• Berita Terkini

    Rabu, 13 November 2019

    “Durga Ruwat” Dipentaskan di Ndalem Prajuritan Setrojenar

    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Pentas wayang kulit semalam suntuk dengan lakon Durga Ruwat digelar di pelataran Ndalem Prajuritan Setrojenar, Buluspesantren. Pentas yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, bertepatan dengan Hari Wayang Nasional (HWN). Wayang menghadirkan dalang Ki Sunarko dari Pekunden, Kutowinangun.

    Penyelenggara pentas juga dilaksanakan oleh Pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Kabupaten Kebumen. Adapun Ndalem Prajuritan sendiri merupakan rumah milik Arif Yuswandono. Pihaknya tidak lain merupakan sosok pengamat sosial dan kebijakan publik di Kebumen.

    Acara wayang juga dihadiri langsung oleh Bupati Kebumen H Yazid Mahfuz, Kepala Dinas Pendidikan Mohammad Amiruddin, Kepala BKPPD Asep Nurdiana. Selain itu para Camat se Kabupaten Kebumen, kepala desa dan tokoh masyarakat. Acara juga dihadiri oleh Ketua Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen  Pekik Sat Siswonirmolo, Ketua PEPADI Kebumen R Suman Sri Usodo, dan paguyuban Tosan Aji Kebumen.

    Dalam kesempatan tersebut, Arif Yuswandono menyampaikan ada dua tujuan digelarnya pentas wayang kulit di Ndalem Prajuritan Setrojenar.  Pertama sebagai bagian dari Safari Budaya kerjasama PEPADI dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen. “Ini juga untuk untuk melestarikan budaya Jawa yang telah diakui sebagai Warisan Dunia oleh badan dunia, UNESCO," tuturnya.

    Kedua lanjut, Arif, dipilihnya Buluspesantren khususnya Setrojenar sebagai tempat penyelenggaraan pentas adalah sebagai upaya nyata untuk ikut mencari solusi persoalan Urut Sewu. Persoalan ini yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    "Ada banyak orang dan banyak cara untuk menyelesaikan sengketa lahan Urut Sewu. Saya memilih pendekatan adat dan budaya karena para wali juga para leluhur Tanah Jawa telah memberikan contoh, banyak persoalan yang mampu diselesaikan dengan pendekatan budaya atau kesenian, "ujar Arif.

    Bukan hanya sebagai media menyelesaikan masalah saja, wayang juga telah digunakan oleh para Wali Sanga untuk berdakwah. Yakni media untuk mengislamkan masyarakat Jawa.  “Masuknya agama Islam ke tanah Jawa juga tidak lepas dari kreatifivitas para Wali yang menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah, sehingga Islam tersebar di Jawa secara damai, " katanya.

    Sementara itu, dijelaskan Arif, lakon Durga Ruwat menceritakan tentang Bathari Durga, tokoh wanita yang dalam pewayangan digambarkan berwujud raksasa mengerikan. Durga mempunyai sifat bengis dan suka membuat onar. Durga menguasai istana dunia kegelapan bernama Gondomayu atau Gandamayit. Rakyatnya terdiri dari para raksasa, jin, siluman, lelembut, gendruwo dan semua makhluk halus jahat.

    Namun, sejatinya Durga adalah jelmaan seorang bidadari dari kayangan. Ia bernama Dewi Uma yang dikutuk oleh Mahadewa / Bathara Guru karena berbuat kesalahan. Selama dua belas tahun, Dewi Uma harus menjalani hukuman menjelma menjadi sosok Durga yang jahat dan bengis.

    Adalah bungsu Pandhawa, pangeran Sadewa yang pada akhirnya mampu mengakhiri masa hukuman Durga. Dia berhasil mengembalikan Durga pada sosok Dewi Uma yang cantik jelita. Batari Durga diruwat oleh Sadewa yang kemudian diberi nama kehormatan, Sudamala. “Nah, ada kejahatan yang bisa ditebus/diruwat seperti Durga, namun ada kejahatan yang dibawa sampai mati seperti terjadi pada Sengkuni dan Arthur Fleck alias Joker. Ada jahat sementara, ada juga jahat permanen,” ungkapnya penuh makna.

    Arif menegaskan, jika penjahat itu bersifat sementara, dapat diruwat seperti Batari Durga. Namun jika sifat jahat itu sudah mengerak sampai tulang susmsum, alamat akan dibawa sampai kubur, seperti Sengkuni dan Joker.

    Sementara, secara harfiah, Sudamala berasal dari dua kata, suda yang berarti mengurangi atau menghilangkan, dan mala yang artinya penyakit. Makna filosofis Sudamala ialah sang peruwat atau pembersih segala dosa dan kesalahan.

    Arif Yuswandono menambahka hikmah lakon Sudamala atau Durga Ruwat, sesungguhnya ialah penyelamatan bangsa Amarta dari pengaruh atau belenggu Bathari Durga. Dengan kata lain, membersihkan Amarta dari segala bentuk kezaliman.

    Konteks dengan situasi kebangsaan saat ini, faktanya ada sebagian di antara orang yang sedang ‘menyembah’ Durga. Ada yang sedang berada dalam kekuasaan Durga. Yang paling nyata, misalnya, perilaku menghalalkan segala cara, seperti menghujat, memfitnah, menyebarkan kabar bohong (hoaks), dan mengadu domba.

    Kondisi seperti itu bila dibiarkan akan membahayakan eksistensi bangsa dan negara. Oleh karena itu, ‘durga-durga’ (segala sumber penyakit) itu harus sesegera diruwat ‘sudamala-sudamala’. Maknanya, mereka mesti dicuci atau dibersihkan. Dengan demikian, bangsa ini kembali menemukan jati dirinya, bangsa yang beradab. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top