• Berita Terkini

    Minggu, 16 Januari 2022

    Mengenal Raden Said, Bupati Kebumen di Era Awal Kemerdekaan


    Cerita Satu Koper Uang dan Ungkapan Seorang Petarung




    KEBUMEN-Raden Said mungkin samar terdengar dan hanya diketahui oleh beberapa generasi lanjut usia di Kebumen. Selain itu tentunya di lingkaran keluarga tertentu. Namun figur satu ini menjadi salah satu dari sekian banyak saksi bagaimana Pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang berakhir. Selain itu tentunya menjadi saksi bagi lahirnya pemerintahan baru di Republik Indonesia.

    --------------------

    IMAM, Kebumen

    -------------------

    Selain menjadi saksi perpindahan zaman, Raden Said juga menjadi bagian dari struktur pemerintahan yang baru terbentuk di daerah yaitu Kabupaten Kebumen. Beliau tercatat sebagai Bupati Kebumen pertama di era pasca kemerdekaan 1945.


    Peneliti Sosial dan Pegiat Wisata Sejarah di Historical Study Trips Teguh Hindarto SSos MTh menyampaikan dalam buku Gelegar di Bagelen: Perjuangan Resimen XX Kedu Selatan 1945-1949 dan Pengabdian Lanjutannya, dapat melihat sebuah fragmen peran Raden Said. Ini dalam Struktur Pemerintahan Republik Indonesia di Kabupaten Kebumen.


    “Dimana beliau menyerahkan uang Jepang yang waktu itu masih berlaku sebanyak satu koper (tidak disebutkan jumlahnya). Ini untuk membiayai Badan Keamanan Rakyat di Kebumen,” tutur Teguh.


    Disampaikannya, Jabatan terakhir Raden Said di Era Pemerintahan Hindia Belanda adalah Bupati Magelang. Ini pada tahun 1939-1942. Raden Said adalah Bupati Magelang keenam yang ditetapkan pada tanggal 6 November 1939. 

    “Adapun Bupati Magelang sebelumnya adalah Raden Tumenggung Danuningrat I, Raden Tumenggung Danuningrat II, Raden Tumenggung Danuningrat III, Raden Ario Danoekoesoemo, Raden Adipati Ario Danoesoegondo,” katanya.


    Disampaikan pula, dalam sebuah berita saat pelantikan beliau sebagai Bupati Magelang dimuat di surat kabar De Indische Courant pada 9 November 1939. Diperoleh jika Raden Said dilahirkan di Kebumen dan putra seorang asisten wedana. 

    Setelah menyelesaikan Europeesche Lagere School (sekolah dasar Eropa), Raden Said melanjutkan studi di OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren - Sekolah Pendidikan Pribumi untuk Pegawai Negeri Sipil) sampai tahun 1914. 


    “Karir pekerjaannya dimulai sebagai wedono di Jawa Timur, di Sidoardjo dan Pare. Setelah itu diangkat menjadi patih di Tuban, kemudian dipindahkan ke Magetan. Sebagai patih di Magetan, beliau juga menjadi pejabat bupati di sana selama satu tahun, hingga mendapatkan penghargaan dari pemerintah Belanda,” jelasnya. 


    Dalam sebuah sambutan yang disampaikan Raden Said saat dilantik sebagai Bupati Magelang sebagaimana dilaporkan surat kabar De Locomotief (9 September 1939) dengan judul berita, Magelangs Nieuwe Regent: Heden Door Gouverneur Bertsch Geinstalleerd (Bupati Magelang Baru: Dilantik Hari Ini Oleh Gubernur Bertsch) didapati sebuah prinsip bekerja yang patut diteladani. 


    Dalam kesempatan saat menjawab sambutan Gubernur Midden Java dan Residen Kedu, Raden Said berkata, "Tidak diragukan lagi, Tuan Gubernur, bahwa banyak, mungkin sangat banyak kesulitan yang menunggu saya, tetapi kesulitan ada untuk diatasi, bukan untuk dihindari (maar de moeilijkheden zijn er om overwonnen te worden, niet om ze uit den weg te gaan)"


    “Kalimat ini bukan hanya mencerminkan pengalaman seseorang yang sudah matang ditempa persoalan namun juga sebuah mentalitas petarung dan pekerja yang bertekad mengatasi persoalan  sampai tuntas dan tidak mudah menyerah serta mencari jalan pintas,” jelasnya.


    Raden Said wafat di Purwokerto tahun 1973 dan dikebumikan di pemakaman Nyimban di Karangasem Karangsari Kebumen. “Kiranya semangat pengabdian dan pelayanan masyarakat yang dimiliki Raden Said memberikan inspirasi dan keteladanan bagi kita semua, terkhusus para pemangku kepentingan politik dan pemerintahan serta generasi muda,” ucapnya. (mam)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top