• Berita Terkini

    Jumat, 10 Juli 2020

    Optimalisasi Program JMS Via Media Daring di Masa Pandemi Covid-19

    Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) merupakan program kejaksaan yang dibentuk sebagai salah satu rangkaian pencegahan tindak pidana, yang dimaksimalkan melalui bidang Intelijen atau Penerangan Hukum (Penkum). Bentuk kegiatan itu melalui penyuluhan hukum di sekolah-sekolah mulai SD, SMP hingga SMA.

    Penerangan hukum ini diharapkan mampu menjadi sebuah proses pembentukan karakter anak bangsa dalam menumbuhkan moral bangsa yang tertanam pada jiwa anak bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila sehingga kedepannya terbentuk anak bangsa yang berkarakter nasionalis dan anti korupsi.

    Dengan adanya penerapan Jaksa Masuk Sekolah (JMS), memang menunjukkan capaian yang cukup baik, sebagaimana data dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada 2015 telah berhasil melaksanakan program JMS di sejumlah daerah, mencakup  36 Sekolah Dasar (SD), 145 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 429 Sekolah Menengah Atas (SMA), tentu di tahun 2016 hingga 2020 ada capaian yang lebih baik lagi, terbukti masih di Tahun 2015 sudah berhasil melibatkan 557 sekolah dan 211.252 pelajar. Program JMS tersebut dilaksanakan berdasarkan Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 024/A/JA/08/2014 tentang Administrasi Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun pelaksana programnya adalah para Jaksa fungsional, pakar, psikolog, dan pemuka masyarakat, beberapa topik materi yang diangkat diantaranya ada bahaya penyalahgunaan narkoba, korupsi, cyber bullying, cyber terorisme, dan kekerasan seksual.

    Melihat topik materi yang diangkat dalam program Jaksa Masuk Sekolah tidak jauh beda dengan yang diangkat oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK). Dengan demikian sangat tepat dimasa Pademi Covid-19 adanya kolaborasi instansi kejaksaan dengan sekolah, yang secara spesifik bekerjasama dengan guru Bimbingan Konseling. Dalam hal ini juga bisa dilakukan kerjasama dengan Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun Perkumpulan Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Indonesia (MGBKI).

    Tidak bisa dipungkiri antara Jaksa Masuk Sekolah dan guru Bimbingan Konseling (BK) memang ada kesamaan dari sisi topik materi, hanya sajan dengan adanya penerapan pembelajaran secara daring (online) yang bertujuan untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Dengan demikian materi yang diberikan kepada para pelajar dapat dilaksanakan melalui aplikasi Zoom atau bisa juga melalui aplikasi Google Classroom, dan Hangouts Meet-Google Meet. Pembelajaran daring bukanlah sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan. Tentu akan menjadi lebih baik, apabila ada surat edaran dari pimpinan Kejaksaan Agung, maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang menjadikan program daring menjadi solusi keadaan saat ini, untuk memaksimalkan dan menjalankan Program Jaksa Masuk Sekolah. 

    Sebagaimana pandangan Guru Bimbingan dan Konseling SMK Negeri 1 Mesuji Raya, Palembang, Umi Falikha, juga memandang yang sama. Ia memberikan gambaran kalau program JMS sangat tepat apabila adanya kerjasama antara Kejaksaan dengan guru Bimbingan dan Konseling, atau dengan ABKIN dan MGBKI. Dengan begitu bisa sejalan dengan salah satu motto kejaksaan, Kenali Hukum Jauhi Hukuman khususnya pada para siswa. Menurutnya, pemberian edukasi melalui program JMS bisa menjadi upaya pencegahan yang efektif, bagi generasi muda. Ia mengatakan, materi antara Guru Bimbingan dan Konseling tidak jauh berbeda dengan program JMS, yang membedakan hanya langsung diberikan oleh seorang jaksa.

    “Para siswa masuk dalam usia yang rentan dengan tindak kriminal. Biasanya materi yang diberikan dalam Program JMS tentang pencegahan narkoba, bullying, hingga korupsi. Ada juga pengenalan proses hukum agar anak sejak dini sudah sadar hukum,”katanya.

    Guru Bimbingan dan Konseling SMK Negeri 1 Demak, Wiwin Setyawan, menilai dengan adanya penerapan program JMS, maka murid sudah mulai dikenalkan dan diajari tentang hukum. Menurutnya hal itu penting supaya ketika ada persoalan di lingkunganya, maka para siswa sudah tahu prosedur hukumnya. Selain itu bisa memberi informasi hukum pada orang lain di lingkungan rumahnya.
      Koordinator Program Cyber Counseling Lembaga Bantuan Hukum Rumah Pejuang Keadilan Indonesia, Tulus Wardoyo, yang mengatakan bahwa adanya Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) sangat bermanfaat untuk menumbuhkembangkan kesadaran hukum bagi masyarakat secara umum dan pelajar secara khusus. Menurutnya para pelajar memang sudah seharusnya mendapat ilmu hukum sejak dini.
    “Program JMS nantinya bisa sekaligus untuk mengenalkan produk hukum seperti undang-undang serta mengenal keakraban lembaga Kejaksaan dan tupoksinya di kalangan pelajar,”kata Tulus Wardoyo.
    Jaksa Agung Republik Indonesia Ke-23, Dr (Hc). Muhammad Prasetyo, juga pernah menyampaikan keinginannya agar program JMS dapat diterapkan dalam kurikulum anti-korupsi untuk siswa di SMP dan SMA. Dengan demikian bisa bertujuan untuk memberikan arahan, pendidikan, pemahaman tentang hukum kepada para peserta didik sejak usia dini. Prasetyo juga berharap siswa tidak hanya mengetahui dan memahami, tetapi juga patuh dan menaati hukum. Sehingga jika nanti mereka punya posisi dan kedudukan bisa membentengi diri dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum, terlebih lagi dari korupsi.

    “Pemahaman hukum penting diterapkan sejak dini di sekolah. Kalau mereka sudah memahami, mengetahui, diharapkan akan patuh dan menaati hukum,"kata Muhammad Prasetyo saat menandatangani nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Tahun 2016-2019, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada 28 September 2017, lalu. (jks)

    Oleh: Joko Susanto


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top