• Berita Terkini

    Sabtu, 25 Mei 2019

    Akses Sosial Media Belum Dibuka,Menkominfo Minta Maaf

    JAKARTA- Pemerintah hingga saat ini belum membuka pembatasan akses sosial media terhitung semenjak terjadi aksi protes yang berhujung kerusuhan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 2019 lalu.

    Atas dasar itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara meminta maaf apa bila ada masayarakat yang merasa dirugikan terutama bagi mereka yang terbiasa melakukan transaksi jual beli di media sosial. "Saya mohon maaf, apabila ada yang merasa dirugikan. Saya mohon pengertiannya, bagi masyarakat yang terkena dampak," kata Rudiantara di Jakarta, Kamis (23/5/2019) kemarin.

    Rudiantara mengatakan, pembatasan akses sosial media dilakukan terhadap Facebook Instagram dan WhatsApp, karena sering ditemukan penyebaran berita hoaks, fitnah, adudomba dan provokasi saat terjadi kerusuhan di Jakarta pada 22 Mei lalu. Terlebih lagi, sejumlah berita yang beredar di sosial media, bukan merupakan produk jurnalistik. Dikatakan, pembatasan akses peredaran foto dan video, karena kedua konten ini yang paling memperngaruhi psikologis Masayarakat.

    "Karenanya untuk menurunkan tensi, kita harus melakukan tindakan. Yaitu pembatasan dari akses, kepada fitur-fitur yang secara psikologis, gampang membuat emosi masyarakat. Kita tahu, kalau yang namanya video atau foto itu gampang membuat emosi masyarakat," kata Rudiantara.

    Dikatakan, WhatsApp merupakan aplikasi perpesanan yang paling sering digunakan untuk menyebar hoaks. Modus yang sering digunakan adalah dengan memviralkan tangkapan layar dari sosial media seperti Facebook atau twitter, kemudian diviralkan melalui whatsApp."Di Indonesia hampir semua pengguna ponsel menggunakan WhastApp. Jadi otomatis viralnya di sana. otomatis dua-duanya yang kita kenakan," katanya.

    Meski suasana pasca kerusuhan di Jakarta kini telah kembali kondusif, namun Rudiantara belum bisa memastikan kapan dibukanya kembali akses sosial modia. Kapan berapa harinya, tentunya saya tidak bisa menetapkan sendiri. Tentu ada pihak keamanan yang juga nanti dilibatkan soal menetapanya," katanya.

    Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen ( AJI) mendesak pemerintah mencabut kebijakan pembatasan akses sosial media. AJI menilai, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 28F UUD 1985, yang menyatakan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi. AJI meminta pemerintah menghormati hak publik untuk memperoleh informasi.
    "Kami menilai langkah pembatasan ini juga menutup akses masyarakat terhadap kebutuhan lainnya, yaitu untuk mendapat informasi yang benar," ujar Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan dalam rilisnya yang diterima Kamis (23/5).

    AJI menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. AJI juga mendorong pemerintah meminta penyelenggara media sosial untuk mencegah penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian dengan mekanisme transparan, sah, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. "Kami menolak segala macam tindakan provokasi dan segala bentuk ujaran kebencian, karena hal itu bisa memicu kekerasan lanjutan serta memantik perpecahan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi," ujar Manan. (dal/fin)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top