• Berita Terkini

    Rabu, 20 November 2019

    Wacana Calon Tunggal Mengemuka di Pilbup Kebumen 2020

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Perjalanan politik selalu dinamis dan penuh dinamika. Semua hal dan kemungkinan dapat terjadi di dunia politik. Di Kebumen sendiri kini wacana Pilihan Bupati (Pilbup) tahun 2020 dengan calon tunggal mulai mengemuka.

    Hadirnya paslon tunggal pada sebuah kontestasi politik merupakan kemunduran besar demokrasi dan kegagalan partai politik dalam menjalankan tugasnya. Namun, dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ada sekarang sangat mungkin munculnya paslon tunggal. Dan Pilbup tetap bisa berjalan dengan menambah kotak kosong sebagai lawannya. 

    “Kekhawatiran akan munculnya pasangan calon bupati dan wakil bupati tunggal pada pemilihan kepala daerah Kebumen 2020 pun sempat menghantui beberapa kalangan, terutama para aktivis pro demokrasi. Termasuk saya,” tutur salah satu pengamat politik Kebumen Arif Yuswandono, Selasa (19/11/2019).

    Dijelaskannya Pilbup, berbeda dengan pemilihan kepala desa, yang tidak bisa digelar jika hanya satu orang calon yang mendaftar.  Menurut data yang dirilis KPU, pada perhelatan pemilihan kepala daerah 2018 di 171 provinsi, kabupaten, dan kota, ada13 daerah yang diwarnai dengan munculnya satu pasangan calon saja. Munculnya calon tunggal juga terjadi saat diselenggarakan pilkada pada 2015 dan 2017 silam.

    “Penyebab utama munculnya paslon tunggal adalah beratnya syarat yang harus dipenuhi partai politik untuk mengajukan paslon kepala daerah. Ada syarat ketercukupan jumlah kursi (di DPRD) yang membuat partai tak bisa secara independen mengusung paslonnya. Partai harus bekerja sama dengan partai-partai lain untuk bisa mengajukan paslon," jelanya yang juga merupakan pegiat media dan pemerhati kebijakan publik Kebumen itu.

    Arif menyampaikan berdasarkan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, Partai atau gabungan partai dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

    Faktor kedua lanjutnya, terkait dengan rekrutmen figur-figur yang akan diajukan di pilkada. Terbuka peluang figur yang sudah direkrut satu partai tidak diterima oleh partai-partai lain yang tergabung di koalisi. Selain itu, ketika mengajukan figur yang bukan berasal dari partai, misalnya dari TNI, Polri, atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), partai terkendala dengan aturan bahwa figur tersebut harus mundur dari institusi tempat ia bekerja sebelum bisa diajukan menjadi calon kepala daerah.
    Faktor lain yang mendorong munculnya paslon tunggal adalah mahalnya 'uang mahar atau uang beli kendaraan' yang ditetapkan oleh partai untuk memberi rekomendasi dukungan.

    "Tingginya uang mahar mendorong paslon untuk berpikir dua kali ketika maju di pilkada. (Kalau ia kalah) uang yang ia keluarkan di pilkada akan sia-sia," terang Arif.

    Di luar urusan mahar, paslon juga harus memikirkan biaya lain, mulai biaya kampanye hingga uang untuk membayar saksi di tempat pemungutan suara. Seorang kawan membuat simulasi kebutuhan anggaran seorang paslon pada Pilbup Kebumen sekitar 25 miliar rupiah.  Jumlah ini belum jaminan menang.

    Di Kebumen saat ini, terlalu dini untuk memprediksi siapa saja paslon yang akan berlaga pada Pilkada 2020 mendatang. Apalagi kemungkinan munculnya paslon tunggal. Pendaftaran paslon baru dibuka akhir Februari atau awal Maret tahun depan, masih ada waktu tiga bulan lebih.

    Potret yang ada saat ini masih sangat prematur sebagai dasar analisa. Misalnya fenomena penjaringan bakal calon bupati dan wakil bupati yang digelar oleh DPC PDI Perjuangan Kebumen beberapa waktu lalu. Bakal calon yang mendaftar dan para pimpinan parpol yang mengantar belum jaminan akan mendapatkan rekomendasi atau berkoalisi. Meski tidak menutup kemungkinan. “Politik itu cair dan sangat dinamis, bisa bergerak berubah dalam hitungan hari, bahkan menit. Tradisi DPP PDI Perjuangan biasanya akan mengeluarkan rekomendasi pada detik-detik terakhir waktu pendaftaran,” ungkapnya.

