• Berita Terkini

    Senin, 22 Februari 2021

    Usai Tetapkan Tersangka, Jaksa Geledah Kantor BPR BKK Kebumen




    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Setelah menetapkan dan menahan dua tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kebumen bergerak cepat mengusut kasus  Bank BPR BKK Kebumen.  Pada Senin (22/2/2021), Jaksa menggeledah Bank BPR BKK Kebumen. Dari penggeledahan tersebut, Korps Adhyaksa menyita satu koper berisi berkas.



    Adapun beberapa berkas yang berhasil diamankan diantaranya meliputi berkas kredit atas nama empat orang. Foto Copy Peraturan Direksi PD Bank BPR BKK Kebumen, laporan keuangan, notulen rapat pemegang saham, foto copy transaksi dan masih banyak lainnya.


    Kajari Kebumen Slamet Riyanto SH MH melalui Kasi Pidsus Budi Setyawan SH MH menyampaikan Kejaksaan Kebumen telah menetapkan dan menahan dua tersangka yakni Giyatmo dan Karsimin. Hal ini berkaitan dengan dugaan tipikor pemberian kredit pada Bank BPR BKK Kebumen. Adapun kerugian negera diperkirakan kurang lebih Rp 13 miliar. "Nanti dipersidangan akan ditentukan siapa yang paling bertangungjawab terhadap kerugian negara yang timbul dalam perkara ini. 




    Budi Setyawan menegaskan perkara Bank PD BPR BKK Kebumen memang pernah disidangkan. Kala itu terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun demikian Dalam kontek pencairan kredit belum pernak disidangkan perkara tindak pidana korupsinya. “Perkara itu memang sudah pernah disidangkan. Namun khusus dalam kontek pencairan kredit pada PD BPR BKK belum pernah disidangkan perkara tindak pindana korupsinya. Prisipnya seperti itu,” tegasnya.


    Adapun dua tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider Pasal 3 Udang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2021.  Selanjutnya Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 

    Sebelumnya diberitakan, Kejari Kebumen telah menetapkan tersangka dan menahan dua tersangka dugaan tipikor pemberian kredit pada Bank BPR BKK Kebumen Tahun Anggaran 2011. Dua tersangka yakni Giyatmo dan Kasimin. Dalam kasus tersebut kerugian negara diperkirakan kurang lebih Rp 13 miliar.


    Catatan koran ini, kasus PD BPR BKK Kebumen terjadi pada tahun 2011. Kasus bermula saat Giyatmo mengajukan pinjaman senilai Rp 13 miliar pada Bank BPRBKK. Dalam prosesnya pengajuan persyaratan hingga pencairan diketahui bermasalah. 


    Selain melebihi jumlah batas maksimal pemberian kredit (BMPK), uang tersebut diajukan menggunakan tiga nama debitur lain. Namun dalam proses pencairannya, masuk ke rekening Giyatmo.


    Kasus ini kemudian diproses hukum setelah seorang pengusaha asal Kabupaten Banyumas, Hidayat, melapor kepada Polda Jawa Tengah telah menjadi korban penipuan investasi bodong oleh Giyatmo dan pelaku lain Dian. Dalam hal ini Hidayat tertipu Rp 23 miliar.

    Dari jumlah itu, sudah dikembalikan sebagian oleh Giyatmo setidaknya Rp 11 miliar. Nah, jumlah ini yang kemudian menjadi masalah. Karena uang yang diserahkan Giyatmo kepada Hidayat merupakan pinjaman dari PD BPR BKK Kebumen.

    Hingga kemudian di tingkat persidangan di PN Kebumen pada tahun 2015, Giyatmo divonis bersalah dan divonis 3,5 tahun. Selain itu, Majelis Hakim PN Kebumen memerintahkan uang Rp 8,7 miliar yang terbukti sah milik Hidayat dikembalikan kepada pemilik. 

    Dalam persidangan terungkap, ada kejahatan lain yang belum tersentuh yakni kejahatan perbankan. Khususnya soal proses pencairan pinjaman kepada Giyatmo yang jelas-jelas menyalahi prosedur. Hingga kemudian, Budi Santoso yang pada tahun 2011 menjabat direktur utama menjadi tersangka dan divonis bersalah pada tahun 2018. 

    Terkait hal itu pula, Pakar Hukum Pidana, Dr Yenti Garnarsih SH MH, pernah mendorong penegak hukum serius menangani perkara kejahatan perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mantan Direktur Utama PD BPR BKK Kebumen, Budi Santoso. Dalam perkara ini, Yenti Garnarsih meyakini Budi Santoso tidak bergerak sendiri.

    "Dalam perkara seperti ini jajaran direksi pasti terlibat. Juga pihak-pihak yang terafiliasi dengan bank. Saya kira penegak hukum instingnya sudah ke sana. Dalam perkara ini, penegak hukum seharusnya membuat  BAP baru (menetapkan tersangka lain)," ujar Yenti Garnarsih 15 Oktober 2017.

    Dengan melihat rangkaian peristiwa tersebut, kata Yenti Garnarsih, penegak hukum sebenarnya sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Setidaknya dalam dua hal. Pertama mencari pihak-pihak terlibat dalam pengajuan hingga proses pencairan dana PD BPR BKK Kebumen. Seperti  manajer kehati-hatian, manajer perkreditan. Dalam hal ini, mencari tahu mengapa pengajuan pinjaman Giyatmo itu disetujui meski dari sisi persyaratan tidak terpenuhi.

    "Dan Saya kira tidak mungkin gratis. Jadi penegak hukum seharusnya menelusuri kemungkinan penerimaan gratifikasi atau suap terkait pencairan dana bermasalah ini," kata doktor pertama TPPU di Indonesia tersebut. 

    Setelah itu, kata Yenti, penegak hukum baru melakukan pengembangan berikutnya. Yakni menelusuri aliran uang Rp 13 miliar milik PD BPR BKK Kebumen yang dipinjam Giyatmo. Bukan tidak mungkin aliran uang haram itu mengalir kepada penyelenggara negara. 

    "Penggunaan uang ini yang harus dilacak oleh penegak hukum untuk dapat mengembalikan uang PD BPR BKK Kebumen. Kalaupun sudah kemana-mana aliran uangnya, semestinya masih bisa dilacak, meski ada kemungkinan sudah tak bisa kembali utuh," kata Yenti yang sejak awal memang dimintai pendapatnya dalam perkara tersebut.(mam/cah) 

    Catatan redaksi: foto berita ini telah diganti pada Selasa (23/2) pukul 19.00 WIB karena pada berita sebelumnya terdapat salah pemasangan foto.


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top