• Berita Terkini

    Sabtu, 05 Mei 2018

    KPK Eksekusi Setnov ke Lapas Sukamiskin

    JAKARTA – Mantan ketua DPR Setya Novanto (Setnov) mulai menjalani masa pemidanaan, kemarin (4/5/2018). Itu setelah jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengesekusi terpidana korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tersebut ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.


    Eksekusi itu dilaksanakan sekitar pukul 13.30. Setnov yang kemarin mengenakan pakaian kasual dibawa ke Sukamiskin dengan kendaraan KPK. Sebelum naik mobil tahanan, suami Deisti Astriani Tagor itu sempat berpamitan kepada awak media. ”Saya mohon maaf dan saya mohon pamit,” kata mantan ketua umum Partai Golkar tersebut.


    Dia juga menyampaikan bakal memperbanyak doa saat berada di Sukamiskin. Menurutnya, lapas yang dihuni banyak terpidana korupsi kelas kakap itu ibarat pesantren. Di sana, dia bakal bertemu dengan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.


    ”Saya mohon pamit dari kos-kosan (KPK, red) menuju ke tempat pesantren, dan di sana (Sukamiskin) saya akan banyak belajar dan banyak berdoa,” tutur politisi senior Partai Golkar tersebut. Selain itu, Setnov juga sempat mengatakan bahwa dirinya merupakan orang yang telah dizolimi. ”Mudah-mudahan mereka yang menzolimi dimaafkan,” imbuhnya.


    Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pihak Setnov telah membayar denda Rp 500 juta dan biaya perkara Rp 7.500. Sedangkan untuk uang pengganti, sampai saat ini Setnov baru menitipkan Rp 5 miliar. Duit tersebut merupakan bagian dari hukuman uang pengganti USD 7,3 juta yang didalilkan dalam putusan hakim. ”Pihak SN telah menyerahkan surat kesanggupan membayar (uang pengganti).”


    Meski sudah diesekusi ke Sukamiskin, manuver Setnov tetap harus diwaspadai. Setidaknya, peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Andreas Nathaniel Marbun menyatakan, Setnov memiliki kesempatan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya hukum melawan putusan hakim.


    ”Saya rasa tidak ada kesulitan akan hal itu (mengajukan PK), sepanjang tim Setnov mampu mendalilkan argumen untuk mengajukan PK dengan klir,” ujarnya kepada Jawa Pos. Sesuai ketentuan, pengajuan PK tidak harus mensyaratkan memiliki bukti baru atau novum. ”Di pasal 263 KUHAP itu juga mengatur PK bisa diajukan jika putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim.”


    Marbun pun mengingatkan masyarakat tetap harus mengawasi pergerakan Setnov meski kini mendekam di Sukamiskin. Sebab, tidak tertutup kemungkinan Setnov mengajukan PK pada saat kondisi Mahkamah Agung (MA) “kehilangan” hakim pidana yang garang menghukum koruptor seperti sekarang ini. Salah satu hakim agung garang yang dimaksud adalah Artidjo Alkostar.


    ”Pak Artidjo sudah akan memasuki masa pensiun, sehingga dapat dikatakan MA belum punya hakim yang “satu semangat” dengan Pak Artidjo kalau urusan pemberantasan korupsi,” terangnya. Artidjo dikenal kerap mengambil keputusan ekstrem terhadap kasus-kasus korupsi. Misal, mantan politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh alias Angie yang divonis 12 tahun di tingkat kasasi. Vonis itu tiga kali lipat lebih tinggi dari putusan tingkat pertama.


    Terkait kemungkinan Setnov mengajukan PK, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tidak mau banyak berkomentar. Dia mengaku belum mendengar soal informasi tersebut. ”Saya belum dengar. Justru saya menandatangani eksekusinya, kemudian dia (Setnov) minta ke Sukamiskin,” ujarnya saat dikonfirmasi Jawa Pos, kemarin. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top