• Berita Terkini

    Jumat, 08 November 2019

    Penolakan MTA di Kebumen Kembali Memanas

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Sempat tenang beberapa saat, persoalan terkait keberadaan Majlis Tafsif Al Quran (MTA) di Kebumen kembali memanas. Kali ini, giliran warga Desa Meles Kecamatan Adimulyo yang menolak keberadaan ormas tersebut.

    Penolakan ini mereka luapkan dengan menolak para jamaah MTA yang akan menggelar pengajian di wilayah tersebut, Kamis (7/11/2019) kemarin. Pantauan Kebumen Ekspres, warga memasang sejumlah spanduk yang berisi penolakan terhadap MTA.

    Tak hanya itu, ratusan warga terlihat bergerombol sejak pukul 14.00 WIB. Mereka terlihat duduk-duduk di pinggir jalan tak jauh dari sebuah rumah yang berlokasi tak jauh dari Masjid Baiturahim Dukuh Krangweni RT 2 RW 4 desa setempat.

    Puncaknya, saat sebuah mobil Toyota Avenza hendak masuk ke lokasi pengajian sekitar pukul 15.00 WIB,  warga langsung melakukan penghadangan. Intinya, warga melarang mobil tersebut masuk ke lokasi pengajian MTA.  "Pokoke ora ulih mlebu, kudu bubar...!!," kata seorang pria sembari menghadang tepat di depan mobil .

    Sejumlah warga lain yang terus berdatangan membuat situasi semakin memanas.  Hingga akhirnya penumpang mobil yang juga anggota warga MTA turun dan memarkirkan mobilnya di lokasi lain.


    Beranjak sore, situasi semakin memanas. Tak terkecuali, kaum perempuan ikut melakukan aksi penolakan sembari membaca takbir dan solawat. Mereka menabuh kaleng bekas, piring, dan menggunakan pengeras suara mereka meminta MTA untuk bubar.  "MTA bubar, ora bubar dibakar...!," ujar sejumlah kaum perempuan itu. Hingga pukul 15.53 WIB masa MTA membubarkan diri.

    Salah satu warga Desa Meles, H Mulyono (50), mengaku pengajian yang dilakukan MTA di lokasi itu sudah membuat warga resah. Pasalnya, para jamaah MTA diketahui sudah sekitar 9 bulan lalu. Persisnya, sejak penolakan serupa yang terjadi di Desa Sidomukti Kecamatan Adimulyo.

    Sama halnya dengan warga Sidomukti yang melakukan penolakan, warga Meles ikut menolak keberadaan MTA. "Pengajian sudah 9 bulan. Baru kali ini kami menggelar aksi penolakan, kami harap mereka (MTA) pindah," katanya kepada Ekspres kemarin.

    Menurut Mulyono, pengajian MTA digelar setiap hari Kamis. Dalam setiap pengajian, ada sekitar 50 hingga 100 jemaah yang datang dari berbagai daerah di Kebumen. "Banyak mas, bisa sampai 100 an orang, mereka dari Kutowinagun, Kebumen, dan lainnya," kata Mulyono.

    Salah satu warga lain, Edi Sampurno, mengatakan, aksi kemarin merupakan aksi damai. Bilapun warga melakukan penolakan, itu merupakan kesepakatan warga yang meminta MTA untuk pindah dan tidak melakukan pengajian di Desa Meles Kecamatan Adimulyo.

    "Aksi ini bukan fanatik, hanya kami meminta lokasi pengajian tidak ada di Desa Meles, silahkan melakukan pengajian asal jangan di desa kami, harus pindah dari Meles," katanya di sela - sela aksi.

    Edi Sampurno, mengatakan sebelum munculnya aksi ini pihaknya bersama warga sudah bernegosiasi di kantor desa terkait pengajian yang digelar oleh MTA. Namun pihak MTA masih terus melakukan kajian rutin setiap hari Kamis.
    "Sudah dikasih peringatan namun tidak direspon dan kita sudah sering berkomunikasi, namun tetap melakukan kajian di rumah Mahmudin Sadi Hartono yang juga pimpinan MTA di Adimulyo," kata Edi.
    Lebih lanjut kata Edi, penolakan warga adanya pengajian yang digelar MTA bukan karena membenci terhadap fahamnya. Namun, warga tidak setuju terkait lokasi, yakni di Desa Meles. Selain itu masyarakat Desa Meles masih menguri -uri budaya dan kearifan lokal desa setempat.

    "Silahkan melakukan pengajian tapi jangan disini, kerena masyarakat Desa Meles masih melestarikn kearifan lokal. Kita saudara, jangan mengusik kearifan lokal. Kami berharap ada hal terbaik pemerintah untuk menyelesaikan ini," ungkap Edi.

    Edi kembali menegaskan, agar aspirasi warga Meles didengar. Jika aksi damai kemarin tidak direspons, ia mengungkapkan warga bakal kembali menggelar aksi penolakan yang lebih besar. Sementara itu, mewakili masa pihaknya juga menghimbau untuk tidak ada kekerasan dalam aksi damai itu.

    "Menanggapi hal yang terjadi di luar kesepakatan. Di luar tanggung jawab kami, jika ada silahkan ditegur. Kami menuntut hanya sebatas MTA pindah lokasi, secara paham, secara akidah tidak masalah," katanya.

    Terpisah, Kuasa Hukum Masyarakat Desa Meles, Yuli Ikhtiarto menyayangkan yang dilakukan warga MTA selama ini. Ia mengakui, bahwa surat teguran yang sebelumnya dilayangkan kepada MTA tidak kunjung ada balasan. Upaya dialogis dengan warga MTA pun telah ditempuh tetapi hingga kini belum menuai hasil.

    Yuli Ikhtiarto mengungkapkan pihaknya masih memberikan toleransi kepada MTA untuk lakukan kajian. Namun demikian, dirinya berharap ada sikap nyata untuk berpindah lokasi kajian. Dia juga menegaskan, masyarakat tidak mempersoalkan kajian sepanjang tidak di Desa Meles. "Warga hanya minta agar kegiatan kajian di luar Meles. Ini yang ikut bukan saja warga Meles tapi juga dari luar Adimulyo," katanya.

    Catatan koran ini, penolakan warga terhadap keberadaan MTA bukan kali pertama. Sebelumnya, warga Adikarto dan Sidomukti di Kecamatan Adimulyo juga melakukan penolakan. Persoalan itu lantas dibawa kepada Bupati Kebumen. Dalam setiap aksi warga, selalu dikawal petugas baik Polri, TNI maupun Satpol PP. (fur/cah)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top