• Berita Terkini

    Selasa, 23 Januari 2018

    Impor Garam Melebihi Kebutuhan Nasional

    JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebut dirinya telah di “override” oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dalam kebijakan impor garam 3,7 juta ton. Kebijakan tersebut diambil tanpa mengindahkan rekomendasi dari KKP.


    Pemerintah mengeluarkan rekomendasi impor melalui rapat gabungan beberapa kementerian pada 19 Januari lalu. Dalam hemat KKP, kuota impor sebesar 3,7 terlalu berlebihan. Dalam neraca dan perhitungan KKP, kebutuhan garam di dalam negeri saat ini, baik konsumsi maupun industri, jika ditotal hanyalah 2,2 juta ton. Kuota impor yang berlebihan dikhawatirkan tidak hanya memukul harga. Namun juga membuat petani malas untuk menambak garam lagi.


    “Kami di override (diambil alih,Red), rekomendasi kami tidak dipakai,”Kata Susi dalam rapat dengan DPR kemarin (22/1).


    Dalam pasal 37 UU nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam pasal 37 menyebutkan bahwa impor garam harus melalui rekomendasi dari Menteri. Dalam hal ini Menteri KP.


    Susi menjelaskan, dirinya tetap bersikukuh bahwa kebutuhan Garam di tanah air setidaknya 2,1 juta ton. Dalam perhitungan lain  2,133 juta ton yang dibulatkan menjadi 2,2 juta ton.  Menurutnya selama ini KKP tidak kurang usaha untuk memajukan dan menghidupkan industri garam rakyat dengan beberapa program seperti Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar), dan penggunaan Geomembran.


    Pada tahun lalu, harga garam di petani berhasil dikondisikan hingga setinggi Rp. 2.000 hingga Rp. 2.500. para petani garam merasa senang. “Yang tahun-tahun sebelumnya nggak bisa beli truk, tahun itu bisa,” kata Susi.


    Namun, semua usaha tersebut, kata Susi tidak akan berarti jika pemerintah mendatangkan garam impor yang harganya bisa semurah Rp. 600 rupiah per kilogram bahkan bisa Rp. 200 rupiah per kilogram. Apalagi kalau garam impor yang sejatinya hanya untuk dunia industri ini. “Ya petani nggak mungkin tertarik untuk menambak lagi, ibaratnya idup segen mati nggak mau,” ujarnya.


    Susi mengakui, persoalan ini sudah diluar batas kemampuan KKP. Mereka hanya bisa membantu petani di tingkat produksi. “Kalau digerojog garam impor lagi, ya mati lagi petaninya,” Ujarnya. Menurut Susi yang bisa merubah hanyalah koordinasi antara Komisi 4 dan Komisi 6.

    Anggota DPR Komisi IV Sudin mengaku prihatin dengan kebijakan impor garam ini. Menurutnya seharunya kebijakan impor tidak melebihi kebutuhan nasional. “Semangat kami untuk melindungi petani/petambak garam,” katanya.


    Sudin mengatakan dirinya menolak kebijakan impor yang tidak melalui rekomendasi dari KKP sesuai amanat undang-undang. Ia pun mengusulkan agar segera digelar rapat gabungan mendatangkan KKP, Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kemenko Perekonomian.


    Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP mengatakan bahwa KKP sudah menyediakan data-data yang cukup pada rapat dengan Kemenko Perekonomian. Menurutnya, jumlah 2,2 juta ton adalah gabungan dari kebutuhan garam baik konsumsi maupun industri.


    Pria yang akrab disapa Tyo tersebut menegaskan, sesuai amanat UU 7/16, rekomendasi impor garam baik itu industri maupun konsumsi semuanya harus melalui KKP. Dalam rapat tersebut, jumlah 2,2 juta ton tersebut sudah perhitungan final. “Kami bilang, kalaupun mau impor, batasnya ya segitu (2,2 juta ton,Red),” pungkas Tyo.(tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top