• Berita Terkini

    Minggu, 05 Januari 2020

    2019, Penanganan Perkara Korupsi di Tipikor Semarang Menurun

    SEMARANG- Perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang berhasil disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu diketahui dari data yang disampaikan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang, dalam agenda diskusi “Corruption Case Update”  terkait Catatan Akhir Tahun Perkara Tipikor di Jawa Tengah, pada Jumat (3/1/2020).

    Adapun acara itu dipusatkan di Aula Gedung Debora Ong, Jalan Kenconowungu III, Nomor 18-B, Karangayu Semarang. Yang dihadiri sejumlah organisasi dan komunitas. Diantaranya, Komunitas Peduli Hukum (KPH) Jawa Tengah, Kartini Karangtaruna Kota Semarang, Komunitas Pemerhati Korupsi (Kompak) Jawa Tengah, Lembaga Bantuan Hukum Rumah Pejuang Keadilan Indonesia (LBH RUPADI) dan Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Semarang Raya serta sejumlah awak media Semarang.

    Dari catatan GMPK Semarang diketahui, pada 2019 hanya ada 95 perkara yang masuk untuk disidangkan. Sedangkan2018 hanya ada 98 perkara. Kemudian di tahun 2017 mencapai 110 perkara disidangkan. Lalu, di tahun 2016 ada 148 perkara, terakhir di 2015 ada 165 perkara.

    Adapun uraian GMPK Semarang, lebih fokus pada perkara Tahun 2019. Dalam rilisnya dari 95 perkara, jumlah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya 9 perkara. Sehingga KPK juga turun 1 angka dari 2018 lalu yang mampu tangani sampai 10 perkara. Sedangkan sisa perkara lebih banyak ditangani Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Agung dan limpahan kepolisian.

    “Untuk tahun 2019 ini, ada 111 tersangka yang disidangkan. Angka itu tidak begitu berpengaruh banyak dibanding 2018, yang jumlahnya ada 112 orang pelaku korupsi. Namun dari 2019 ada yang masih menjadi terdakwa dan kebanyakan sudah menjadi terpidana korupsi,”kata Sekretaris GMPK Kota Semarang, Okky Andaniswari.
    Dijelaskannya, dari berbagai pelaku itu, unsur paling dominan dari sisi pekerjaan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 34 pelaku, dilanjut perangkat desa sebanyak 29 pelaku, kemudian pegawai dan pimpinan di BPR, BUMD dan PDAM ada 21 pelaku. Sedangkan jumlah pelakunya dalam satu perkara berjumlah 1 hingga 3 orang. Menurutnya, kalau jumlah pelaku hanya 1 orang sangat tidak masuk akal dalam kasus korupsi, karena namanya korupsi pasti dilakukan dengan cara jamaah.

    “Untuk unsur bupati, sekda dan staf bupati ada 5 pelaku, ada juga pimpinan DPR sebanyak 2 pelaku. Unsur hakim 1 dan pegawai kejaksaan ada 3 pelaku. Jadi aneh kalau dalam satu kasus korupsi cuma satu pelaku, karena pastinya tindakan korupsi itu dilakukan berjamaah, untuk itu kami minta aparat penegak hukum jangan pilih-pilih calon tersangka,”ungkapnya.

    Dari perkara tersebut, ada empat perkara korupsi yang mampu mengegerkan masyarakat. Beberapa perkara tersebut, ditangani oleh KPK, yakni perkara yang menjerat mantan Bupati Purbalingga, Tasdi, mantan Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan, mantan Ketua DPRD Kebumen, Cipto Waluyo, Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil, yang saat ini, masih dalam proses sidang. Dua perkara ditangani kejaksaan adalah kasus mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman dan tiga oknum kejaksaan yang menjerat Kusnin, M Rustam Effendi dan Benny Chrisnawan.

    “Kalau melihat peta kota / kabupaten-nya paling dominan perkara yang banyak di ungkap di Klaten dan Semarang maupun Ungaran, totalnya masing-masing ada 8 perkara. Kalau urutan bulan paling banyak di Januari ada 14 perkara, selebihnya dibawah 9 perkara,”bebernya.

    Sementara itu, Ketua Komunitas Pemerhati Korupsi (Kompak) Jateng, Darma Wijaya Maulana, menambahkan, dalam kasus itu juga ada perkara yang belum menyentuh orang yang layak dijadikan pelaku, sebagaimana fakta dalam sidang. Diantaranya, kasus dugaan suap kenaikan jabatan di Kabupaten Kudus yang diduga juga melibatkan mantan ajudan Bupati Kudus Uka Wisnu Sejati, karena statusnya hanya saksi. Kemudian kasus besar yang melibatkan oknum jaksa dan PNS di Kejati Jateng.

    Atas berbagai kasus korupsi yang sudah di sidang itu, menurutnya, bukan berarti pemasalahan korupsi turun di Jawa Tengah. Melainkan keseriusan aparat penegak hukum untuk memberantas tipikor yang patut dipertanyakan. Namun demikian, pihaknya tetap meminta penanganan perkara Tipikor tetap harus memiliki rasa keadilan, dengan melihat jumlah kerugian negara. Sehingga tidak pilih-pilih pelaku. Pihaknya juga meminta kasus yang ditangani Kejati Jateng untuk segera di tuntaskan, termasuk meminta KPK untuk mengembangkan kasus mantan Bupati Tasdi, karena hanya menjerat satu pelaku dalam perkara itu.

    "Kami juga mengajak peran serta masyarakat untuk turut serta memantau sidang perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, agar bisa bersama mengawal secara benar, sehingga fakta yang terungkap bisa di ditindak lanjuti bersama," tandasnya. (Jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top