• Berita Terkini

    Selasa, 08 November 2016

    Sembilan Jam Diperiksa, Ahok Bungkam

    JAKARTA- Pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berjalan sembilan jam. Sayangnya, pasca pemeriksaan Ahok berprilaku tidak seperti biasanya. Dia hanya mengucapkan empat kalimat yang sama sekali tidak menyentuh esensi pemeriksaan kasus dugaan penistaan agama. Sedangkan, Bareskrim Polri mendalami kemungkinan perubahan makna ketika video Ahok dipangkas.


    Ahok yang mengenakan batik warna coklat tiba di Gedung Utama Mabes Polri pukul 08.15. Dia hanya melempar senyum pada semua awak media yang menunggunya. Lantas, dia masuk ke Gedung Utama. Berulang kali, saat tengah hari sejumlah ajudan Ahok menunjukkan gerak-gerik seakan-akan mantan Bupati Belitung itu akan keluar.



    Namun, ternyata pemeriksaan berlanjut hingga sore hari. Sekitar pukul 16.30, barulah dipastikan Ahok selesai diperiksa sebagai terlapor. Dia didampingi sejumlah orang, diantaranya Juru Bicara Ahok Ruhut Sitompul dan Kuasa Hukumnya Sirra Prayuna.

    Sirra menuturkan, kali ini merupakan pemeriksaan kedua. Untuk pemeriksaan kedua ini ada 22 pertanyaan yang diajukan. Ditambah dengan 18 pertanyaan pada pemeriksaan pertama, maka total pertanyaan yang diajukan ke Ahok menjadi 40. "Semua berjalan lancar, Ahok menjawab semua pertanyaan dengan baik," ujarnya singkat.


    Sementara, Ahok yang kemudian mengambil arah pembicaraan justru sikapnya berubah, tidak seperti biasanya yang terbuka dalam berkomentar. "Saya kira semua sudah jelas, kalau mau tanya yang lain ke penyidik. Saya mau pulang, lapar," ujarnya. Tidak ada satu pun pertanyaan awal media yang dijawab.



    Sementara Juru Bicara Divhumas Mabes Polri Kombespol Rikwanto mengatakan, awalnya penyidik memeriksa soal tujuan dan maksud kedatangan Ahok ke Kepulauan Seribu. "Ternyata, maksudnya ke Kepulauan Seribu itu menyampaikan perkembangan program perikanan," jelasnya.


    Namun, dalam penyampaian di pulau tersebut, ternyata dalam prosesnya Ahok mengucapkan beberapa hal. Ucapan itu kemudian disunting dan ternyata menjadi viral. "Jadi, ada kesan seolah-olah penistaan agama," ungkapnya.


    Bukankah hanya pemotongan durasi video, bukan editing yang dilakukan Buni Yani? Rikwanto menjawab bahwa editing video berupa pemotongan durasi dari yang satu jam menjadi beberapa menit. "Diambil penggalan saja," ujarnya.


    Namun, kalau ditanya, apakah pemotongan durasi itu kemudian mengubah makna atau tidak, Dia mengaku tidak bisa menjawabnya.  "Yang jelas berbeda, kalau di video itu ada kata pakai. Tapi, dalam transkip tidak ada kata pakai. Nanti yang akan mengulas adalah saksi ahli,” terangnya.



    Rencananya, gelar perkara ini akan dijadwalkan pekan depan. Soal mekanismenya, saat ini semua sedang digodok. "Inikan baru pertama kali, maka perlu diatur dulu. Lalu, soal landasan hukumnya sudah ada. Tidak ada larangan gelar perkara terbuka," ujarnya.


    Gelar perkara kasus penistaan baru kali ini dilakukan, apakah tidak terkesan mengistimewakan Ahok? Mengingat kasus penistaan agama lain, tidak dilakukan gelar perkara terbuka. Rikwanto menjawab, kasus yang lalu tentunya sudah selesai. Kalau yang kasus kali ini dibuka agar masyarakat merasa lebih terang. "Tidak ada yang curiga akan rekayasa, termasuk ke penyidik," paparnya.


    Selain itu, pekan ini Bareskrim Polri masih akan fokus terhadap pemeriksaan saksi. Sudah ada 25 saksi yang diperiksa selama ini, baik dari saksi ahli, saksi terlapor dan pelapor. "Masih ada delapan orang saksi pelapor lagi yang akan diperiksa," terangnya.


    Sementara itu, Direktur Eksekutif Emrus Corner Emrus Sihombing menyambut positif niat Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mempertimbangkan pelaksanaan gelar perkara terhadap Ahok secara terbuka di hadapan publik dan media. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan komitmen Tito yaitu akan menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok secara tegas, cepat, dan transparan.


    "Gelar perkara sangat terbuka tersebut, bahkan di hadapan media masa, menunjukkan agar tidak ada dusta di antara kita, dan sekaligus sebagai wujud revolusi metal bagi kita semua, sebagai sama-sama anak bangsa," kata Emrus.


