• Berita Terkini

    Senin, 24 Desember 2018

    Tak Ada Yang Tahu Tsunami Datang di Banten dan Lampung Selatan

    JAKARTA – Sistem Indonesian Tsunami Early Warning System (INA - TEWs) tidak memberikan peringatan apapun sebelum tsunami menghantam Banten dan Lampung Selatan kemarin malam.


    Kantor Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta pun tidak mendapatkan peringatan apa-apa dari sensor seismik yang mereka punya. Hanya ada peringatan soal gelombang tinggi karena memang dalam musim hujan.


    Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menuturkan bahwa pihaknya baru mengetahui saat sekitar pukul 21.30 WIB ada laporan kepanikan warga di beberapa derah pesisir barat banten dan pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan. “Kemudian ya kami laporkan pada pimpinan bahwa telah terjadi tsunami,” kata Triyono pada Jawa Pos kemarin (23/12/2018).


    Triyono mengatakan, memang tidak ada gempa yang terdeteksi sebelum datangnya tsunami tersebut. Karena itulah INA TEWs tidak bereaksi. “Ya gempanya tidak ada, tentu tidak ada peringatan,” jelasnya.


    Triyono menjelaskan tsunami bisa disebabkan oleh banyak hal. Bisa karena gempa bumi, tektonik maupun vulkanik, bisa karena longsor, bisa karena hantaman meteor. Sistem INA TEWs kata Triyono, hanya didesain untuk mendeteksi tsunami  yang disebabkan oleh gempa tektonik saja.


    Tsunami yang menghantam  Banten dan Lampung Selatan sabtu malam disebabkan oleh longsor bawah laut yang disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Sehingga kata Triyono bukan lagi kewenangan BMKG. “Kalau aktivitas gunung api, berarti bukan tugas BMKG, tapi PVMBG,” kata Triyono.


    Triyono juga membenarkan bahwa dalam kondisi seperti sabtu malam, keberadaan Tsunami Buoy sangat dibutuhkan. Namun, Triyono pesimistis keberadaan buoy akan membuat banyak perbedaan. “Memang mungkin bisa tahu lebih awal. Tapi mungkin hanya 10 sampai 20 menit,” katanya.


    Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga tidak mau disalahkan karena ketiadaan peringatan saat tragedi sabtu malam. Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto mengatakan kabar yang beredar bahwa terjadi longsoran bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau belum bisa dibuktikan. “Tim kami masih menyelidiki di lapangan,” katanya.


    Menurut Agus, mendeteksi Tsunami adalah tugas BMKG. Apapun penyebabnya. PVMBG tidak memiliki infrastruktur peringatan dini. Selama ini, peringatan yang dikeluarkan PVMBG adalah berupa status aktivitas gunung berapi meliputi level waspada, siaga, dan awas. Berikut daftar rekomendasinya. “Tapi Gunung Api memang punya sistem peringatan dini secara alami. Meletusnya tidak ujug-ujug, ada tanda-tandanya,” kata Agus.


    PVMBG sendiri memiliki 2 sensor yang dipasang di pulau sertung dan pulau Anak Krakatau. Sekitar pukul 21.00 WIB sabtu malam, pos pemantauan gunung Anak Krakatau di Anyer mengetahui bahwa sensor di pulau Anak Krakatau, yang terdekat dengan kawah, ternyata tidak berfungsi. “Entah karena terkena lava, atau batu pijar, atau tertutup debu,” kata Agus.


    Otomatis, pemantauan hanya mengandalkan sensor yang terpasang di pulau sertung, yakni pulau yang terletak sekitar 2 kilometer di barat Pulau Anak Krakatau. 

    Agus mengakui tsunami yang terjadi sabtu malam adalah kasus langka. Maka dari itu, saat ini tim PVMBG masih menyelidiki apakah benar terjadi longsoran bawah laut seperti yang disebut banyak orang.


    Sementara pakar tsunami BPPT, Widjo Kongko yang melakukan kaji cepat mengungkapkan, ada indikasi tsunami tersebut disebabkan oleh erupsi Anak Krakatau.  "Kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau petang ini dan akhirnya menimbulkan tsunami," katanya.


    Jika benar hal itu menjadi penyebab, maka fenomena ini diduga olehnya, masih berpotensi berulang.  "Aktivitas Anak Krakatau belum selesai dan flank atau collapse yang terjadi bisa memicu ketidakstabilan berikutnya," jelasnya.(tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top