• Berita Terkini

    Rabu, 19 Juni 2019

    KPK Diminta Gas Pol Tangani Perkara Korupsi DPRD Kebumen

    JOKO SUSANTO
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tak membuang waktu dalam perkara penanganan korupsi yang menjerat Ketua DPRD non aktif, Cipto Waluyo. Dalam perkara ini, KPK diminta segera menetapkan tersangka kepada piha-pihak lain yang jelas-jelas terlibat.

    Adanya harapan itu, disampaikan Ketua Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Kabupaten Kebumen Hadi Waluyo. "Pada dasarnya, Ketua DPRD Kebumen telah membuka jalan. Hanya sayangnya, KPK belum bisa menuntaskan kasus di Kebumen," kata pria yang akrab disapa HW itu kepada Kebumen Ekspres, Selasa (18/6).

    Bagi HW, penetapan Ketua DPRD Kebumen sebagai tersangka, rupanya belumlah cukup dalam upaya penanganan korupsi di Kebumen yang disebutnya sudah sangat masif tersebut. Jadi, KPK mesti gas pol alias tidak setengah-setengah dalam menangani perkara korupsi di Kebumen.

    Bila KPK berhenti hanya sampai Ketua DPRD, kata HW, masyarakat dapat menjadi antipati terhadap penanganan perkara korupsi di Kebumen.  "KPK harus menuntaskan kasus ini sampai selesai. Jangan buang waktu agar tidak kadaluwarsa. Wakil rakyat yang terlibat segera ditarik ke ranah hukum. Biar masyarakat ngerti, kasus korupsi Kebumen adalah korupsi perang psikologis antara eksekutif dan legislatif," ujar dia.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD Kebumen non aktif Cipto Waluyo, duduk sebagai pesakitan KPK di Pengadilan Tipikor Semarang. Politisi PDIP itu didakwa  menerima suap sebesar Rp 39,5juta dari Adi Pandoyo, yang saat itu menjabat Sekda Kebumen, dengan tujuan untuk mengesahkan segera APBD-Perubahan 2015 dan APBD 2016.


    Hal itu diuraikan dalam sidang perdana, beragendakan dakwaan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Putra Iskandar di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (17/6) kemarin.


    Dalam dakwaanya, PU KPK, Putra Iskandar, menyampaikan, Cipto Waluyo bersama-sama dengan Bagus Setyawan, Miftahul Ulum, dan Gito Prasetyo, selaku anggota DPRD Kebumen bertempat di Perumda Selang, kantor Sekda, dan Swiss Bell Inn Solo, menerima hadiah dari Adi Pandoyo, dengan uang keseluruhan Rp 39,5juta.


    Atas kasus itu, KPK, menjerat terdakwa dengan pasal berlapis sekaligus. Yakni, Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Atau kedua Pasal 12 huruf b UU yang sama, atau ketiga Pasal 11 jo Pasal 18 UU yang sama.

    Diuraikan KPK, bahwa terdakwa sebagai anggota sekaligus Ketua DPRD Kebumen periode 2014-2019, memiliki fungsi anggaran, pengawasam dan legislasi.

    Selain itu, terdakwa juga merangkap sebagai Ketua Badan Musyawarah (Bamus) dan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kebumen,  menjalankan tugas dan fungsingnya, secara bertahap menerima uang dari Adi Pandoyo terkait pengesahan terhadap APBD-P tahun 2015.

    Dijelaskan KPK, dalam setiap rapat pembahasan APBD-P antara tim banggar dengan TAPD yang diketuai Adi Pandoyo, terdakwa selalu menyampaikan ada permintaan Pokir anggota DPRD Kebumen kepada Adi Pandoyo dan Supangat selaku Kepala DPPKAD, dan permintraan pokir agar dikordinir satu pintu melalui terdakwa.


    “Terdakwa juga mengigatkan jika permintaan pokir anggota DPRD Kebumen tidak diakomodir maka pembahasan APBD-P 2015 tidak akan dilanjutkan sehingga menghambat proses APBD-P 2015,” kata PU KPK, Putra Iskandar, dalam dakwaanya.


    Selanjutnya, setelah Pokir Anggota DPRD Kebumen dimasukkan ke dalam APBD-P, barulah anggaran itu disahkan. Beberapa hari kemudian terdakwa melalui Bagus Setyawan, selaku Wakil Ketua DPRD Kebumen menyampaikan kepada Adi Pandoyo untuk mencari uang terkait dengan kompensasi kegiatan pokir, karena ada desakan para anggota DPRD Kebumen yang lain.

    Adanya permintaan itu, selanjutnya, Adi meminta Tegus Kristiyanto (Sekretaris ULP Pemkab kebumen) mengumpulkan uang dari sejumlah kontraktor yang mengiginkan paket pekerjaan di Pemkab Kebumen.


    “Diantaranya yang dikumpulkan Aksin, Hartoyo, dan Khayub Muhammad Luthfi, beberapa waktu kemudian uang terkumpul Rp 500juta,”beber Putra.


    Terpisah, Sekretaris Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang, Okky Andaniswari, berharap kasus tersebut tidak tebang pilih dalam menetapkan tersangka.

    Selain itu, pihaknya berharap KPK bisa lebih transparan dalam mengungkap para pelaku, dan tidak terkesan hanya mengembang di Kabupaten Kebumen, sedangkan pengembangan kasus yang menjerat mantan Bupati Purbalingga, Tasdi, belum dilakukan, khususnya di Purbalingga.

    Pihaknya mengaku memantau kasus yang ditangani KPK tersebut, dengan harapan para pelaku bisa diungkap tuntas dan tidak terkesan politis.
    “Dalam persidangan jelas, kasus Bupati Tasdi juga ndak sendiri, uang fee atau suap juga mengembang ke pihak-pihak lain. Jadi kami minta jangan cuma berani di Kebumen, sedangkan Purbalingga ndak berkembang, makanya jadi pertanyaan besar,” tandasnya.


    Perlu diketahui, dari data penahanan Cipto sudah ditahan penyidik sejak 1 Februari 2019 lalu dan telah diperpanjang penuntut umum melalui perpanjangan Ketua PN Semarang hingga Juni 2019. Cipto sendiri menjadi Ketua DPRD Kebumen melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pertama kali pengumuman tersangka Cipto bersamaan dengan Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR RI nonaktif. (jks/cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top