• Berita Terkini

    Rabu, 10 Juli 2019

    Daulah Islamiah Kembali Berulah

    JAKARTA - Kementrian Pertahanan (Kemenhan) mengendus adanya upaya puluhan simpatisan ISIS untuk pulang ke tanah air. Di sisi lain, masyarakat juga diminta waspada terhadap peningkatan aktivitas terorisme yang terjadi di Filipina Selatan.

    Situasi gangguan keamanan yang terendus saat ini relatif meningkat karena ada ancaman dari kelompok teroris Daulah Islamiah yang merencanakan serangkaian aksi serangan bom bunuh diri, penculikan, dan penyerangan.

    Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengajak seluruh pihak waspada terhadap peningkatan aktivitas terorisme yang terjadi di Filipina Selatan. Modus operasi dan pola bergerak mereka serupa ini sudah sering mereka lakukan, misalnya menculik ABK kapal berbendera asing yang berlayar di dekat perairan Filipina selatan untuk dimintai tebusan uang atau tuntutan bernuansa politik.

    "Selama ini inisiatif ada di tangan teroris, kita hanya menunggu di bom saja, sekarang tidak boleh lagi, inisiatif harus kita ambil, tidak boleh inisiatif berada di tangan teroris. Untuk mengantisipasi dampak tersebut (sampai ke Indonesia), kita harus waspada dan siaga," terangnya usai membuka gelaran seminar IIDSS 2019, di Jakarta, kemarin (9/7/2019).

    Ditambahkan, jarak antara garis perbatasan Indonesia dan Filipina selatan bisa dibilang sangat dekat. Secara kultural kedekatan itu juga telah terjalin sejak lama, sejak Kesultanan Sulu berkuasa di kawasan itu. Pada sisi lain, Indonesia dan Filipina memiliki perjanjian kerja sama pengamanan perbatasan laut dan maritim yang senantiasa ditingkatkan kualitasnya.

    Kementerian Pertahanan, sambungnya, sudah menyiapkan latihan serta operasi darurat gabungan bekerjasama dengan pasukan khusus Filipina dan Malaysia agar pelaku dan jaringan teror tidak menyebar.

    Pensiunan bintang empat TNI AD dan kepala staf TNI AD ini menekankan, para teroris itu tidak melakukan ajaran agama Islam yang sejati, melainkan sekelompok yang biasanya tercipta karena ada konflik di suatu negara.

    "Islam adalah ajaran yang damai, tidak ada Islam mengajarkan saling bunuh. Bahkan mereka (para teroris itu melakukan) bom bunuh diri mengajak anaknya, sudah tidak masuk akal," ujar dia.

    Terkait adanya upaya ratusan WNI simpatisan ISIS yang terjebak di Suriah untuk pulang ke Indonesia. "Silahkan pulang tapi benar-benar insaf dan tidak lagi terlihat kelompok teroris. Ya janji dulu (baru dipulangkan). Kalau di sini mau ISIS lagi, tidak usah saja," tegasnya.

    Para WNI tersebut tidak hanya berjanji secara lisan saja, tetapi juga harus membuat pernyataan sumpah setia kepada Pancasila dan NKRI secara tertulis. Kalau tanpa perjanjian serta persyaratan-persyaratan tersebut, lanjut dia, para simpatisan itu dikhawatirkan malah tetap menjadi bagian dari ISIS dan menyebarkan ajaran yamg berbahaya sekembalinya ke Indonesia. "Kalau melanjutkan perjuangan di sini, ya kan bahaya," kata Menhan.

    Janji setia terhadap NKRI ini, lanjut Ryamizard, tidak dibuat dan dibacanya di Indonesia, tetapi saat sebelum pemulangan dari Suriah. "Kalau perlu kami yang datang ke situ, kita bangsa Indonesia berperikemanusiaan (akan memulangkannya). Akan tetapi, janji dahulu, tidak berbulu macam-macam," ujarnya.

    Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan upaya-upaya melindungi anak dari radikalisme dan terorisme masih perlu ditingkatkan dalam periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.

    "Ada perkembangan baik di era saat ini terkait beberapa isu perlindungan anak. Namun, beberapa hal masih perlu perhatian serius di antaranya perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme," jelasnya.

    Ia mengatakan beberapa hal perlu menjadi perhatian serius dalam upaya perlindungan anak dari radikalisme dan terorisme antara lain peningkatan kualitas lembaga layanan yang bergerak di bidang rehabilitasi.

    Susanto menilai lembaga-lembaga layanan yang bergerak di bidang rehabilitasi masih belum maksimal dalam menangani anak-anak yang terlibat radikalisme dan terorisme, baik anak sebagai pelaku, korban, maupun saksi. "Karena itu, kerap kali rehabilitasi anak yang terlibat radikalime dan terorisme masih belum sesuai harapan sehingga memiliki dampak yang rumit bagi kehidupan mereka," katanya.

    Di sisi lain, ia menilai periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menunjukkan perkembangan baik terkait perlindungan anak, terutama dalam pemenuhan hak-hak dasar pendidikan. "Di antaranya adalah pengembangan model sekolah dan madrasah yang ramah anak, puskesmas ramah anak, serta program Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar bagi kelompok rentan," katanya. (ful/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top