• Berita Terkini

    Selasa, 16 Juli 2019

    Taufik Kurniawan Divonis 6 Tahun

    SEMARANG - Wakil Ketua DPR RI non aktif, Taufik Kurniawan divonis 6 tahun penjara pada pengadilan Tipikor Semarang, Senin (15/7/2019). Taufik juga dicabut hak politiknya selama  tiga tahun.

    Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin, Antonius Widijantono, didampingi dua hakim anggota Dr Robert Pasaribu dan Sulistiyono, menyatakan terdakwa Taufik telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu.  Oleh karenanya, hakim menjatuhkan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 200juta subsidair 4 bulan kurungan.

    Selanjutnya, majelis juga menghukum terdakwa Taufik membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 4,240 miliar kepada negara yang pembayarannya diperhitungkan dengan uang yang telah disetor terdakwa ke negara melalui KPK sebesar uang tersebut.


    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Taufik berupa pencabutan hak untuk dipilih menduduki jabatan publik selama tiga tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara. Menetapkan masa penahanan terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan, menetapkan terdakwa tetap ditahan dirumah tahanan negara, membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 7.500,” kata hakim Antonius, saat membacakan amar putusan.


    Dalam salah satu pertimbangannya, majelis hakim mengurai terkait rincian uang yang diterima terdakwa. Yakni, 26 Juli 2016, uang yang diserahkan oleh Hojin Ansori kepada Rahmat Sugianto alias Anto di Hotel Gumaya sejumlah Rp 1,6miliar.

    Kemudian 15 Agustus 2016 yang diserahkan oleh Adi Pandoyo kepada Rahmat Sugianto di Hotel Gumaya sejumlah Rp 2miliar. Berlanjut, dari Tasdi yang diserahkan melalui Samsurizal Hadi alias Hadi Gajut kepada Wahyu Kristianto pada Agustus 2017 di rumah Wahyu Kristianto, sejumlah Rp 1,2miliar.


    “Menimbang bahwa Rahmat Sugianto adalah orang yang ditugaskan terdakwa untuk menerima uang komitmen fee dari Muhammad Yahya Fuad, yang diserahkan melalui Hojin Ansori dan Adi Pandoyo. Sedangkan Wahyu Kristianto adalah orang yang ditugaskan untuk menerima komitmen fee dari Tasdi melalui Samsurizal Hadi, setelah uang itu diterima, dilaporkan kepada terdakwa," kata anggota majelis, Dr Robert Pasaribu.


    Majelis kemudian, menguraikan, bahwa uang-uang itu digunakan sebagaimana instruksi terdakwa. Diantaranya diserahkan kepada Adi Mutakim selaku Ketua Bapilu PAN Kebumen, untuk Wahyu Kristianto sebesar Rp 600juta, Hariz Fikri Rp 600juta di hotel Asrilia Bandung, lalu oleh Haris Fikri digunakan untuk acara Rakernas PAN dan sisanya diserahkan terdakwa.

    Maka dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis berpendapat ketika uang telah dalam penguasaan Rahmat Sugianto dan Wahyu Kristianto, kemudian dilaporkan ke terdakwa dan penggunaan uang tersebut atas perintah terdakwa, maka secara hukum uang itu dianggap majelis telah diterima oleh terdakwa.

    "Menimbang berdasarkan pertimbangan tersebut maka majelis berpendapat unsur menerima  hadiah atau janji telah terpenuhi, "sebut majelis.


    Majelis juga menyebutkan, sebagaimana fakta-fakta terungkap dipersidangan, perlu diperhatikan sebagaimana pertimbangan keadaan memberatkan dan meringankan. Dimana keadaan memberatkan perbuatan terdakwa Taufik bertentangan dengan program dan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak citra lembaga DPR dan menciderai kepercayaan masyarakat, terdakwa tidak berterus terang mengakui perbuatannya.

    "Sedangkan keadaan yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan membantu memperlancar jalannya persidangan. Terdakwa telah mengembalikan seluruh uang yang diterimanya ke negara melalui KPK,”kata majelis.


    Atas putusan itu, Taufik Kurniawan, menyampaikan, sikapnya diserahkan ke penasehat hukumnya, yang diwakili Deni Bakri.  Sikapnya sendiri sama dengan PU KPK yang diwakili Joko Hermawan, yakni pikir-pikir selama tujuh hari.

    Usai sidang Taufik, mengatakan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Sedangkan untuk seluruh materi-materi hukum diserahkan sepenuhnya ke tim hukumnya.  "Saya menyerahkan semuanya kepada tuhan," kata Taufik.

    Vonis Taufik sendiri lebih ringan dua tahun dari tuntutan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


    Dalam kasus itu, PU KPK, Joko Hermawan, Mufti Nur Irawan, dan Eva Yustisiana, menuntut agar majelis hakim tindak pidana korupsi yang mengadili perkara tersebut menjatuhkan dalam amar putusannya, menyatakan terdakwa Taufik Kurniawan menyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama melanggara Pasal 12 huruf a huruf aUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo 65 ayat 1 KUHP.

    Kemudian KPK menuntut pidana kepada terdakwa selama delapan tahun dikurangi selama terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Kemudian membebankan pidana denda sebesar Rp 200juta subsidair 6 bulan kurungan.


    KPK juga menghukum terdakwa membayar Uang Pengganti (UP) kepada negara, yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tidak pidana korupsi incasso sebesar Rp 4,2miliar, diperhitungkan dengan uang sebesar Rp 4,2miliar yang disetorkan terdakwa ke KPK agar dirampas untuk negara sebagai pembayaran UP. Pidana tambahan berupa pencabutan hak politik atau hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun berlaku sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara, membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 7ribu. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top