• Berita Terkini

    Selasa, 16 Juli 2019

    Sidang Ketua DPRD Kebumen Ungkap Penyelewengan Pokir

    jokosusanto
    SEMARANG - Lima anggota dan satu mantan Ketua Komisi pada DPRD Kabupaten Kebumen, dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi atas perkara yang menjerat Ketua DPRD  Kebumen non aktif, Cipto Waluyo di pengadilan Tipikor Semarang, Senin (15/7/2019).

    Persidangan ini mengungkap potret kelam para wakil rakyat. Khususnya soal kegiatan pokok-pokok pikiran (pokir) yang ternyata hanya menjadi ajang bagi-bagi fee (ijon proyek) bagi kalangan legislatif kota Beriman.

    Saat itu terungkap saat Jaksa KPK mencecar para saksi, masing-masing anggota komisi D Joko Budi Sulityanto, Ketua komisi C Muhsinun, anggota komisi C; Wijil Triatmojo, Ketua Komisi B; Sudarmaji dan mantan Ketua Komisi A, Yudi Tri Hartanto.



    Dalam kesaksiannya, Sudarmaji mengaku mendengar komisi A mendapat fee 5 persen. Uang panas bagi anggota Dewan itu didengarnya saat berada dikantor DPRD. Terkait fee di komisinya diakui ada yang dapat dan ada yang tidak.

    Terkait fee itu, ia juga mengaku kalau diistilahkan mendapat jenang dan jeneng.

    “Jenang itu dikasih uang, kalau jeneng namanya dikenal masyarakat. Kalau fee saya terima Rp 10 juta dari Bagus. Pak Bagus memberikan uang Rp 90juta untuk 9 anggota dewan, termasuk saya, waktu itu juga cuma ditanya anggota saya ada berapa,”kata Sudarmaji, dihadapan majelis hakim yang dipimpin, Antonius Widijantono.



    Ia mengaku, saat itu merupakan anggota dewan baru sehingga belum paham terkait pokir. Terkait penrimaan itu, ia mengaku memang kebodohannya karena begitu saja menerima dan kurang teliti, melainkan langsung dibagikan ke 9 anggota komisi lainnya.

    "Awalnya saya pikir karena mau lebaran dapat bagian. Kalau APBD murni 2016, isu beredar dikantor fee 5 persen, saya dengar desas-desus info memang demikian. Namun yang pokir saya ndak mengusulkan, yang usulkan pak Aksin, waktu itu saya terima uang,” akunya.



    Sedangkan dalam kesaksiannya, Yudi Tri Hartanto, menerangkan pokir awalnya bentuknya aspirasi dari masyarakat. Seingatnya pula, pokir dari pembahasan APBD perubahan.   Sedangkan saat itu, hampir 35 orang anggota dewan baru semua.

    Disebutkannya, terkait pokir awal usulan masing-masing anggota. Adanya pokir itu, diakuinya sebagai anggota bisa dapat nama dan konstituen merasa dirumati. "Di komisi A, saya pasrahkan siapa yang mampu. Kalau 2015 pokir sudah mengerucut rupiah. Di rapatnya sifatnya hanya usulan-usulan, karena kalau eksekutif senengnya satu pintu, jadi hanya hasil saja, " sebutnya.



    Sedangkan di rapat Banggar, dikatakannya, juga ketemu satu pintu, dengan demikian bahasa rapat hanya melegalkan berkas semata. Saat itu, seingatnya, setiap anggota dewan mendapatkan fee Rp 10juta merata.

    "Pokir banggar setahu saya ndak ada. Kalau 2016 yang APBD murni sudah besar nominalnya,” ujarnya.


    Dalam kasus itu, PU KPK, Putra Iskandar, menyampaikan, Cipto Waluyo, bersama-sama dengan Bagus Setyawan, Miftahul Ulum, dan Gito Prasetyo, selaku anggota DPRD Kebumen bertempat di Perumda Selang, kantor Sekda, dan Swiss Bell Inn Solo, menerima hadiah dari Adi Pandoyo, dengan uang keseluruhan Rp 39,5juta.


    Atas kasus itu, KPK, menjerat terdakwa dengan pasal berlapis sekaligus. Yakni, Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Atau kedua Pasal 12 huruf b UU yang sama, atau ketiga Pasal 11 jo Pasal 18 UU yang sama.
    Diuraikan KPK, bahwa terdakwa sebagai anggota sekaligus Ketua DPRD Kebumen periode 2014-2019, memiliki fungsi anggaran, pengawasam dan legislasi.

    Selain itu, terdakwa juga merangkap sebagai Ketua Badan Musyawarah (Bamus) dan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kebumen, menjalankan tugas dan fungsingnya, secara bertahap menerima uang dari Adi Pandoyo terkait pengesahan terhadap APBD-P tahun 2015.

    Dijelaskan KPK, dalam setiap rapat pembahasan APBD-P antara tim banggar dengan TAPD yang diketuai Adi Pandoyo, terdakwa selalu menyampaikan ada permintaan Pokir anggota DPRD Kebumen kepada Adi Pandoyo dan Supangat selaku Kepala DPPKAD, dan permintraan pokir agar dikordinir satu pintu melalui terdakwa.

    "Terdakwa juga mengigatkan jika permintaan pokir anggota DPRD Kebumen tidak diakomodir maka pembahasan APBD-P 2015 tidak akan dilanjutkan sehingga menghambat proses APBD-P 2015, " kata PU KPK, Putra Iskandar, dalam dakwaanya.


    Selanjutnya, setelah Pokir Anggota DPRD Kebumen dimasukkan ke dalam APBD-P, barulah anggaran itu disahkan. Beberapa hari kemudian terdakwa melalui Bagus Setyawan, selaku Wakil Ketua DPRD Kebumen menyampaikan kepada Adi Pandoyo untuk mencari uang terkait dengan kompensasi kegiatan pokir, karena ada desakan para anggota DPRD Kebumen yang lain.

    Adanya permintaan itu, selanjutnya, Adi meminta Tegus Kristiyanto (Sekretaris ULP Pemkab kebumen) mengumpulkan uang dari sejumlah kontraktor yang menginginkan paket pekerjaan di PemkabKebumen.
     "Diantaranya yang dikumpulkan Aksin, Hartoyo, dan Khayub Muhammad Luthfi, beberapa waktu kemudian uang terkumpul Rp 500juta, "beber Putra. (jks)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top