• Berita Terkini

    Jumat, 03 Mei 2019

    Pemerintah Kaji Nusakambangan Tempat Khusus Koruptor

    Wiranto
    JAKARTA - Gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana korupsi ke lembaga pemasyarakatan (lapas) di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah mendapat sambutan pemerintah.

    Meski belum pasti, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memberikan sinyal bahwa gagasan tersebut layak untuk dikaji lebih jauh oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas).

    Untuk narapidana kasus korupsi, Wiranto mengungkapkan, perlu langkah-langkah khusus agar semua koruptor dipastikan benar-benar ada di bawah pengawasan. "Supaya betul-betul terisolasi total," terangnya, kemarin (2/5/2019).

    Karena itu, gagasan yang disampaikan KPK dia nilai baik. Sebab, banyak masyarakat merasa khawatir koruptor yang mendekam di Lapas Sukamiskin bisa keluyuran semau mereka.

    Terakhir, mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu menyebutkan, kabar mantan ketua DPR Setya Novanto kelayaban ketika izin berobat di RSPAD menjadi sorotan. "Beberapa kali kan pernah terjadi (narapidana kasus korupsi keluyuran)," terang dia. Sebelumnya, Wiranto menyebut, Gayus Tambunan juga pernah melakukan hal serupa. "Ke Bali nonton tenis," imbuhnya.

    Karena itu, Wiranto menilai narapidana kasus korupsi memang perlu diisolasi di lapas yang bisa menutup ruang gerak mereka. Namun demikian, gagasan baik tersebut tetap harus melalui kajian matang. Dia menyampaikan bahwa itu menjadi kewenangan dan tugas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
    Sebab, mereka yang selama ini bertugas membawahi Ditjenpas. Selain itu, Kemenkum HAM juga perlu berkoordinasi secara intens dengan KPK. "Saya kira biar mereka (Kemenkum HAM dan KPK) koordinasi dulu ya," tutur Wiranto.

    Sebagai lembaga yang punya gagasan dan kementerian yang mengurus semua lapas di tanah air, dia yakin Kemenkum HAM dan KPK mampu merumuskan kajian terbaik. "Untung ruginya bagaimana nanti," tambah dia.

    Semua itu harus dilakukan tanpa mengesampingkan beragam persoalan yang selama ini masih menjadi PR Kemenkum HAM bersama Ditjenpas. "Karena beberapa lapas kan masalahnya over kapasitas," imbuh Wiranto.

    Persoalan tersebut memang bukan hal baru. Sudah lama over kapasitas menjadi masalah bagi Ditjenpas. Sebab daya tampung lapas yang ada terbatas. Sedangkan jumlah narapidana dan tahanan terus bertambah.

    Senada dengan Wiranto, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Sri Puguh Budi Utami juga menyampaikan bahwa gagasan KPK perlu dikaji lebih jauh. Sebab, perlu dipastikan lebih dulu apakah koruptor bisa dieksekusi ke lapas di Nusakambangan. "Tentu akan lebih tepat bila ada hasil kajian untuk itu," jelasnya. Di Nusakambangan terdapat beberapa lapas yang disesuaikan dengan narapidana.

    Perempuan yang biasa dipanggil Utami tersebut menjelaskan, lapas-lapas itu dibagi atas beberapa klasifikasi. Mulai super maximum security, maximum security, medium security, sampai minimum security.
    "Penempatan pada lapas-lapas tersebut didasarkan pada adanya perubahan perilaku (narapidana)," terang dia. Lapas berklasifikasi apa yang cocok untuk koruptor? Itu yang dinilai masih perlu dikaji. (syn/ful/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top