    Oleh karena itu, Emrus mengatakan bahwa apapun keputusan yang dibuat oleh penyidik sesuai setelah dilakukan gelar perkara yang sudah terbuka tersebut harus diterima oleh semua pihak. "Sebab, bisa saja keputusan bahwa proses hukum dilanjutkan atau dihentikan terhadap Ahok," ujar pakar komunikasi publik tersebut.

    Namun, lanjutnya, dari aspek politik, hasil dari gelar perkara tersebut dapat menguntungkan atau merugikan pihak yang memiliki kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, dia berharap kepentingan politik siapapun yang diuntungkan atau dirugikan, harus diterima dengan legowo.


    Selain itu, Polri juga diharap tidak coba-coba bermain api dari gelar perkara tersebut. Polri diharapkan netral dan lepas dari kepentingan politik manapun dalam memutuskan hasil gelar perkara orang nomor 1 di ibu kota tersebut.


    "Menurut hemat saya, mudah-mudahan secara sosiologis tidak menimbulkan persoalan baru, gelar perkara yang dilakukan secara terbuka tersebut sebagai pilihan terakhir dan terbaik untuk mengakhiri polemik yang terjadi belakangan ini," imbuhnya.


    Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dia memang menyuruh Kapolri membuka gelar perkara dalam kasus Ahok. "Tetapi kita juga harus lihat apakah ada aturan hukum undang-undang yang memperbolehkan atau tidak," ujarnya usai meninaju progres pembangunan jalan tol di Jakarta Timur kemarin (7/11).


    Sebelumnya, tidak pernah ada gelar perkara sebuah kasus yang dilakukan secara terbuka. "Kalau boleh saya minta dibuka biar tidak ada syak wasangka," lanjutnya. Masyarakat bisa mengetahui bagaimana perkembangan proses hukum terhadap Ahok.


    Kemarin Jokowi juga mengunjungi sejumlah pihak yang berkaitan dengan aksi demonstrasi 4 November lalu. Dimulai dari Mabes TNI AD. Di lokasi tersebut, Presiden mengapelkan 2.185 pasukan yang terlibat dalam pengamanan aksi demonstrasi. Dia mengapresiasi kerja keras para prajurit dalam mengamankan jalannya aksi sehingga berlangsung damai sampai selesai.


    "Saya yakin bukan hanya saya, namun seluruh rakyat Indonesia memberikan apresiasi atas soliditas, kekompakan, dan penggunaan caracara persuasif," tuturnya. Dia ingin TNI dan Polri menjadi agen utama dalam mempersatuakan bangsa Indonesia yang terdiri dari 17 ribu pulau, beragam suku, ras, dan agama.


    TNI dan Polri diminta untuk tidak ragu-ragu bertindak untuk menjaga keutuhan bangsa. "Sebagai panglima tertinggi TNI, saya telah memerintahkan agar tidak mentolerir gerakan yang ingin memecah belah bangsa, mengadu domba bangsa dengan provokasi dan politisasi," tegasnya.


    Disinggung mengenai aktor politik yang dituding melakukan provokasi, Jokowi menjawab diplomatis. "Nanti kita lihat, nanti kita lihat," ucap Kader PDIP itu.

    Begitu pula saat sorenya Jokowi mengunjungi kantor PBNU. Dia diterima oleh Rais Aam PBNU KH MA’ruf Amin dan Ketua Umum Tanfidziyah NU KH Said Aqil Siroj. Dia mengapresiasi NU yang menjadi penyangga utama NKRI dan Pancasila. Khususnya, yang berkaitan dengan toleransi dan persatuan bangsa.


    Selain itu, dia mengapresiasi jajaran PBNU atas pernyataan-pernyataan yang mampu mendinginkan suasana. "Sehingga demo 4 Nvember kemarin sampai sore berjalan dengan baik dan damai," terang mantan Gubernur DKI Jakarta itu.


    Sementara itu, Said Aqil secara terbuka melontarkan kritik atas pernyataan Jokowi yang menyebut kerusuhan usai aksi demo ditunggangi aktor politik. "Tidak tepat untuk menstigma bahwa aksi damai 4/11 ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu," ujarnya. Menurut dia, lebih baik aksi demonstrasi tersebut menjadi pelajran bagi semua pihak.


    Dia juga menilai pemerintah lamban dalam melakukan komunikasi politik dengan rakyat. NU mendesak pemerintah agar segera berdialog secara lebih intensif dengan seluruh tokoh lintas agama dan para pemuka masing-masing agama. Harapannya, ke depan bisa terbangun suasana yang lebih kondusif.


    Khusus bagi warga NU, Said Aqil mengingatkan bahwa umat Islam Indonesia masih punya agenda besar. Ada tantangan ekonomi, budaya, radikalisme, dan terorisme yang masih harus diselesaikan bersama-sama demi kemaslahatan umat. "Jauh lebih besar daripada ngurusi yang satu orang ini lah (Ahok)," tambahnya. (idr/dod/byu)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top