• Berita Terkini

    Sabtu, 20 Oktober 2018

    Polda Jateng Temukan Bukti Kuat Pencemaran Air PDAM Solo

    SOLO – Kasus pencemaran air PDAM di Banyuanyar, Banjarsari, Solo, terus diselidiki pihak kepolisian. Tim penyidik Polda Jateng telah menemukan sejumlah bukti untuk menyeret kasus ini ke ranah pidana. Rencananya hari ini (20/10/2018), tim polda akan melakukan rekonstruksi di area pabrik yang diduga membuang limbahnya ke saluran air PDAM tersebut.


    Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Agus Triatmaja mengatakan, dari fakta-fakta temuan lapangan, kepolisian mendapati bahwa PT Mahkota Citra Lestari (MCL) telah membuang limbah sisa pencucian alat produksi ke saluran PDAM. Pabrik yang bersangkutan pun tak memiliki IPAL dan tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.

    “Sejumlah pihak telah kami dimintai keterangan terkait kasus ini. Gelar perkara sudah kami lakukan dan Sabtu besok (hari ini) akan dilakukan rekonstruksi,” ujar Agus, kemarin.


    Agus mengatakan, dari enam saksi yang telah diperiksa, empat di antaranya berasal dari PT MCL, di antaranya pemilik pabrik, staf admin, kepala produksi, dan kuli bangunan. Sementara dua lainnya dari PDAM Solo, yakni direktur teknik dan petugas lapangan.  “Sejumlah barang bukti juga telah kami amankan,” ujarnya.


    Barang bukti tersebut di antaranya pipa ukuran 3/4, satu unit mesin pompa air, 4 drum berisi cairan kimia, 5 drum bekas pengolahan warna, dan 2 dandang bekas pewarnaan. Ada juga 1 unit timbangan elektrik, 2 kompor gas, 2 tabung gas ukuran 12 kg, satu mesin mixer, serta sampel air limbah yang sedang dalam proses pengujian di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jogjakarta.


    Pasal yang disangkakan adalah pasal 98 ayat 1 dan pasal 109 jo pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman pidana minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 3-10 miliar. Serta pidana minimal 1 tahun dan 3 tahun dengan denda Rp 1-3 miliar.


    Penyidik juga masih akan meminta keterangan dari sejumlah saksi lain, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surakarta dan keterangan dari ahli hukum lingkungan.


    Perihal dasar pengusutan kasus ini, Agus mengatakan, Polda mendapat laporan dugaan pencemaran lingkungan pada Rabu (17/10) lalu. Terlapor adalah PT Mahkota Citra Lestari (MCL) di Jl Adi Soemarmo No. 257 Banyuanyar, Banjarsari.  “Berdasar laporan ini jajaran Ditreskrimsus Polda Jateng langsung mendalami kasus tersebut.,” jelas Agus.


    Di sisi lain, Pihak PDAM Surakarta membenarkan ada sejumlah pegawainya yang telah dimintai keterangan oleh Polda Jateng. Pihaknya hingga kini masih menunggu kejelasan dari polda.


    Kepala Cabang PDAM Kota Surakarta Sarwono mengatakan, soal pencemaran dan pemakaian air secara ilegal itu dua hal berbeda, namun dalam kasus yang saling berkaitan.


    “Menggunakan air secara ilegal sifatnya masih praduga. Jika bisa dibuktikan bisa kami kenakan denda. Jika pompa mereka tidak jalan air PDAM yang masuk ke sana. Tapi jika pompanya jalan, limbahnya masuk saluran pipa PDAM,” ujar Sarwono.


    Kasus pencemaran ini juga menjadi momentum evaluasi pengelolaan limbah industri di Kota Solo. Pemkot sendiri mengaku belum maksimal dalam menata limbah.

    Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sri Wardhani Purbowidjojo mengatakan, persoalan pengelolaan limbah di Kota Bengawan sangat kompleks. Jumlah industri kecil dan menengah (IKM) cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh wilayah. Mereka berada di tengah permukiman padat penduduk.


    “Potensi pencemaran lingkungan justru berasal dari usaha kecil, karena lokasinya di tempat yang sempit jadi tidak bisa menyediakan fasilitas UKL (unit kelola limbah). Mungkin ke depan harus ada inovasi. Karena ini kota ya, wilayahnya sempit, kepadatannya tinggi,” terangnya.


    Dhani menambahkan, wilayah yang banyak memiliki industri kecil tidak memiliki lahan untuk pengelolaan limbah. Bahkan, pemkot sendiri juga tidak memiliki ruang untuk membuat instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal. Salah satu contohnya adalah wilayah Semanggi. Di sana terdapat beberapa industri batik yang membuang limbah pewarnanya di sungai.


    “Kita nggak bisa membuat IPAL di sana, tidak ada lahannya. Kalau di Laweyan beda kasus, di sana IPAL komunal sedang diperbaiki sehingga tidak berfungsi,” katanya.

    Sebagai solusi, DLH menggagas saluran limbah dibangun di bawah jalan. Hal itu dapat menjadi salah satu siasat agar limbah industri kecil di lingkungan padat teratasi. Mobil pengolahan limbah keliling juga menjadi alternatif lain solusi penanganan limbah.


    “Jadi nanti bisa keliling pengelolaan limbah secara bergantian,” ucap Dhani.


    Sementara itu Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo ingin industri kecil dan menengah di Kota Solo didata secara rigit. Pendataan industri yang menghasilkan limbah juga sangat diperlukan.


    “Jenis-jenis limbahnya kan berbeda-beda. Kalau di Semanggi itu mencemari sungai. Tapi yang di Banyuanyar itu sampai ke PDAM. Nanti biar DLH mendata dan membentuk tim untuk mengatasi limbah industri,” katanya.


    Seperti diketahui, warga yang tinggal di wilayah Banyuanyar, Banjarsari, Solo mengeluh air yang masuk ke dalam  rumah mereka berwarna merah darah. Keluhan tersebut masuk baik secara langsung maupun lewat media sosial. Dalam menyelesaikan kasus ini, PDAM menggandeng kepolisian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari, dan Satpol PP Kota Surakarta.


    Sebelumnya kepada tim sidak, pengelola PT MCL yang diduga mencemari air PDAM, Lesi mengklaim bahwa pabriknya tidak setiap hari membuat bahan pewarna. Bahkan terkadang dalam satu bulan, pihaknya bisa tidak sekalipun produksi. Karena pembuatannya dilakukan sesuai permintaan konsumen.


    “Selama ini, limbah produksi bahan pewarna dibuang ke tangki pembuangan. Tapi karena baru pindah di lokasi ini dan belum ada saluran pengolahan sementara dialirkan ke selokan. Kami juga tidak tahu saluran pipa PDAM itu di sebelah mana,” ujar Lesi. (ves/irw/bun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top