• Berita Terkini

    Selasa, 09 April 2019

    KPU Dituding Atur Server Menangkan Salah Satu Capres

    FOTOFIN
    JAKARTA - Polri telah menangkap dua penyebar hoax server Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sayangnya, pengunggah pertama serta pembuat hoax belum juga tertangkap. Hubungan antara dua tersangka yang ditangkap belum terungkap.

    Hoax server KPU cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, hoax tersebut menuduh KPU telah mengatur server yang berada di Singapura untuk memenangkan salah satu calon presiden. Hoax tersebut membuat KPU berang dan melaporkannya ke Bareskrim pada Kamis lalu (4/4/2019).

    Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, hanya dalam waktu sekitar empat hari dua penyebar hoax server KPU telah tertangkap, yakni EW dan RD. Untuk EW ditangkap di Ciracas Jakarta Timur dan RD ditangkap di Lampung. "Keduanya pengunggah hoax tersebut," terangnya, kemarin (8/4/2019).

    Dari pemeriksaan awal, diketahui data hoax didapatkan keduanya dari sebuah akun Instagram. Tanpa proses cek dan ricek, keduanya mengunggah hoax berupa video dengan dibumbui caption yang provokatif. "Itu peran mereka," tuturnya.

    Bagaimana dengan pembuat dan penyebar pertama? Dedi menuturkan, yang pertama mengunggah hoax tersebut merupakan seorang admin akun sebuah halaman Instagram. Setelah menyebar hoaks, akun tersebut langsung tidak aktif. Disuspend, jelasnya.

    Walau begitu, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim telah mengantongi identitasnya. Saat ini dilakukan pengejaran terhadap penyebar pertama tersebut. "Yang masuk daftar pencarian orang (DPO) untuk kasus ini ada dua ya," terangnya.

    Selain pengunggah pertama, DPO lainnya merupakan sosok yang berada di dalam video hoax tersebut. Sosok tersebut yang mengaku sebagai mantan staf serta menyebut server telah disetting untuk memenangkan salah satu calon. "Kalau ada perkembangan segera diumumkan," paparnya.

    Sementara Kasubdit I Dittipid Siber Bareksrim Kombespol Dani Kustoni menjelaskan, kedua tersangka yang ditangkap mengaku tidak saling mengenal. Namun, penyidik tidak berhenti disana. "Kami dalami lagi korelasinya," paparnya.

    Untuk motif dari penyebaran hoax, dia menjelaskan, pemeriksaan awal menyebut hanya mengunggah tanpa mengklarifikasi. Belum ada motif ekonomi. "Masih mendalami soal apakah dibayar untuk mengunggah dan memviralkan hoax," jelasnya.

    EW dikabarkan mendapatkan uang Rp 3,5 juta untuk menyebarkan video hoax tersebut. Para tersangka dijerat pasal 45 ayat 23, pasal 45 a ayat 2 UU ITE dengan ancaman hukuman penjara empat tahun.

    Terpisah, Ketua KPU Arief Budiman mengaku sudah diberitahu pihak Bareskrim. Mereka sudah menindaklanjuti laporan yang mereka masukan pada Kamis (4/4) malam lalu. Bahwa ada beberapa tersangka yang ditetapkan terkait kasus tersebut.

    "Benar kami sudah diinformasikan, makanya siang ini (kemarin, red) kami mau ke Bareskrim untuk mengonfirmasi," ucapnya, kemarin.

    Arief menjelaskan, penyebaran berita bohong sangat merugikan pihaknya. Ini membuat masyarakat tidak lagi percaya kepada penyelenggara pemilu. Karena dianggap akan memenangkan salah satu paslon. Bahkan sebelum penghitungan suara dilakukan. "Sistem KPU itu tidak memungkinkan untuk melakukan kecurangan," tegasnya.
    Sebab, semua proses dilakukan secara manual. Arief juga menjelaskan, semua perhitungan dilakukan secara terbuka. Mulai dari pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS. Hingga menuju ke muara, di level nasional. Semua pihak bisa hadir, untuk melakukan pengamatan secara langsung.

    Tidak hanya dari petugas TPS, anggota KPU, atau pun penyelenggara pemilu lainnya. Penghitungan suara terbuka untuk umum. "Teknologi digunakan hanya untuk menyebarkan info dengan cepat. Dengan begitu KPU bisa mengontrol jajarannya di daerah, begitu juga masyarakat untuk mengontrol tugas KPU," bebernya. (mhf/khf/ful/fin)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top