• Berita Terkini

    Sabtu, 14 September 2019

    KPK Vakum, Kewenangan Diserahkan ke Presiden

    JAKARTA -Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo akhirnya yang menyerahkan kewenangan penyidikan dan pendindakan ke Presiden Joko Widodo. Ini merespon kondisi yang mencuat terkait revisi Undang-Undang tentang KPK yang tidak melibatkan lembaga antirasuah itu.

    "Selama ini banyak yang bertanya-tanya, ada kepentingan apa sih, kok kesannya pembahasan revisi UU KPK terburu-buru disahkan. Poin kami yang paling utama adalah UU," terang Agus Raharjo didampingi Wakil Ketua Laode M. Syarif dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di depan Gedung KPK, tadi malam (13/9/2019).

    Dikatakan Agus, sebagai pimpinan, selama ini ia tidak pernah bisa menjawab apa sebenarnya isi atau substansi dari draf revisi UU KPK oleh banyak pihak termasuk penyidik KPK itu sendiri.

    "Kami ini kalau ditanya anak buah, atau seluruh pegawai. Bahkan kami kemarin menghadap Menteri Hukum dan HAM, sebetulnya kami ingin mendapatkan draf yang resmi seperti apa. Nah kemudian pak menteri mengatakan kami akan diundang," ungkap Agus.

    Sayangnya, ini tidak sejalan dengan pemberitaan yang muncul. "Pagi ini saya membaca (koran, red) tidak diperlukan lagi konsultasi dengan banyak pihak. Termasuk dengan KPK oleh karena itu ini sangat memperihatinkan. Lalu apakah ini benar-benar ingin melemahkan KPK," jelannya.

    Maka, sambung Agus, pimpinan mengambil keputusan meyerahkan sepenuhnya kewenangan dan penindakan KPK ke tangan Presiden. "Dengan berat hati, hari ini (13/9) kami menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden. Kami menunggu perintah, apakah kami masih akan dipercaya sampai bulan Desember, atau KPK masih beroperasinal seperti biasa. Harapannya bisa menjawab gelisahan yang ada," ungkapnya.

    Agus juga berharap, KPK diajak untuk bicara menyangkut hal-hal tersebut. "Mudah-mudahan kami diajak bicara Presiden. Semoga Bapak Presiden mengambil langkah-langkah penyelamatan. Terima kasih. Saya minta maaf jika ada beberapa hal yang kurang berkenan," pungkasnya.

    Manangapi hal ini, Anggota Fraksi PPP DPR RI Asrul Sani mengatakan, pernyataan yang disampaikan pimpinan KPK merupakan hal wajar dalam menyikapi sesuatu yang muncul."Gejolak internal perlu diikhtiarkan secara bijak dari hati ke hati. Ini yang kami harapkan dari teman-teman di KPK. Maaf ya, ini kan seperti anak sama orang tuanya yang lagi ngambek," singkatnya.

    Terpisah Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan, Indonesia Corruption Donal Fariz mengatakan sejak awal memang muncul kontroversi yang selalu dikritisi oleh publik dan penggiat antikorupsi di tanah air. Sejumlah tokoh nasional pun terus memberikan masukan kepada timsel KPK, tapi nyatanya tak diindahkan.

    "Turbelensi ini apakah diciptakan, saya sendiri tidak tahu. Tapi ini menjadi kerugian bagi Presiden Jokowi dan wadah KPK sendiri. Nanti akan ada pembanding. Antara era Presiden SBY dan Jokowi. Tentu ini tidak baik. Dan secara natural politik akan demikian. Disinilah pentingnya komitmen," terangnya.

    Sebelumnya Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan Gerindra menolak revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK, karena beberapa poin revisinya dianggap dapat melemahkan institusi KPK. Kondisi ini berbanding terbalik terhadap beberapa statmen Wakil Ketua Fadli Zon yang kerap mengkritisi kinerja KPK bahkan dengan getol mendorong revisi UU KPK.

    "Sudah dilihat. Dan setelah dicermati lampiran Surat Presiden yang diterima DPR dan pembahasan rapat kerja dengan Menkumham pada Kamis malam (12/9), Partai Gerindra sedang mengkaji dan mempertimbangkan dengan serius menolak revisi UU KPK," terang Dasco
    Ia menjelaskan, Raker Badan Legislasi DPR dengan pemerintah pada Kamis malam (12/9) dan membaca Daftar Inventarisir Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah, ada kecenderungan bukan memperkuat KPK namun melemahkan institusi itu.
    Ia mencontohkan dalam pasal 37a UU Nomor 30/2002 perihal pembentukan Dewan Pengawas, yang ditunjuk pemerintah sehingga dianggap rentan dipergunakan untuk melemahkan KPK. "Seandainya dalam pembahasan nanti dalam pasal 37a, kami mengusulkan Dewan Pengawas mewakili dua orang dari legislatif, dua dari eksekutif, dan satu dari yudikatif," ujarnya.
    Ia mengatakan sejak awal partai politik ini sudah memperingatkan bahwa jika revisi UU KPK bisa melemahkan institusi KPK maka Gerindra akan serius mempertimbangkan untuk menolak.
    Menurut dia, revisi UU KPK saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR sehingga anggota Fraksi Gerindra DPR masih terus memantau perkembangan pembahasannya di Baleg. "Kami akan terus berkoordinasi dengan teman-teman di Baleg dan Ketua Umum Partai Gerindra serta teman-teman di partai lain," katanya.
    Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan tiga usulan perubahan UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Salah satunya terkait keberadaan Dewan Pengawas yang memang perlu ada karena semua lembaga negara seperti presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balance saling mengawasi untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan.
    Presiden menilai di internal KPK perlu ada Dewan Pengawas tapi anggotanya diambil dari tokoh masyarakat, akademisi atau pegiat antikorupsi bukan politisi, bukan birokrat atau aparat penegak hukum aktif. Anggota Dewan Pengawas dijaring Panitia Seleksi dan pengangkatannya dilakukan presiden. (ful/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top