• Berita Terkini

    Selasa, 01 Februari 2022

    Kata Mbah Muhdori Soal Cap Kebumen Kabupaten Termiskin Se Jawa Tengah

     


    Semiskin-miskinnya Kebumen, Kemajuan tetap Ada, Ajak Semua Pihak Pandai Bersyukur





    Kabupaten Kebumen saat ini telanjur dicap sebagai kabupaten termiskin se Jawa Tengah. Namun tidak bagi Muhdori. Pria kelahiran tahun 1950 itu menyebut Kebumen masa kini tetap lebih dari masa lalu. Apa kata Mbah Muhdori soal "kemiskinan"?



    ---------------

    IMAM, Kebumen

    --------------

    Suasana sejuk, nyaman dan damai sangat dirasakan di Desa Tambakagung Klirong. Beberapa kawasan di desa tersebut, masih asri dengan masih banyaknya tumbuhan di pekarangan warga. Meski sudah berumur 70 tahun namun kakek Muhdori masih dapat bekerja sebagai tukang batu.


    Dalam sebuah obrolan sesaat,  Muhdori yang kini memiliki 7 cucu dan 1 buyut ini menceritakan bagaimana kehidupan di zaman dulu. Tepatnya beberapa tahun setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945.

    Menurutnya bila dibandingkan dengan sekarang, kehidupan zaman dulu jauh dan jauh lebih sengsara. Jangan kan buat sandang, untuk mencukupi kebutuhan makan saja, sangat sulit. Dimana kala itu makanan memang sangat langka. “Siki wis pol makmure. Aku ngalami zaman langka pangan,”tuturnya, ditemui baru-baru ini.

    Diceritakannya, zaman dulu memang makanan sangat langka. Dimana sawah kala itu tidak dapat menghasilkan pada sebanyak sekarang. Zaman dulu 100 ubin sawah hanya dapat menghasilkan padi sebanyak 2,5 kwintal saja. Bandingkan dengan zaman sekarang dimana 100 ubin sawah dapat menghasilkan 8 kwintal hingga 1 ton gabah. “Pangan langka banget. Sawah parine ora bisa metu akeh,” katanya.


    Untuk memenuhi kebutuhan perut. Beberapa tumbuhan dijadikan makanan. Bahkan beberapa diantaranya kini sudah disebut dengan rumput dan tidak lagi di kategorikan sebagai sayuran. “Dulu tanaman ini (rumput) dijadikan sebagai kluban,” jelasnya.


    Bonggol batang tanaman pisang juga tidak luput dijadikan sasaran makanan.Termasuk batang tanaman pepaya. Ini diolah dengan cara diparut, dibuang airnya kemudian dicampur dengan gula dan dikukus. “Ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan makan,” ungkapnya.


    Baru kemudian setelah itu ada makanan bulgur dari pemerintah.  Adapula makanan berupa gedabel yang terbuat dari kulit biji jagung. Setelah itu di tahun berikutnya, makanan sega gelut yakni campuran antara oyek dan nasi, mulai dilakukan oleh masyarakat. “Dari tahun ke tahun zaman terus mengalami peningkatan kemakmuran. Ini yang patut kita syukuri,” ucapnya. (mam)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top