• Berita Terkini

    Rabu, 10 Juli 2019

    Tuding Pilkades Kebumen Sarat Masalah, AMAK Ancam Turun ke Jalan

    Dr Teguh Purnomo SH MHum MKn
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Aliansi Masyarakat Anti Wuwur Kebumen (AMAK) mengancam akan kembali turun ke jalan untuk melaksanakan aksi unjuk rasa. Hal ini jika kasus temuan dugaan kasus pelanggaran Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tidak ditindak lanjuti sesuai dengan prosedur.

    Terkait adanya beberapa pelanggaran tersebut, AMAK merasa Pemkab  seolah menutup mata atas persoalan tersebut. Padahal dalam audiensi beberapa waktu lalu antara AMAK dan Pemkab, disepakati kasus dugaan pelanggaran tersebut akan diproses secara hukum.

    “Hingga kini belum ada tindaklanjut yang kelihatan. Pemkab seolah menutup mata atas persoalan-persoalan tersebut. Tapi  kami akan terus kawal  sampai mereka yang memenuhi unsur dibawa ke pengadilan. Jika tidak maka AMAK akan menjadi pressur group bersama masyarakat kembali turun jalan lagi,” tutur Penasehat AMAK Dr Teguh Purnomo SH MHum MKn, Selasa (9/7).

    Dalam hal ini AMAK menegaskan, Bupati Kebumen sebagai penanggung jawab tertinggi penyelenggaraan Pilkades Serentak Kebumen tahun 2019 dinilai tidak optimal. Ini dalam hal melakukan koordinasi kepada jajaran dan bawahannya. Terutama terhadap instansi Dispermades P3A dan Satpol PP sebagai bagian dari panitia Pilkades serentak di tingkat kabupaten.

    Dispermades P3A tidak optimal melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terkait pembinaan terhadap Pemerintah Desa. Dalam hal bahwa Pemerintah Desa wajib mengalokasikan anggaran pada APBDes tahun 2018 untuk biaya pelaksanaan Pilkades di tahun 2019.  Ini membuat banyaknya terjadi pelanggaran berupa pungutan yang tidak sah oleh panitia Pilkades dibanyak desa. 

    Pungutan dilaksanakan dengan dalih dan alasan sebagai bentuk iuran atau sumbangan sukarela/swadaya untuk menutupi kekurangan biaya pelaksanaan Pilkades. Umumnya mereka menilai anggaran belum cukup meskipun sudah mendapatkan alokasi dana dari APBD Kabupaten Kebumen.

    Namun mereka mengesampingkan penyebab kekurangan biaya karena lalainya Pemerintahan Desa bersangkutan dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengalokasikan anggaran Pilkades. “Atau memang sengaja tidak mengalokasikan anggaran Pilkades dalam APBDes pada tahun sebelumnya yakni 2018,” katanya.

    AMAK juga menilai Satpol PP Kebumen sebagai aparatur penegakan Perda, tidak optimal dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Selain itu kurang cepat merespon dan menindaklanjuti setiap pengaduan pelanggaran dari masyarakat, bahkan terlihat kurang solid dikalangan internalnya sendiri.

    “Kurangnya sinergisitas dan koordinasi antar instansi terkait, khususnya Dispermades P3A dan Satpol PP yang saling lempar tanggung jawab dalam melaksanakan tugas ketika terjadi permasalahan atau pelanggaran Pilkades di tingkat desa. Selain itu petugasnya dinilai tidak memiliki kemampuan menangani atau kurang berdedikasi,” paparnya.

    Pilkades Bersih Tanpa Wuwuran, lanjut Dr Teguh hanya menjadi slogan belaka. Pemda Kabupaten Kebumen tidak optimal dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Ini karena mayoritas calon Kepala Desa terpilih melakukan pelanggaran dalam bentuk wuwuran (money politic).

    Dr Teguh menegaskan AMAK menemukan beberapa dugaan pelanggaran. Ini meliputi pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) seperti banner, foto calon Kepala Desa sebelum jadwal masa kampanye. Ada juga dugaan bentuk pelanggaran  yakni menggunakan hak pilih tidak sah. Pemilih menggunakan surat undangan atas nama hak pilih orang lain dan ketidak-netralan panitia Pilkades. Barang/Alat Bukti yakni foto copy KTP pelaku pemilih tidak berhak dan surat undangan memilih.

    Selain itu AMAK juga menemukan dugaan pelanggaran uang wuwuran.  Selain itu keterlibatan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aktif berperan melakukan dukungan kepada salah satu calon Kepala Desa.

    Ada juga pelanggaran wuwuran yang berlangsung terstruktur, sistematis dan massif (TSM) dari salah satu calon Kepala Desa.  Keterlibatan dari tim sukses keluarga (botoh) sebagai penyandang dana untuk uang wuwuran dan berperilaku seperti premanisme. “Ini dengan mengaku banyak teman aparat penegak hukum yang tidak akan berani menyentuhnya meskipun melakukan pelanggaran,” jelasnya.

    Bentuk pelanggaran lainnya yakni desa tidak menganggarkan dana Pilkades tahun 2019 pada APBDes di tahun penyusunan anggaran tahun 2018.  Panitia Pilkades melakukan pungutan yang tidak sah kepada setiap calon Kepala Desa sebesar Rp 2 juta. Ada pula  calon kepala desa yang berjanji akan memberikan tenda pesta (tarub) kepada Ketua RT  dan Ketua RW.  Ini bertujuan untuk mempengaruhi pemilih.

    "Selain itu masih banyak lainnya. AMAK juga mengantongi alat atau barang bukti. Ini berupa foto, rekaman video dan lainya. Kami akan terus mengawal proses ini hingga ke pengadilan, " ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top