• Berita Terkini

    Kamis, 18 April 2019

    Dipenjara Mantan Bupati Purbalingga Tetap Pilih Jokowi

    JOKO SUSANTO/radarsemarang.

    SEMARANG-Sikap konsisten ditunjukkan mantan Bupati Purbalingga, Tasdi, dalam menentukan pilihan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam Pemilu tahun 2019, yakni menentukan pasangan nomor urut 1, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.  Adapun alasannya, disampaikannya, dirinya masih terdata aktif sebagai anggota PDI Perjuangan. Kemudian Pemilu tahun 2014 lalu, tercatat sebagai Ketua Tim Sukses di wilayah Purbalingga untuk pasangan Jokowi-JK dan Ketua Timses pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin, dalam pemilihan calon Gubernur Jateng 2018 lalu.

    “Pilihan presiden saya tetep ke Jokowi, karena PDIP calonkan Jokowi, sekalipun suasana berbeda karena saya di dalam tahanan tetap Jokowi. Saya melihat bukti nyata kepemimpinan Jokowi dalam bekerja secara ikhlas, kerja keras yang semuanya untuk rakyat Indonesia,”kata Tasdi, usai melakukan pencoblosan di TPS 21 Lapas Klas 1 Kedungpane, Semarang, Rabu (17/4/2019).

    Sedangkan terkait pilihan anggota DPD RI, Ketua Majelis Olahraga Lapas Kedungpane Semarang ini, merahasiakannya. Ia menyampaikan, memang hanya bisa memilih dua surat suara untuk Capres dan Cawapres dan anggota DPD RI, karena ia memiliki KTP Purbalingga, sehingga pilihan anggota DPRD Jateng maupun Kabupaten tidak bisa digunakannya.

    “Saya bisa gunakan hak politik ini, tentunya bergembira karena masih diberikan peluang untuk memberikan satu suara sebagai penentu nasib bangsa. Apalagi saya sudah mengikuti Pemilu sejak 1987, sedangkan saat ini merupakan pemilu serempak, karena eksekutif dan yudikatif dilakukan bersama,”sebutnya.

    Mantan Ketua DPRD Purbalingga itu berharap, karena negara Indonesia merupakan negara berdaulat sehingga tujuan demokrasi harus dipertahankan sebagaimana etimologi demokrasi, yang artinya pemerintah kedepan dibangun dengan mendengarkan dan melihat rakyat, sedangkan apabila program pembangunan diibaratkan menu makanan harus sesuai dengan pilihan dan keinginan rakyat.

    “Walaupun saya dipenjara, saya tak kecewa, saya dipenjara masih diberi hak memilih dan ini semua masalah hidup saya, apalagi istri saya juga masih mencalon diri di legislatif. Perbedaan yang saya rasakan, paling yang biasanya berbondong-bodong melaksanakan pemilihan bersama keluarga, disini saya sendiri, sedangkan keluarga di Purbalingga, tapi hati saya tetap untuk mereka,”ungkapnya.

    Tasdi mengaku, saat ini dirinya tinggal di lapas tepatnya di blok I-3. Ia tinggal satu blok dengan Mantan Walikota Tegal, Ikmal Jaya, mantan Bupati Kebumen, Muhammad Yahya Fuad, Wakil Ketua DPR RI nonaktif, Taufik Kurniawan, Mantan Wali Kota Magelang, Fahriyanto, dan mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dan sejumlah mantan pejabat lainnya. Ia sendiri tinggal sekamar berdua dengan Sastro, yang juga narapidana perkara tipikor.

    Menyikapi pemilu 2019 tersebut, ia berpesan kepada Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih nantinya. Yakni, harus tetap mengedepankan jatidiri Indonesia. Dengan begitu tetap berdaulat dibidang politik, maka jangan sampai di intervensi asing.

    “Siapapun presidennya harus melakukannya, jangan sampai dibekingi asing. Kedua berdikari dibidang ekonomi, artinya dari Sabang sampai Merauke ada potensi ekonomi di Indonesia ini, jadi negara ini harus mandiri,”pesannya.

    Sedangkan point ketiga ia berpesan, Indonesia harus berkepribadian dibidabg budaya, dengan demikian budaya Indonesia harus terus dijaga, dengan cara karakter bangsa dijaga dan dibangun, sedangkan adanya revolusi mental harus dimaksimalakan, dengan demikian kedepan jangan sampai saling menjatuhkan, maupun menyebar hoax.

    “Kalau tiga hal ini dilaksanakan presiden Indonesia berhasil. Untuk itu, presiden harus punya power mengatur negara, tentunya sebagai napi yang juga rakyat yang merupakan bagian dari anak bangsa, kami punya harapan besar, bagaimana trisakti ini, bisa dipegang teguh, dengan kata lain buat apa penduduk Indonesia punya juta-jutaan kalau kita memble,”jelasnya.

    Ia juga menjabarkan, trik sukses dalam Pemilu, yang meliputi lima faktor. Dijelaskannya, pertama faktor filosofis, melihat makna dan tujuan, sehingga Pemilu tidak sekedar mencoblos. Kedua sukses secara yuridis, dimana negara Indonesia memiliki Undang-Undang pemilu, peraturan pemerintah dan aturan-lain lain, yang harus dijalankan. Sedangkan, ketiga sukses secara tehnis. Ia mencontohkan, kalau masa dahulu Pemilu memilih partai, saat ini ada gambar poto calon dan nama, sehingga jangan sampai ada yang salah.

    “Berikutnya sukses sosilogis, jadi tahu bener calon yang dipilih. Terakhir sukses secara security atau kemananan, jadi walaupun beda pilihan dan partai, calon dan timses tetap guyub dan mensukseskan bersama,”ungkapnya. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top