• Berita Terkini

    Rabu, 21 Agustus 2019

    KPK Beberkan Konstruksi Perkara Suap Jogja

    JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap terkait lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Jogjakarta tahun anggaran 2019. Dua di antaranya berprofesi sebagai jaksa.

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kedua jaksa tersebut antara lain Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jogyakarta sekaligus Anggota Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Eka Safitra dan Jaksa Kejari Surakarta Satriawan Sulaksono. Mereka diduga berperan sebagai penerima suap.

    Sedangkan, tersangka yang diduga berperan sebagai pemberi suap dalam perkara ini yaitu Direktur Utama (Dirut) PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana. Suap yang diberikan diduga berjumlah Rp221.740.000. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

    Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Jogjakarta dan Surakarta pada Senin (19/8). OTT tersebut mengamankan total lima orang. Dua dari tiga tersangka, yakni Eka Safitra dan Gabriella Yuan Ana, ikut diamankan dalam OTT tersebut. Selain menangkap sejumlah pihak, tim juga berhasil mengamankan barang bukti Rp110.870.000.

    Sedangkan pihak lain yang juga diamankan saat OTT adalah Anggota Badan Layanan Pengadaan, Anggota Pokja Lelang Pengadaan Rehabilitasi Saluran Air Hujan Jalan Supomo Baskoro Ariwibowo, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Jogyakarta Aki Lukman Nor Hakim, serta Direktur PT Manira Arta Mandiri Novi Hartono.

    Alex menjelaskan, suap tersebut diberikan agar perusahaan Gabriella yang menggunakan bendera PT Widoro Kandang (WK) dapat memenangkan lelang pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta. Adapun, jumlah suap yang telah diberikan merupakan sebagian kesepakatan komitmen fee sebesar lima persen dari nilai kontrak proyek Rp8,3 miliar, yakni Rp415 juta. "Diduga komitmen fee yang sudah disepakati adalah lima persen dari nilai proyek," ucap Alex.

    Dipaparkan Alex dalam konstruksi perkara, mulanya Dinas PUPKP Kota Yogyakarta melaksanakan lelang pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta, dengan pagu anggaran sebesar Rp10,89 miliar. Proyek tersebut dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Jogjakarta.

    Salah satu anggota Tim TP4D adalah Jaksa Kejari Jogjakarta Eka Safitri yang memiliki kenalan sesama jaksa di Kejari Surakarta bernama Satriawan Sulaksono. Satriawan kemudian mengenalkan Eka kepada Gabriella, Dirut PT Mataram yang akan mengikuti lelang proyek itu.
    Eka bersama Gabriella, Novi Hartono, dan Komisaris PT Mataram berinisial NAB melakukan pembahasan langkah-langkah agar perusahaan tersebut dapat mengikuti dan memenangkan lelang.
    Hal tersebut dilakukan antara lain dengan cara menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti lelang, besaran harga perkiraan sendiri (HPS), maupun besaran harga penawaran yang disesuaikan dengan persyaratan yang dimiliki oleh perusahaan milik Gabriella. Selain itu, ditentukan juga berapa perusahaan yang akan digunakan untuk mengikuti lelang.
    Eka Safitri selaku anggota TP4D lalu mengarahkan Aki Lukman Nor Hakim untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukkan sebuah syarat. Yaitu, perusahaan yang ingin mengikuti lelang harus memiliki Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan Tenaga Ahli K3.
    Alex menduga, arahan memasukkan syarat tersebut untuk membatasi jumlah perusahaan yang dapat mengikuti lelang. Sehingga, perusaaan Gabriella bisa memenuhi syarat dan memenangkan lelang.
    Gabriella, Novi Hartono, dan NAB kemudian menggunakan bendera perusahaan lain, di antaranya PT WK dan PT Paku Bumi Manunggal Sejati (PBMS) untuk mengikuti lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Jogjakarta. "Penawaran yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan GYA (Gabriella) mendapat peringkat satu dan tiga pada penilaian lelang," tutur Alex.
    Pada tanggal 29 Mei 2019, PT WK lalu diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar. Diduga, komitmen fee yang sudah disepakati adalah lima persen dari nilai proyek.
    Alex menambahkan, uang suap tersebut telah diserahkan sebanyak tiga kali. Yaitu Rp10 juta pada 16 April 2019, Rp100.870.000 atau realisasi 1,5 persen dari total komitmen fee pada 15 Juni 2019, serta Rp110.870.000 yang juga 1,5 persen dari komitmen fee pada 19 Agustus 2019. "Sedangkan sisa fee dua persen direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019," kata Alex.
    Atas perbuatannya, Eka dan Satriawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedangkan Gabriella yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (riz/ful/fin)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top