• Berita Terkini

    Minggu, 30 Juni 2019

    Harga Unggas Jatuh Bebas, Peternak Ayam di Kebumen Menjerit

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Gegeran jatuhnya harga unggas dalam beberapa minggu terakhir juga dirasakan para peternak ayam di Kota Beriman. Akibat rendahnya harga jual, banyak peternak ayam di Kebumen menanggung kerugian besar bahkan terancam gulung tikar.

    Salah satu peternak ayam, Bhekti Wira Utama, Jumat (28/6/2019), mengatakan saat ini harga jual ayam broiler hidup hanya Rp 8 ribu perkilogram. Padahal, biaya produksi satu ekor ayam hingga masa dipanen rata-rata Rp 16 ribu. Praktis, setiap peternak mengalami kerugian Rp 8 ribu perkg.

    "Jumlah itu tinggal dikalikan saja berapa ekor ayam yang dimiliki satu peternak. Jelas menimbulkan kerugian yang sangat besar. Apalagi, tidak mungkin bagi seorang peternak ayam menahan penjualan," katanya.

    Saking besarnya nilai kerugian, peternak menyebut kejadian ini sebagai tragedi. "Tragedi ini sangat dirasakan oleh mereka yang memilih beternak secara mandiri. Kalau untuk yang menggunakan model kemitraan tidak terlalu parah," imbuhnya.

    Peternak mandiri adalah peternak yang menggunakan modal sendiri dari awal hingga masa panen. Mereka menjual ayam kepada tengkulak yang meneruskannya ke pedagang pasar yang kemudian mendisitribusikannya ke tangan konsumen.

    Sementara, bagi peternak yang bermitra, kebutuhannya disediakan mitra. Termasuk, penjualan juga kepada mitra tersebut. "Kalau untuk peternak yang bermitra masih selamat. Karena pembeliannya masih Rp 18.200 perkilogram," imbuh Bekti.

    Salah satu mitra peternak yang enggan dikorankan namanya mengatakan, tragedi unggal tahun 2019 ini sangat memukul bagi mereka. Apalagi, harga jual hingga tingkat konsumen masih stabil, yakni Rp 30 ribu perkg.

    Dalam kasus ini, tengkulak menekan harga di tingkat peternak. Namun, menjualnya dengan harga yang standar di tingkat pedagang pasar. Dengan kata lain, tengkulak ini menangguk keuntungan.

    Peternak di Kebumen tak sendirian dalam belitan persoalan ini. Nasib serupa juga dirasakan para peternak ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.
    Dengan situasi seperti itu, bukan hanya peternak mandiri yang dirugikan. Bahkan, mereka sebagai perusahan mitra peternak, menjadi korban utama. "Perusahaan kami bisa gulung tikar. Harus ada tindakan nyata dari pemerintah atau pihak terkait. Termasuk pihak-pihak yang mendapat keuntungan besar dari tragedi ini," ujarnya.



    Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Distapang Kabupaten Kebumen, Ir Ika Rahmawati, menyampaikan sudah mengetahui apa yang terjadi di Kebumen.

    Dalam kasus ini, pihak Dinas tidak bisa melakukan intervensi karena persoalan ini hanya berdampak pada peternak yang non kemitraan alias mandiri. Repotnya, peternak non kemitraan ini tidak pernah meminta ijin kepada Dinas atau bahkan sekedar laporan. "Jadinya tidak ada informasi masuk ke kami soal jumlah populasi pakan jadwal dan pemasaran," ujar Ika.

    Untuk peternak yang bermitra, kata Ika, tidak ada masalah. Data Distapang menunjukkan ada 12 kandang yang saat ini beroperasi di sejumlah wilayah dengan rata-rata 40-60 siklus. "Satu tahun 5-6 siklus tergantung umur panen ayam," imbuh Ika.

    Dalam hal ini, Ika menghimbau agar para peternak ayam mendirikan asosiasi agar kejadian semacam ini tidak terulang. Asosiasi ini pun diakuinya menjadi tantangan tersendiri, mengingat ada egoisme diantara para peternak. "Satu-satunya jalan ya membuat asosiasi atau koperasi peternak ayam tradisional agar posisi tawar mereka ke suplier dan pasar meningkat. Masalahnya, para peternak umumnya masih mengedepankan ego masing-masing sehingga sulit menyatukan mereka," ujar Ika. (cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top