• Berita Terkini

    Rabu, 03 Juli 2019

    15 Capres di Pilpres 2024

    JAKARTA - Sebanyak 15 tokoh diprediksi berpotensi menjadi calon presiden (capres) pada Pemilu 2024 mendatang. Ada wajah lama, ada pula yang baru. Pilpres 2024 akan menjadi ajang pertarungan empat ideologi yang berbeda.

    Ada 15 nama capres potensial untuk Pilpres 2024, kata Peneliti LSI Rully Akbar dalam Konferensi Pers Hasil Temuan dan Analisis LSI Denny JA di Jakarta, Selasa (2/7/2019). Kriteria capres yang menjadi prediksi LSI antara lain memiliki popularitas di atas 25 persen. Selain itu, mereka juga mempunyai potensi berdasarkan penilaian subjektif dari LSI, serta berasal dari empat sumber rekrutmen.

    Empat sumber rekrutmen itu antara lain pernah menjabat di pemerintahan pusat, berasal dari ketua partai politik, berasal dari kepala daerah, dan berasal dari profesional, swasta, atau ormas. Dari segmen kepala pemerintahan daerah, LSI memprediksi empat nama.

    Seperti Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), dan Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur). Keempat gubernur itu, menurut LSI, berpeluang menjadi capres di 2024.

    Sementara dari segmen partai politik, LSI menyebutkan enam tokoh. Yakni Prabowo Subianto (Gerindra), Sandiaga Uno (PAN), Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Puan Maharani (PDIP), dan Muhaimin Iskandar (PKB). Cak Imin misalnya. PKB punya masa sendiri seperti NU dan Jawa Timurnya, imbuh Rully.

    Selain itu, para tokoh yang saat ini memiliki jabatan di pemerintahan. Yakni Sri Mulyani (menteri keuangan), Budi Gunawan (Kepala BIN), Tito Karnavian (Kapolri), dan Gatot Nurmantyo (mantan Panglima TNI).

    Namun LSI juga tidak menutup kemungkinan lain seperti ada nama-nama yang belum cukup dikenal masyarakat dan berpotensi menjadi capres 2024. Bisa jadi ada nama-nama memang tidak masuk di radar. Namun, tiba-tiba muncul seperti kasus Jokowi pada Pilpres 2014, papar Rully.

    Ada satu nama yang sengaja dikosongkan oleh LSI. Hal itu berkaca dari kasus Presiden Joko Widodo yang namanya tiba-tiba maju sebagai capres. Padahal, namanya belum masuk di bursa capres 2014.

    "Mr/Mrs X belum masuk radar sampai saat ini. Tetapi potensial menjadi presiden 2024. Siapa tahu ada the next Jokowi yang belum terlihat namanya. Ini akan kita telusuri selama 5 tahun ke depan, kita akan survei dan riset terkait nama-nama baru untuk capres 2024," terangnya.

    Nama Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok juga disebut-sebut memiliki peluang untuk masuk ke posisi 15 dengan membawa efek kejut. Status Ahok sebagai narapidana, tentu akan menjadi sorotan rivalnya nanti di 2024. Jika ingin maju ke bursa capres 2024, perlu ada prestasi-prestasi yang dibuat Ahok sejak saat ini.
    Pertarungan Empat Ideologi

    Founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksi Pilpres 2024 akan berlangsung seru. Pilpres 2024 disebutnya akan menjadi ajang pertarungan empat ideologi yang berbeda. "Pertama, empat ideologi kembali bertarung. Bisa jadi keempat-empatnya lebih kuat, lebih punya pengalaman. Kedua, yang bertarung nanti semuanya adalah penantang, tak ada incumbent. Karena Jokowi tak bisa mencalonkan lagi. Artinya, semua calon statusnya sama," papar Denny JA.

    Empat ideologi itu adalah ideologi reformasi, ideologi Islam politik, ideologi kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, lalu ada ideologi hak asasi manusia (HAM).

    "Ideologi politik reformasi. Paham ini mulai dibawa oleh Presiden Habibie ketika menjadi presiden pertama era reformasi. Paham politik reformasi itulah yang dianut politik di Indonesia. Ini ideologi mainstream. PDIP ada di sini, juga Golkar, juga kaum minoritas. Dalam Pilpres 2019, mayoritas pendukung ideologi ini ada di kubu Jokowi," tegasnya.
    Kemudian ideologi Islam politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik. Dia pun mencontohkan beberapa ormas yang dinilainya menganut paham ini. Yang menonjol dalam ideologi ini adalah FPI, HTI.

    Kedua ormas ini berperan signifikan dalam Pilpres 2019. Yakni pendukung Prabowo Subianto.

    Kemudian, ideologi kembali ke UUD 1945. Ideologi ini tidak setuju dengan sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang. Pelopor paham ini adalah Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat. Pada 2009, tokohnya adalah Letnan Jenderal Suryadi. Mantan Panglima TNI Djoko Santoso juga ada di barisan ini. Dalam Pilpres 2019, tokoh yang ingin kembali ke UUD 45 yang asli, Djoko Santoso, juga berada di kubu Prabowo Subianto.

    Terakhir, ideologi hak asasi manusia. Penganut paham ini banyak mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap kurang liberal. Paham ideologi ini yang mengkritik kinerja Jokowi yang kurang tuntas menyelesaikan kasus HAM di Indonesia.

    "Jika Islam politik menganggap pemerintahan Jokowi terlalu liberal, pendukung hak asasi justru sebaliknya, yaitu kurang liberal. Jokowi dianggap kurang tuntas menyelesaikan isu HAM. Mulai kasus gerakan 65 hingga pembunuhan Munir. Tokoh ideologi ini lebih banyak dari LSM. Haris Azhar misalnya. Dia mengkritik keras Jokowi. Tapi dia juga tak mau membela Prabowo," pungkasnya.
    Prabowo Subianto disebut-sebut masih akan kembali bertarung pada Pilpres 2024 mendatang. Namun, kekuatan mantan Danjen Kopassus itu dinilai bakal melemah. Kekuatan Prabowo setelah putusan MK akan makin berkurang dengan sendirinya. Selain faktor usia, kemampuan Prabowo dalam mengelola politik juga akan semakin berkurang. Figurnya tidak akan laku pada 2024," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
    Karena itu, dia menyarankan agar Partai Gerindra menyiapkan tokoh lain sebagai capres. Menurutnya, Gerindra membutuhkan regenerasi sosok baru menggantikan Prabowo yang sudah tiga kali mengikuti kontestasi Pilpres.(rh/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top