• Berita Terkini

    Selasa, 23 April 2019

    KPU Bantah Melakukan Kecurangan

    JAKARTA - Netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu semakin dipertanyakan. Permasalahan, mulai dari kesalahan input data dalam aplikasi sistem informasi perhitungan suara (Situng), sampai dugaan kecurangan KPPS di sejumlah daerah juga disoal.

    Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, pihaknya sangat sadar jika pemilu soal kepercayaan dan menjadi pemilihan terbesar di dunia, karena melibatkan jutaan orang penyelenggara dan ratusan juta pemilih.

    Menurut Viryan, prinsip keterbukaan dalam aspek sumber daya manusia sudah terjamin tidak mungkin. Misalnya ada tudingan KPU curang. "Loh gimana curang, orang jajaran di KPPS itu ada 810 ribu. Tidak mungkin itu bisa melakukan kecurangan secara sistematis oleh KPU RI. Nggak mungkin," tegas Viryan, Senin (22/4/2019).

    Viryan pun mempersilahkan kepada pihak yang menduga bahwa ada kecurangan sistematis yang dilakukan oleh KPU untuk dikroscek langsung. Soal kepercayaan, Viryan pun mengatakan, kondisi di lapangan itu beragam. Mulai dari tersebar di 810 ribu TPS dan tujuh ribu kecamatan. KPU sadar, sejak awal sumber daya manusia yang direkerut beragam.

    "Yang jelas sebagian teman-teman kami meninggal, sakit. Kan menunjukan makna lain dari kompleksitas pemilu. Itu beban kerjanya luar biasa berat. Dan ini jadi perhatian kita. Kalau isu kepercayaan publik hanya bisa dijawab dengan kondisi tersebut, membuat desain pemilu ini transparan," terangnya.

    Ia menegaskan, KPU sejak awal berupaya untuk terus transaparan. Namun transparan KPU ini memang pada beberapa waktu dilihat sejumlah kalangan, justru sebagai kesalahan yang sangat fatal. Misalnya mengenai keliru mengentri data C1. Sebagian masyarakat yang mengkritisi situng C1, menurut Viryan, masyarakat mengetahuinya setelah melihat hasil scan C1.

    "Artinya kalau misalnya itu teman-teman kami di bawah mau melakukan kecurangan, ya scan C1 nya diubah. Inikan tidak, scan C1 nya tetap, entrinya terjadi kekeliruan. Kenapa terjadi kekeliruan? Karena KPU RI meminta supaya di scan semuanya. Namun ternyata sangat kompleks, akhirnya kemarin diminta untuk fokus kepada pilpres," paparnya.

    Menurutnya, justru kekeliruan yang diketahui oleh masyarakat karena KPU bekerja transparan. Dan tidak mudah memantau 810ribu hasil pemilu di TPS. "Silahkan publik mengkritisi. Makanya kita buka layanan buat call center," tukasnya.

    Terpisah, Pengamat Politik Ujang Komarudin menilai, segala bentuk permasalahan dari pra sampai pasca pemungutan suara merupakan dinamika dalam berdemokrasi. Tidak ada penyelenggaraan apapun yang bisa dikatakan sempurna tanpa ada kesalahan.

    Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta ini mengatakan, jika ada permasalahan, lembaga penyelenggara pemilu harus segera menyikapi. "Harus diselesaikan, jangan sampai ada indikasi kecurangan nyata. Semua mata melihat," kata Ujang yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indonesia Political Review.
    Dia memastikan, sejak Pemilu pada 2004 lalu, KPU sebagai lembaga penyelenggara kerap mendapat kritik pedas. Tak jarang ada yang mencoba mendelegitimasi. Menurutnya, setiap penyelenggaraan pemilu pasti ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama penyelenggaraan.

    "Karena saya yakin, tidak mungkin bisa sempurna. Jadi bisa dibilang wajar jika ada permasalahan yang kemudian muncul ke permukaan. Hanya saja, KPU dalam hal ini harus siap dan sigap dalam merespon permasaahan tersebut," tandasnya.

    Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merekomendasikan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) termasuk di Surabaya, Jawa Timur.

    Hal itu bertujuan agar kontestasi politik dalam pesta demokrasi di Indonesia dapat menghasilkan hasil positif dalam kemajuam negeri. Namun langkah tersebut dinilai percuma oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, karena kebijakan Bawaslu tersebut tidak efektif dalam proses pemilu.

    "Harusnya bukan hanya di Surabaya tetapi seluruh Indonesia, jelas kegagalan proses pemilu periode sangat terlihat jelas," kata Fadli, Senin (22/4).

    Politikus Partai Gerindra ini pun juga meminta kepada Komisi II DPR RI untuk segera bersikap dan mengevaluasi kinerja penyelenggara pemilu. "Temuan beberapa dugaan kecurangan akan menjadi bahan evaluasi bagi Komisi II DPR RI. Menurutnya, berbagai temuan yang terjadi harus ditindaklanjuti dan segera menentukan sikap," pungkas politikus dari Dapil Jawa Barat ini.

    Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai pemilu 2019 yang baru digelar pada 17 April kemarin sangatlah tidak efektif. Dirinya pun meragukan proses pemilu tersebut bersifat jujur, adil (Jurdil) karena sejumlah temuan pelanggaran masih marak ditemukan.

    "Saya tidak yakin jika pemilihan umum (Pemilu, red ) berlangsung dengan luber jurdil dan bisa lepas darimoney politics atau politik uang. Pasalnya pelanggaran masih ditemukan dan sanksi diberikan tidak memberikan efek jera," kata Refly di Jakarta.

    Namun demikian, terkait pemilu ulang seluruh Indonesia, Refly mengatakan bagi pihak yang tidak menerima hasil pemilu kemarin silahkan melanjutkan proses selanjutnya sesuai dengan aturan yang berlaku yakni membawanya ke Mahkamah Konstitusi.

    "Tidak langsung semudah itu pemilu ulang di Indonesia, semua sudah di atur dalam aturannya baik Undang-undang maupun PKPU jadi semua membutuhkan proses," tukas Refly.

    Hal senada juga diamini oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengatakan, usulan pemilu ulang seluruh Indonesia adalah hal yang ganjil. "Pernyataan Pemilu ulang di seluruh Indonesia sangat aneh dan ganjil karena sudah jelas pesta demokrasi kemarin berjalan dengan aman lancar dan tertib," kata Ujang.

    Dia mengemukakan pernyataan Pemilu ulang di seluruh Indonesia merupakan pernyataan yang sangat membahayakan. Dirinya pun berharap, pernyataan tersebut bukanlah hal yang menjadi suatu kebenaran karena jelas ini sangat merusak reputasi Indonesia.

    "Jika ditemukan kecurangan maka lakukanlah proses yang sudah diatur dalam peraturan. Jikapun ada yang diulang itu TPS-TPS tertentu yang diduga ada kecurangan bukan secara menyeluruh di seluruh Indonesia," tandasnya. (khf/frs/fin)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top