• Berita Terkini

    Minggu, 06 Juni 2021

    Warga Buluspesantren Pertahankan Tradisi Kompangan

     


    KEBUMEN(kebumenekspres.com)- Pernikahan merupakan sebuah hal yang sakral, terlebih di masyarakat Jawa. Maka tidak heran jika prosesi pernikahan terkait erat dengan kearifan lokal di masing-masing daerah. Bahkan di Kecamatan Klirong sendiri terdapat tradisi membuat pagar bambu pada pernikahan anak pertamanya.


    Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa itu menggambarkan jika setiap daerah memiliki adat yang berbeda. Peribahasa lain yang juga memiliki makna hampir sama yakni desa mawa cara negara mawa tata. Dimana setiap daerah memiliki keafiran lokal masing-masing.


    Di Kacamatan Buluspesantren sendiri terdapat trasidi  kompangan. Tradisi tersebut dilaksanakan untu menyambut pengantin baru di rumah mempelai pria, atau dalam istilah lain disebut juga dengan Ngunduh Mantu. 


    Tradisi Kompangan yakni pengantin baru dan keluarga dari mempelai wanita disambut dengan alunan musik rebana. Bersamaan dengan hal tersebut dikumandangkan pula Sholawat Nabi. Tradisi tersebut seperti yang terjadi di Desa Tambakrejo Kecamatan Buluspesantren, Minggu (6/6/2021). Meski tradisi Kompangan dibalut dengan kesederhanaan namun tidak mengurangi kemeriahan.


    Salah satu warga setempat Samakun (65) mengaku mempertahankan tradisi tersebut. Ini dikarenakan memiliki kebanggaan tersendiri. Meskipun tidak dipungkiri, pada saat Pandemi Covid-19 merebak, pihaknya dan para anggota harus “menggantungkan rebananya”. Ini dikarenakan tidak adanya hajatan di masyarakat. “Ya memang kemarin pas awal pandemi memang sepi job. Namun Alhamdulillah kini bisa kembali memainkan rebana bersama dengan teman teman di hajatan,” katanya. 


    Sementara itu Pasangan Pengantin Farid dan Mekar yang merupakan pengantin baru mengungkapkan rasa kagumnya pada tradisi Kompangan tersebut. Menurut mereka, tradisi itu bisa menjadi sebuah kenangan tersendiri di kemudian hari. 


    ereka juga berharap, agar tradisi Kompangan tersebut bisa tetap dipertahankan dan terus lestari dan disukai oleh para generasi muda. “Awalnya si kaget, begitu tiba langsung disambut dengan musik rebana, akan tetapi menjadi cukup meriah," ucapnya. (mam)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top