    Jika melihat pergerakan politisi di Kebumen baik itu pimpinan parpol, para tokoh termasuk para 'blantik', Arif menilai tidak melihat adanya peluang munculnya paslon tunggal pada Pilkada Kebumen 2020 mendatang.

    Hanya saja, bagaimana jika paslon tunggal betul-betul terjadi pada Pilkada Kebumen tahun depan. Jika paslon tersebut menang, maka mereka tidak layak berbangga, karena hekekatnya tidak berkompetisi. Namun bagaimana jika paslon tunggal tersebut dikalahkan oleh kotak kosong. Undang-undang mengatakan paslon yang kalah bisa maju dalam pemilihan berikutnya, yang bisa digelar satu tahun kemudian.
    Kalau ternyata dalam pemilihan ulang paslon tunggal tersebut tetap kalah, maka pemerintah akan menugaskan penjabat gubernur, penjabat bupati, atau penjabat wali kota.
    "Yang ini belum pernah terjadi. Pernah hampir terjadi di Pati, tapi setelah dihitung ulang, ternyata suara paslon tunggal mencapai lebih dari 50 persen, " terang Arif.
    Hal hampir senada juga disampaikan oleh Ketua Komite Kajian Kebijakan Daerah (K3D) Kebumen, Hariyanto Fadeli. Pihaknya menyamapaikan menyikapi dinamika politik saat ini jelang pilkada serentak tahun 2020 yang datang, ada beberapa kondisi yang penting untuk disikapi. Ini meliputi partai politik yang mempunyai kursi di DPRD Kebumen masih cenderung menunggu dan melihat (wait & see) peta politik yang saat ini berjalan. Diluar PDI Perjuangan (12 kursi) yang sudah membuka penjaringan bakal calon, partai – partai besar seperti: PKB 9 kursi, Gerindra 7 kursi, dan Partai Golkar dg 6 kursi, bisa dikatakan masih “adem ayem” dengan belum dibukanya penjaringan bakal calon bupati/wakil bupati.
    Belum dibukanya penjaringan ini oleh partai – partai yang menduduki jabatan pimpinan di DPRD, apakah merupakan sinyalemen bahwa sudah ada “kandidat” yang sudah mereka persiapaan, ataukah memang belum ada “keberanian” bagi partai – partai tersebut untuk membuka ajang pertempuran jelang kontestasi pilkada tahun 2020. Ataukah masih ada strategi politik yang dilakukan saat ini dalam rangka membangun koalisi. “Publik Kebumen saat ini penuh dengan tanda tanya,” paparnya.
    Menurut Hariyanto Fadeli, yang menarik adalah ketika masing – masing partai ternyata sudah terkondisi dalam mengusung bakal calon. Ternyata bakal calon yang diusung adalah orang yang sama. Dimana hal ini bisa memunculkan calon tunggal dalam pilkada serentak tahun 2020. “Bila hal ini terjadi, maka sangat mencederai dinamika demokrasi yang sangat diagung – agungkan,” paparnya.
    Untuk menghindari hal yang demikian tidak terjadi, Menurut Hariyanto, sebaiknya partai – partai yang memungkinkan mengusung pasangan calon melalui jalur koalisi harus mulai menyiapkan kuda – kuda. “Seperti halnya PPP dengan 4 kursi bisa ber”koalisi” dengan Partai Nasdem (4 kursi) dan PKS (2 kursi). Atau mungkin PAN (3 kursi) bergabung dengan Partai Demokrat (3 kursi) sekaligus berkolaborasi dengan PPP ataupun Nasdem, bisa mengajukan 1pasangan calon yang diusung dalam pilkada Kebumen tahun 2020.
    “Seandainya partai – partai yang mempunyai kursi di DPRD Kebumen apatis atau bahkan tidak menggunakan “hak” nya dalam pilkada dengan membangun koalisi, maka pasangan calon tunggal untuk melawan kotak kosong kemungkinan dapat terjadi,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top