• Berita Terkini

    Senin, 07 Januari 2019

    Grebek Tumpeng Warnai Peresmian Gedung Roudlotul Falah

    IMAM/EKSPRES
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Hingga kini oleh masyarakat Jawa tumpeng seakan masih menjadi bagian wajib dari kegiatan-kegiatan penting. Baik itu untuk kegiatan keagamaan maupun kegiatan-kegiatan sakral lainnya. Kali ini 13 tumpeng nasi dan satu tumpeng besar hasil bumi, mewarnai acara peresmian Gedung Pendidikan Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah, Sabtu (5/1/2019).

    Acara peresmian Gedung Pendidikan yang berada di RT 1 RW 8 Dukuh Gondang  Desa Kuwayuhan Kecamatan Pejagoan tersebut, juga dibarengkan dengan Khotmil Quran 13 santri Roudlotul Falah. Setiap santri membuat satu tumpeng, sehingga terkumpul 13 tumpeng lengkap dengan ubo rampenya.  Dalam kegiatan tersebut juga dilaksanakan pengajian dengan mengundang  Kyai Sujud Sulaiman dari Kabupaten Purworejo.

    Pengasuh Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah Ustadz Achmad Syahid SE menyampaikan gedung pendidikan yang didirikan di lantai dua tersebut dibangun selama dua bulan. Gedung ini nantinya akan menjadi pusat kegiatan pendidikan non formal bagi Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya gedung tersebut.  Semoga bantuan yang diberikan menjadi amal baik,” tuturnya.

    Terkait dengan tumpeng, menurutnya banyak sekali filosofis yang terkandung didalamnya. Maka tidak heran banyak kegiatan-kegiatan di  Jawa yang menggunakan tumpeng. Bahkan ada beberapa pihak yang memaknai  tumpeng sebagai doa yang diwujudkan dalam bentuk simbol. “Tumpeng sendiri ada yang mengatakan tumindake lempeng (berjalan lurus) dan ada pula yang menyampaikan temujuning pengeran (menuju tuhan),” katanya.

    Sementara itu salah satu penitia pelaksana  Amin Winardi Sos Fil I menyampaikan, tumpang hasil bumi dengan dengan tinggi empat meter dibangun dengan sembilan pilar yang menggambarkan para Wali Songo yang berhasil mengIslamkan nusantara. Tumpeng diisi dengan 23 jenisa sayuran dan 17 jenis buah. Selain itu terdapat pula tanaman tebu, buah kluwih dan lain sebagainya. “Semua itu tentunya mengandung nilai filosofis. Buah kluwih menggambarkan agar hidup kecukupan atau lebih,” paparnya.

    Sementara itu dalam wejangannya Kyai Sujud Sulaiman menyampaikan agar masyarakat rajin untuk berziarah ke makam para orang tua atau leluhurnya. Jangan sampai seneng berziarah ke makam para wali, namun lupa dengan makam leluhurnya sendiri. Padahal berziarah ke makam leluhur merupakan bagian dari bentuk berbakti kepada orang tua. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top