• Berita Terkini

    Kamis, 20 Juni 2019

    Pemilih Ganda Bahasan Menarik di Sidang MK

    JAKARTA - Dugaan pemilih ganda jadi bahasan menarik dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan saksi Agus Muhammad Maksum yang menyebut ada 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak wajar.

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah tudingan saksi fakta Agus Muhammad Maksum. "Menurut data kami, yang kami serahkan ke KPU, hasil koordinasi dengan KPU untuk mensinkronkan, mencocokkan DPT itu lewat NIK. Jadi yang ada di kami clean and clear. Dari 187 juta itu aman," tegas Tjahjo, Rabu (19/6/2019).

    Dia menuturkan tanggal lahir sama itu merupakan kesepakatan. Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Gede Suratha telah menjelaskan bahwa sebelum 2004 Kemendagri pernah mendata penduduk menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (Simduk). Dalam pendataan tersebut berlaku aturan bagi warga negara yang lupa tanggal lahirnya, maka akan dicatat lahir pada 31 Desember.

    Sementara itu, Komisioner KPU VIryan Aziz di persidangan juga bertanya tentang bulan mendapatkan data DPT yakni sekitar bulan 2 di 2019. Ia juga mengatakan saksi tidak mengikuti proses tahapan DPT sejak 15 Desember 2019 ketika penetapan DPT.

    Viryan menjelaskan saksi tidak mengetahui seluruh peserta pemilu dalam penyusunan DPT Pemilu 2019. "Semua pihak boleh mengakses data informasi DPT yang telah ditetapkan untuk memeriksa," kata Viryan.

    Diketahui, di persidangan saksi fakta Idham Amiruddin juga mengaku menemukan nomor induk kependudukan (NIK) invalid dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. NIK di sejumlah kecamatan di suatu wilayah, lanjutnya, berbeda dengan data asli terkait data pemilih.

    "Ketika seorang di entri masuk datanya dalam daerah pemilihan (dapil). Di Bogor ada 40 kecamatan, tapi bisa dilihat di sana ada kecamatan (kode) 85, ada 00," ujar Idham di ruang sidang MK pada Rabu (19/6/2019).

    Menurut dia, tidak pernah ada NIK yang diawali di dengan angka 00. Atas dasar itu, dia melihat terdapat NIK siluman yang kurang lebih berjumlah 56.832. "Terjadi di Bengkulu, tapi saya lupa berapa jumlahnya," jelasnya.


    Selain itu, saksi juga mengungkap ditemukan NIK rekayasa. Ada perbedaan data yang tertuang dalam NIK dengan kenyataan dari pemilik NIK. "Misalnya NIK perempuan tapi dia laki-laki," paparnya.

    Data NIK rekayasa juga memperlihatkan perbedaan umur yang tertera dalam NIK dengan umur asli pemilik NIK. Perbedaan juga menyangkut tanggal dan bulan yang tidak sesuai. "Misalnya di tanggal lahir di tulis A, tapi pada NIK-nya itu B. Itu salah satu NIK rekayasa," tutur dia.

    Pihaknya memperkirakan kondisi NIK rekayasa tertinggi terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat. Jumlah NIK ini sekitar 430.

    Selain itu, saksi juga mengungkapkan fakta kecurangan pemilu terkait pemilih ganda. Dia memperkirakan kasus kecurangan itu berjumlah dua juta dengan kota tertinggi di Papua. "Jadi saya memutuskan mencari data ganda berdasarkan nama dan tanggal lahir. Tiga suku kata bersamaan dan lahir di tanggal yang sama," bebernya.
    Kecurangan lainya yang ia paparkan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) adalah pemilih di bawah umur. Dia menyebut terdapat data dengan usia satu tahun yang mendapat hak memberikan suara.

    "Kenapa ini menjadi masalah? Karena dalam DPT (daftar pemilih tetap) KPU status perkawinannya dihilangkan. Juga usia pemilih. Kenapa penting? Karena ini menjawab DPT pemilih. Dulu ada. Sekarang tidak ada lagi," jelasnya.

    NIK rekayasa juga diakui banyak ditemukan di Sulawesi Selatan. "Jadi ada tempat pemungutan suara (TPS) mengandung NIK rekayasa. Lumbungnya di Sulawesi Selatan, itu tergambar jelas," klaimnya.

    Dia menjelaskan maksud dari NIK rekayasa ialah seluruh datanya terlihat benar tapi salah. Idham mencontohkan, NIK perempuan tapi tercantum laki-laki, begitu sebaliknya. "Ada yang tanggal bulannya salah, terbalik, ada NIK laki-laki jadi perempuan," tukas Idham.
    Dia juga menyebut terjadi kasus serupa yakni NIK ganda di Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 400 lebih NIK ganda diklaim beredar di Bogor. (khf/fin/rh)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top