• Berita Terkini

    Selasa, 15 Februari 2022

    Lingga Yoni, Jejak Kepercayaan Hindu Kuno di Pesisir Selatan Kebumen


    KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Agama Hindu Mazhab Siwa dan Kepercayaan Arwah Nenek Moyang telah menjadi kepercayaan masyarakat pada masa lampau. Ini setidaknya jika dilihat dari beberapa peninggalan masa lalu. Dimana banyak ditemukan Linggga Yoni dan peninggalan Megalitikum.


    Peneliti Sosial dan Pegiat Wisata Sejarah di Historical Study Trips Teguh Hindarto SSos MT telah mengidentifikasi sejumlah penampakkan lapisan kepercayaan kuno yang pernah tinggal di wilayah yang sekarang disebut Kabupaten Kebumen. 


    Disampaikannya, lapisan kepercayaan kuno tersebut adalah agama Hindu mazhab Siwa dan kepercayaan kepada arwah nenek moyang. Jika kepercayaan Hindu ditandai dengan keberadaan Lingga dan Yoni atau Patung Ganesha, maka kepercayaan terhadap arwah leluhur ditandai dengan sejumlah peninggalan Megalitikum.


    “Namun demikian, dari penelusuran akhir-akhir ini, para penganut Hindu kuno bukan hanya berada di kawasan yang disebutkan. Di kawasan pesisir Kebumen ternyata ditemukan sejumlah penampakkan benda-benda yang disakralkan oleh umat Hindu berupa Yoni namun tanpa lingga,” tuturnya, Senin (14/2).


    Jika meneliti keberadaan lingga dan yoni di Desa Sumberadi Kecamatan Kebumen maka kedua material (lingga dan yoni) berada utuh hanya terpisah dari tempatnya masing-masing. Ukuran Yoninya besar sampai sepinggang orang. Yoni tertanam di tanah bukan di lingga. 


    “Penampakkan seperti ini terjadi juga di di Desa/Kecamatan Ayah. Lingga ditanam di tanah namun tidak ada yoninya melainkan sejumlah artefak seperti kotak batu berhiaskan naga dan bertuliskan huruf kuno,” ungkapnya.


    Keberadaan Lingga dan Yoni hampir tersebar merata di seluruh wilayah Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Ini baik di rumahkan dalam candi atau tanpa candi. Sebagaimana dikatakan Supratikno Rahardjo, “Peninggalan-peninggalan masa lalu, baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur, menunjukkan bahwa agama Hindu yang dianut pada masa Jawa Kuno cenderung beraliran Siwa. 


    Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa hampir di semua candi yang ditemukan bersama-sama arcanya dijumpai arca Siwa atau Lingga yang menjadi simbolnya. Di Jawa, perwujudan yang paling sering dijumpai adalah dalam bentuk lingga. Petunjuk tertua yang menegaskan adanya pemujaan kepada Siwa dalam bentuk lingga ini dijumpai pada masa Jawa Tengah sebagaimana termuat dalam prasasti Canggal (732) dan Dinaya (760).


    “Menurut Penganut Hindu, keberadaan  Lingga dan Yoni merupakan simbol terhadap Siwa dan Parwati. Lingga dan Yoni bukan hanya obyek pemujaan namun juga perlambang kesuburan. Terkadang letaknya berada di kawasan persawahan dan tidak selalu di kawasan percandian,” jelasnya.


    Beberapa penampakkan Yoni tanpa Lingga di kawasan Pesisir pantai Kebumen, sejauh yang penulis telusuri etrdapat di Dusun Kabuaran Desa Ayah Putih Kecamatan Buluspesantren. Berada di lokasi pekarangan warga dan dekat dengan kawasan persawahan. Bentuknya sudah tidak utuh karena hilang separuh. Ukurannya kecil dan tingginya hampir selutuh manusia. Ada cerat tempat keluar air. Hanya yoni ini batunya agak melengkung. Mungkin karena faktor usia yang merusakkan batu andesist tersebut. 

    Masyarakat lokal biasanya selalu memberi nama lokal terhadap sebuah obyek yang tidak dipahami asal-usulnya. Yoni ini diberi nama “Watu Celeng”. Jika salah satu warga memiliki hajat tertentu biasanya akan menyambangi lokasi ini dan menaikan doa di sekitar benda tersebut. Sayangnya, benda ini tergeletak tidak terurus dan tidak diberi penanda apapun sebagai obyek yang ditengarai sebagai cagar budaya. 


    Selanjutnya, di Desa Rowo Kecamatan Mirit persisnya di belakang Masjid Nurul Huda. Bentuk Yoni terlihat utuh dan setinggi lutut berukuran kecil dan saat ini dilapisi dengan cat berwarna kuning. Semula berwarna abu-abu sebagaimana lazimnya warna batu-batu andesit yang dipergunakan untuk keperluan pembuatan lingga dan yoni. Ada cerat tenpat keluarnya air. Keberadaannya terpelihara bersih dan rapih.  


    “Beberapa meter dari yoni terdapat makam kuno tidak bernama. Namun masyarakat menamainya “Mbah Grubug”. Demikian pula Yoni ini setelah diberi cat emas diberi nama, “Mbah Kyai Lumpang Mas”. Beberapa masyarakat sekitar terkadang menjadikan air yang tersimpan di lubang bekas lingga sebagai sarana kesembuhan dari sakit mata,” ungkapnya. 

    Selanjutnya berlokasi beberapa ratus meter dari Desa Rowo yaitu Desa Singoyudan Mirit. Persisnya di samping Masjid “Baitul Izzah” terletak sebuah Yoni tanpa lingga setinggi lutut. Arahnya menutupi jalan di lorong samping masjid. Ada cerat untuk keluar air namun Yoni ini nampak sudah terbelah dua karena faktor usia. Sekalipun terbelah batunya namun masih berdampingan. 


    Dalam salah satu kesimpulan disebutkan bahwa keberadaan lingga-yoni dan arca Ganesha memberikan gambaran mengenai mazhab Hindu yang dianut kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah Kebumen kuno yaitu Mazhab Siwa yang ditandai dengan keberadaan simbol lingga-yoni dan arca Ganesha. 

    Sistem keagamaan Hindu Siwa menjadi mazhab dominan di Jawa dan kelompok masyarakat Hindu di wilayah Kebumen kuno merupakan bagian dari sistem keagamaan arus utama pada masa itu.


    Selain kesimpulan di atas, perlu ditambahkan bahwa keberadaan yoni tanpa lingga tersebut memperlihatkan sebuah fakta bahwa di masa Hindu kuno telah terbentuk sejumlah desa-desa di kawasan Pesisir Selatan Kebumen. 


    Adapun Keberadaan Yoni tanpa Lingga (belum dapat dipastikan apakah sejak awal tanpa lingga atau di kemudian hari lingga hilang) dipergunakan sebagai bagian dari ritual kesuburan sesuai dengan makna dan fungsi lingga dan yoni yang juga dikaitkan dengan lambang kesuburan. (mam) 


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top