• Berita Terkini

    Senin, 24 Juni 2019

    Masyarakat Diminta Terima Putusan MK

    JAKARTA - Masyarakat diminta untuk menerima apapun hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2019. Dan masyarakat juga harus tetap bisa menjaga persatuan.

    Hal tersebut dikatakan Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono. Menurutnya sengketa Pilpres 2019 telah dilakukan dengan jalur yang benar yaitu melalui gugatan di MK. Untuk itu masyarakat harus menerima apapun yang diputuskan hakim MK.

    "Sebentar lagi kita akan dengar keputusan MK. Apapun keputusan kita harus bisa terima, kita harus wise," ujar Gatot, Minggu (23/6/2019).

    Gatot juga mengingatkan pentingnya menjaga persatuan di masyarakat. Apalagi Pemilu 2019 telah berakhir. "Kalau aman kita bisa kumpul seperti ini. Oleh karena itu kita temanya ada dua merajut persatuan. Kalau tidak aman tentunya saudara kita tidak bisa melaksanakan kegiatan seperti ini. Kita kita setuju menolak kekerasan. Kita setuju menolak anarkisme," katanya.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan aksi penyampaian pendapat di muka umum dan dilakukan di jalan protokol dilarang oleh Undang Undang.

    "Aksi di jalan protokol depan MK oleh pihak mana pun dilarang karena melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Pasal 6, yang bisa mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain," kata Argo dalam keterangan tertulis, Minggu (23/6).

    Bercermin dari peristiwa aksi di depan gedung Bawaslu 21-22 Mei 2019 yang awalnya berjalan damai berubah menjadi anarkis. "Meski disebutkan aksi superdamai tetap saja ada berpontensi disusupi perusuh. Diskresi kepolisian disalahgunakan," katanya.

    Argo pun menyarankan agar aksi yang akan digelar PA 212 dilaksanakan di lokasi lain. "Silakan halal bihalal dilaksanakan di tempat yang lebih pantas, seperti di gedung atau di rumah masing-masing," katanya.

    Dia juga mengimbau agar tidak ada aksi yang bisa mengintervensi hakim MK. Karena persidangan sudah dilakukan secara terbuka kepada masyarakat. "Biarkan hakim MK bekerja tanpa tekanan. Karena semua persidangannya sudah di-cover banyak media secara langsung, dan hasil keputusan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

    Sementara itu, MK diprediksi bakal menolak gugatan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang dilayangkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebab keterangan saksi ahli dan saksi serta bukti dalam persidangan yang disampaikan BPN Prabowo-Sandiaga sangat lemah.

    Menurut Ketua Konstitusi Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi keterangan ahli dan saksi yang dianggap lemah antara lain soal daftar pemilih tetap (DPT) siluman, data invalid di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU dan ketidaknetralan kepala daerah.

    "Ya kalau pertimbangan keterangan saksi DPT menurut saya itu ditolak MK. Kalau soal Situng pasti ditolak. Karena apa? Situng bukan penentu hasil Pemilu," ujar Veri dalam Pemaparan Hasil Mini Research: Perbandingan Dalil Pihak-Pihak, Alat Bukti dan Ketentuan Perundang-Undangan dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden 2019 di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6).

    Sedangkan tudingan kepala daerah melakukan pelanggaran Pemilu juga tidak bisa dibuktikan. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah lain yang menyatakan dukungan kepada pasangan Joko Widodo-Maruf Amin.

    "Saksi Prabowo-Sandiaga tidak bisa meyakinkan hakim MK bahwa Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah melanggar UU Pemilu. Lagi pula, kasus deklarasi dukungan Ganjar dan sudah ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," katanya.

    Dikatakan, dalam putusan Bawaslu, Ganjar dianggap tidak melakukan pelanggaran pidana atau administratif Pemilu. Ganjar hanya melanggar etika dalam UU Pemerintahan Daerah. "Soal Mas Ganjar dan beberapa kepala daerah itu sudah ada bantahan juga sebenarnya dari Bawaslu. Karena itu sudah diproses Bawaslu," ucapnya.

    Selanjutnya, Veri menjelaskan keterangan saksi ahli Prabowo-Sandiaga, Jaswar Koto yang menyebut terdapat data invalid dalam Situng KPU. Padahal, data Situng KPU seharusnya tidak dipersoalkan di MK. Sebab, hasil Pilpres 2019 tidak ditentukan Situng. Tapi hasil ditetapkan berdasarkan rekapitulasi suara berjenjang dari tingkat TPS sampai KPU.

    "Mungkin MK akan mengatakan masalah ini ada pada administratifnya. Tapi tidak terkait dengan hasil Pemilu. Jadi secara adminsitratif sangat mungkin itu dikoreksi," katanya.

    Hal serupa juga dikatakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari. Dia menilai gugatan kubu Prabowo-Sandiaga bakal ditolak MK. Selain keterangan ahli dan saksi yang tidak kuat, menurut Feri banyak data-data yang disampaikan tidak valid.

    "Dari fakta-fakta persidangan, saya menilai saksi dan ahli memang lemah dalam membuktikan dalilnya," katanya.

    Dia juga mempertanyakan isi petitum Prabowo-Sandiaga. Ada 15 poin dalam petitum tersebut sangat tidak berkesesuaian antara satu dengan lainnya. Misalnya, Prabowo-Sandiaga meminta MK memutuskan pemungutan suara ulang (PSU), di sisi lain mendesak MK mengganti komisioner KPU.

    "Saya tanya? Kalau dikabulkan semua, minta PSU, tapi minta juga seluruh komisioner KPU diberhentikan. Kalau dikabulkan semua siapa yang mau melakukan PSU. Jadi ada yang gak logis," katanya. (gw/fin)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top