• Berita Terkini

    Sabtu, 04 Mei 2019

    Langkah Ambigu Demokrat Usai Pemilu

    JAKARTA - Pasca pertemuan Agus Harimoerti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Kamis (3/5) kemarin, berbagai sorotan muncul dari para Politikus maupun pengamat politik.

    Menyikapi hal tersebut, Peneliti politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah mengatakan jika membaca hasil Pemilu yang menempatkan Partai Demokrat tidak pada posisi dominan.

    "Tentu terbuka peluang bagi Partai Demokrat untuk merapat ke petahana yang diprediksi akan memenangi Pemilu kali ini," terang Dedy ke Fajar Indonesia Network di Jakarta, Jum'at (3/5/2019).

    Hanya saja, lanjut Dedy, pertemuan tersebut ternyata inisiatif Jokowi, sehingga ada dua asumsi penting.  "Pertama, Jokowi ingin menyampaikan pada publik bahwa elit koalisi baik-baik saja dan tidak menimbulkan gejolak berarti. Kedua, Jokowi ingin membangun koalisi yang kuat dengan menarik dukungan dari parpol koalisi BPN," imbuh Dedy.

    Dengan demikian, lanjut Dedy, ini bisa mengurangi ketegangan hasil Pilpres yang dituduhkan BPN miliki kecurangan cukup banyak.

    "Kalau melihat waktu pertemuan yakni sebelum penentuan legitim KPU, maka muatan politisnya lebih kuat dibanding dengan unsur rekonsiliasi," ujar Dedy.
    Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) ini, kembali menjelaskan bahwa Partai Demokrat jauh hari sebelum pemilihan umum, memang terlihat menjalankan politik dua kaki.

    "Ini bisa kita lihat dari dukungan kader Partai Demokrat (PD) di daerah ke petahana. Sehingga bukan hal baru kalaupun nanti PD bergabung ke koalisi Indo kerja. Hanya saja, mahfum kita tau jika relasi ketua umum PD dan PDIP sebagai pengusung utama petahana tidak cair," ujar Dedy.

    Dedy kembali menyebut, sejauh ini PD tidak miliki pengalaman panjang menjadi oposisi. Sehingga masih sulit memetakan apakah PD kali ini akan berada di oposisi atau pemerintah. Hanya saja, memahami kondisi PD yang tidak cukup kuat meraup suara di Pemilu 2019.

    "Besar kemungkinan PD akan merapat ke pemerintah. Terlebih elit PD telah menginformasikan, jika beban moral mereka terhadap koalisi 'Adil Makmur' hanya sampai pada akhir Pemilu ini. Itu artinya, siapa nanti yang akan menang sesuai keputusan KPU, maka PD bebas menentukan pilihan," beber Dedy

    Terpisah, menanggapi seputar pertemuan AHY dan Jokowi, Politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria, mengatakan kemungkinan ada niat lain dari Presiden petahana Joko Widodo mengundang AHY ke Istana.

    Apalagi saat ini proses rekapitulasi suara Pemilu 2019 masih berjalan.  "Kita memahami ini suasana politik, masih proses rekap tentu tidak dapat dipungkiri Pak Jokowi dan timnya ada maksud lain dalam rangka proses rekapitulasi," kata Riza.

    Kendati demikian, pertemuan dua tokoh di kubu berseberangan itu tidak ditafsirkan Riza sebagai sesuatu yang bisa mengguncang kesolidan koalisi Adil Makmur.
    Dirinya percaya dan yakin jika AHY yang merepresentasikan Partai Demokrat akan tetap setia dan menjaga keutuhan koalisi bersama Partai Gerindra, Partai Demokrat dan Partai Berkarya, PKS, PAN,"Kami yakin koalisi Adil Makmur, Gerindra, PKS, PAN, Demokrat dan Berkarya tetap solid, tetap kokoh mengawal C1 dan rekap," terang Riza.
    Lebih jauh, untuk menguatkan pernyataan soal kesolidan koalisi Adil Makmur, Ketua DPP Partai Gerindra ini menuturkan partai-partai yang tergabung di dalamnya masih tetap fokus mengawal formulir C1.
    "Tadi malam juga kami rapat, kami solid dan kokoh mengawal C1, mengawal rekap," ujar dia.
    Sementara itu, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera melihat pertemuan AHY dengan Jokowi tidak lebih hanya sebagai silaturahmi antarelite politik.
    "Silaturahim antara elite politik itu baik," ujar Mardani Ali Sera.

    Menurut Mardani, silaturahmi itu dilakukan antara AHY dan Jokowi yang berbeda posisi politiknya saat Pemilu Presiden (pilpres) lalu."Menyejukkan dan membuat rakyat bahagia. Tapi pendapat berbeda diperbolehkan," terang Mardani.

    Kendati demikian, Dirinya sepakat dengan pandangan AHY agar semua pihak menunggu keputusan KPU pada 22 Mei 2019 untuk menentukan siapa pemenang Pilpres 2019.
    "Setuju menunggu KPU. Tapi KPU mesti betul-betul menjaga kepercayaan publik ini," ujarnya.

    Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat , Ferdinand Hutahaean, mengatakan pertemuan tersebut jangan diartikan Partai Demokrat akan meninggalkan koalisi Adil Makmur.

    "Pertemuan ini jangan diartikan bahwa seolah Demokrat meninggalkan koalisi Adil Makmur dan pindah ke koalisi Jokowi . Politik tidak seperti itu," terang Ferdinand.

    Lebih lanjut, anggota BPN Prabowo-Sandiaga tersebut mengatakan AHY bertemu atas undangan Jokowi secara pribadi. Terlebih undangannya pun hanya silaturahmi. Sehingga, menurut Ferdinand tidak elok kalau undangan silaturahmi ditolak hanya karena beda koalisi.

    "Kita Partai Demokrat DNA politiknya adalah meletakkan kepentingan bangsa di atas semua kepentingan. Maka silaturahmi ini adalah silaturahmi untuk menyejukkan suasana politik," bebernya.

    Lebih jauh, Ferdinand menegaskan, bila Demokrat akan menyelesaikan kewajiban moral politiknya di koalisi Adil Makmur hingga selesai ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apalagi menurutnya sampai saat ini belum tahu siapa yang akan ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2019.
    "Jika Prabowo yang ditetapkan oleh KPU, maka tentu Demokrat akan melanjutkan koalisinya dengan Prabowo memimpin negeri ini," ujarnya.
    Namun, jika KPU menetapkan Jokowi sebagai pemenang, menurutnya Partai Demokrat mandiri dan bebas serta berdaulat menentukan sikap politiknya.
    "Jadi sekali lagi, pertemuan ini adalah silaturahmi untuk kepentingan bangsa. Menyejukkan situasi politik saat ini yang saat ini cenderung semakin memanas," tandasnya.(by/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top