• Berita Terkini

    Kamis, 28 Februari 2019

    Presiden Buka Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2019

    FOTO : RANDI TRI KURNIAWAN/RM
    BANJAR - Presiden Joko Widodo secara resmi membuka Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU 2019) di Pondok Pesantren  Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, kemarin (27/2).


    Munas Alim Ulama dan Kombes NU adalah forum musyawarah tertinggi kedua setelah muktamar. Acaranya berlangsung setiap tahun. Dalam munas, para ulama NU dari penjuru tanah air akan berkumpul dan mendiskusikan berbagai permasalahan terkini umat dan bangsa.


    Jokowi didampingi Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.


    Munas-Konbes NU digelar hingga 1 Maret 2019. acara tersebut diikuti  perwakilan Pengurus Wilayah NU (PWNU) dari 34 provinsi, lembaga dan badan otonom NU di tingkat pusat, serta para kiai dari berbagai pesantren.


    Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi terbesar di Indonesia yang memiliki kontribusi besar untuk negara.  "NU sudah memberikan kontribusi perjuangan menjaga, merawat Indonesia yang kita cintai bersama," jelasnya.


    Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam  sambutannya mengatakan bahwa dalam momentum pilpres, pileg, dan kontestasi politik saat ini, penting untuk mengingatkan semua pihak bahwa mengembalikan kedaulatan dan pelayanan terhadap rakyat adalah tujuan dari semua kontestasi tersebut. "Pilkada, pilpres atau pileg tidak boleh berhenti hanya pada perebutan kekuasaan," jelasnya.


    Dalam kesempatan itu, Said juga menyinggung dampak besar Revolusi Industri 4.0, khususnya di sektor lapangan kerja. "Khusus di Indonesia, akan ada sekitar 3,7 juta lapangan kerja baru yang terbentuk, tetapi ada sekitar 52,6 juta lapangan kerja yang berpotensi hilang akibat revolusi digital," paparnya.


    Menurut Said, bagian dari peluang positif Revolusi Industri 4.0 telah dirasakan di Indonesia. Salah satunya  dengan kemudahan-kemudahan transaksi online untuk memenuhi sejumlah hajat hidup masyarakat. Namun, bagian dari ancaman Revolusi Industri 4.0. adalah tergusurnya sejumlah lapangan kerja di tengah masalah pengangguran dan postur tenaga kerja yang belum bersaing.


    Said menyebut sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia adalah lulusan SMP ke bawah. Dalam revolusi digital, mereka terancam terus menerus menjadi korban pembangunan. Tugas dari pemerintah kata Said adalah mengelola dan mereduksi mudarat-mudarat teknologi yang dibawa oleh revolusi digital. Kemanusiaan menurut Said harus menjadi basis utama dari pembangunan. (tau/git)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top