• Berita Terkini

    Kamis, 27 Desember 2018

    Takut Gelombang Tinggi, Warga Pandeglang Pilih Mengungsi

    FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
    PANDEGLANG -- Empat hari setelah tsunami akibat runtuhan Gunung Anak Krakatau di perairan Selat Sunda masih banyak warga yang memilih tinggal di posko pengungsian. Apalagi pada malam hari atau kabar tentang air laut pasang dan aktivitas GAK merebak. Warga memilih tidur berdesakan di posko seperti di lapangan futsal Labuan atau di masjid-masjid yang tak jauh dari terminal bus Labuan. Lokasinya memang termasuk cukup tinggi sehingga warga merasa lebih aman.


    Seperti keluarga Hendra Mulyanto, 43 yang berasal dari Kampung Sawah, Desa Labuan. Dia mengungsi bersama istri, dua anaknya yang masih balita, adik ipar dan kerabat lain. "Kalau rumah memang agak jauh dari pantai. Tapi namanya musibah siapa yang tahu. Makanya lebih aman di sini," kata Hendra yang ditemui di pengungsian di Lapangan Futsal Labuan, Pandeglang, kemarin (26/12/2018).


    Dia berharap pelayanan di lokasi pengungsian bisa lebih baik. Terutama pada distribusi bantuan seperti selimut atau permakanan. "Ya pembagianya lebih adil lagi. Lebih merata," harapnya.


    Lita Febriani, pengungsi lain, juga berharap agar petugas di pengungsian lebih perhatian. "Saya minta pop mie saja  dioper sana oper sini. Ya namanya juga lagi kepengen," ujar perempuan yang sedang hamil tiga bulan itu.


    Koordinator posko pengungsi Labuan Abu Salim menyebutkan sudah berupaya memberikan bantuan  yang maksimal kepada para pengungsi. Namun, mereka juga tidak bisa begitu saja memenuhi permintaan semua pengungsi.


    "Seperti kalau memberikan bantuan barang juga harus hati-hati. Agar tidak berebut," ujar dia. Pemberian makanan ringan untuk anak misalnya dibarengkan saat anak-anak pengungsi diajak bermain bersama. Di lokasi pengungsian itu tak kurang 600 orang yang tinggal.


    Kemarin juga tampak para keluarga atau rekan korban yang mengurusi barang-barang berharga milik korban. Seperti terlihat di Tanjung Lesung Beach Hotel mobil-mobil milik korban mulai didata dan diangkut oleh pemilik atau kerabat. Misalnya yang dilakukan Manajer Seventeen Herman Andrew Bong yang sedang mengurusi mobil Honda Freed Putih milik Riefian Fajarsyah, vokalis Seventeen.


    Dengan pendampingan dua polisi, mobil tersebut dicek kondisinya. Alarm mobil terdengar berbunyi berkali-kali saat dicek. "Kami juga periksa cottage yang kemarin ditempati. Untuk ngecek barang-barang disana," ungkap pria yang akrab disapa Acong itu.


    Pasca terjadi tsunami, kondisi di Pandeglang berangsur-angsur pulih. Namun, kemarin (26/12) terjadi banjir yang diprediksi dampak dari berbagai sampah akibat tsunami. Banjir tersebut terjadi di Pasar Labuhan, Pandeglang, Banten.

    Banjir rata-rata setinggi pinggang orang dewasa. Warga Pasar Labuhan M. Yuli menjelaskan bahwa banjir terjadi sejak pukul 06.00. Banjir menggenangi hampir 9 desa. "Karrna Banjir ini banyak yang mengungsi ke kecamatan," tuturnya.


    Sebenarnya daerah tersebut memang hampir tiap tahun Banjir akibat luapan air Sungai Cipunten Agung, sungai yang bermuara di pantai Carita. "Namun baru kali ini Banjir sebesar ini," tuturnya.

    Kalau dari informasi yang didapatnya, kemungkinan banjir ini akibat banyaknya barang-barang yang hanyut akibat tsunami. Akhirnya, barang-barang tersebut menghambat laju air Sungai Cipunten Agung.

    Sementara Kabagpensat Divhumas Polri Kombespol Yusri Yunus menjelaskan bahwa memang terjadi banjir yang diduga akibat berbagai barang yang hanyut karena tsunami. Polda Banten masih berupaya untuk membantu segera mengalirkan air. "Kami berupaya mengambil barang-barang yang menghambat aliran air," ujarnya.

    Akibat banjir itu, lanjutnya, memang terjadi pengungsian di sejumlah titik. Yang pasti, Polri akan membantu para pengungsian. "Jadi ada dua pengungsi karena tsunami dan karena banjir," terangnya. (idr/jun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top