahan bunga matahari mencapai 6 juta hektar yang dapat menghasilkan sekitar 13,6 juta ton setiap tahunnya, pada posisi kedua ditempati oleh Rusia dengan jumlah produksinya mencapai sekitar 10,5 juta ton setiap tahunnya.

    Jika melihat dari data diatas dan kondisi saat ini, maka dapat dipastikan jika pasokan minyak nabati akan terkena dampak yang besar terutama untuk kawasan Eropa yang sangat bergantung kepada minyak biji bunga matahari, hal tersebut dikarenakan pada tahun 2007 Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) mengatakan bahwa produksi komoditas kelapa sawit di Indonesia yang merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia telah melakukkan deforestasi besar besaran dan merupakan pemicu utama terjadinya deforestasi di Indonesia, Berbagai dampak negatif akan muncul jika deforestasi terus dilakukan seperti dapat menyebabkan pemanasan global, berkurangnya hutan primer, dan punahnya spesies lain.

     

    Tidak hanya itu mengingat posisi Indonesia yang seringkali di cap sebagai paru-paru dunia yang membuat deforestasi di Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap dunia. Kalimantan merupakan salah satu deforestasi yang pernah terjadi di Indonesia, sekitar 14.000 orang utan Borneo dinyatakan hilang dan terdapat sekitar 3,5 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang masuk kedalam kawasan hutan.

     

    Kemudian pada tahun 2017 Parlemen Eropa secara resmi melarang dan menghapus penggunaan bahan bakar hayati yang terbuat dari minyak kelapa sawit. Namun dikarenakan perang Rusia-Ukraina terjadi, maka produksi minyak bunga matahari menjadi turun drastis dan membuat jenis- jenis minyak nabati lainnya terutama minyak kelapa sawit menjadi jalan keluar untuk negara- negara yang bergantung pada minyak bunga matahari.

     

    Permintaan minyak kelapa sawit di berbagai negara terlihat mengalami kenaikan yang signifikan seperti yang terjadi di Bangladesh yang volume import kelapa sawitnya naik hingga 27,75%, Mesir dengan kenaikkan mencapai 6,64%, Pakistan dengan kenaikkan sebesar 6,7%, dan tak ketinggalan negara-negara di kawasan eropa yang notabene bergantung sekali terhadap minyak bunga matahari menaikkan volume impornya dengan signifikan salah satunya Inggris yang volume impornya naik menjadi 5,8% dan jika dilihat secara keseluruhan maka kawasan eropa mengalami kenaikkan yang sangat tinggi sekitar 32% dalam impor minyak kelapa sawit, meskipun hal tersebut sangatlah berbanding terbalik dengan keputusan Parlemen Eropa tentang komoditi minyak kelapa sawit.

     

    Dikarenakan hal-hal tersebut seperti penurunan pasokan minyak nabati dan kebutuhan masyarakat di dunia terhadap minyak nabati yang tinggi menyebabkan harga minyak nabati menjadi naik pesat dan tidak hanya berlaku untuk negara pengimpor minyak nabati tetapi juga negara pengekspor minyak nabati salah satunya adalah negara Indonesia yang notabene adalah negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia juga mengalami kenaikkan harga, terutama pada komoditi minyak kelapa sawit yang dimana kenaikkan tersebut tembus hingga sekitar 80%, pada tahun 2019 harga minyak kelapa sawit di Indonesia perliternya hanya mencapai Rp.14.000 untuk minyak kemasan kini harganya menjadi Rp.26.000 perliternya.

     

    Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat identik cara memasaknya menggunakan teknik menggoreng yang menyebabkan permintaan minyak kelapa sawit di Indonesia sangatlah tinggi dan tak jarang disamping mengalami kenaikkan harga minyak kelapa sawit terjadi juga kelangkaan minyak kelapa sawit di berbagai daerah di Indonesia.

     

    Kelangkaan dan harga yang melonjak salah satunya dapat di atasi dengan pelarangan atau pembatasan ekspor minyak kelapa sawit oleh pemerintah Indonesia, dan hal tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah yang melarang ekspor minyak kelapa sawit yang membuat pasokan minyak kelapa sawit dalam negeri bertambah dan terjadinya penurunan harga, namun pelarangan tersebut hanya terjadi sekitar 3 minggu dan kemudian dicabut dikarenakan memikirkan nasib dari 17 juta tenaga kerja pada industri kelapa sawit.(*)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top