• Berita Terkini

    Rabu, 30 Januari 2019

    KPK: Jangan Sampai Eks Koruptor Terpilih Lagi

    JAKARTA – Identitas para eks koruptor yang bertarung di pemilu 2019 dipastikan bakal diumumkan KPU. rencananya, publikasi identitas itu akan dilangsungkan hari ini. KPU tidak hanya mengumumkan identitas eks koruptor. Para mantan terpidana kasus kejahatan lain juga akan dipublikasikan sebagai bentuk keterbukaan.


    Sedianya, publikasi itu hendak dilakukan kemarin (29/1/2019). Namun urung dilakukan lantaran hingga tadi malam Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU pramono Ubaid Tanthowi masih menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya. Mereka dimintai keterangan terkait laporan kuasa hukum Calon Anggota DPD oesman Sapta Odang yang gagal masuk daftar Calon Tetap (DCT).


    Arief menuturkan, publikasi itu merupakan tindak lanjut ketentuan dalam UU Pemilu. Dalam UU tersebut, caleg yang pernah dipidana dengan pasal yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun penjara diberi persyaratan tambahan. Mereka wajib mengumumkan status mereka sebagai mantan terpidana kepada publik. "Maka KPU menegaskan itu sebetulnya,"  terangnya.



    Data caleg tersebut sudah disiapkan KPU. Hanya saja, pihaknya belum akan memastikan medium apa saja yang akan digunakan untuk publikasi. Apakah hanya berupa rilis di media massa atau juga menggunakan website KPU.


    Di awal mencuatnya kasus eks koruptor pada Agustus 2018 lalu, KPU sempat didorong untuk mengumumkan status mereka di surat suara. Atau setidaknya, di setiap TPS sesuai dengan daerah pemilihan masing-masing. Namun, KPU menolak usulan tersebut dan menyatakan bahwa yang paling mungkin adalah memajang identitas mereka di website KPU.


    Yang jelas, lanjut Arief, ini semata-mata untuk mengakomodir kepentingan publik. Menurut dia, public berhak tahu latar belakang para caleg, termasuk yang pernah dipidana. "Ini bagian dari keterbukaan informasi, jadi tidak masalah,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu. Lagipula, pihaknya tidak akan mempublikasikan informasi yang dikecualikan dari para caleg itu.


    Secara keseluruhan, jumlah mantan terpidana yang wajib publikasi diperkirakan lebih dari 200. Dari jumlah tersebut, eks koruptor ada 46 orang. Terdiri dari 40 caleg dan 6 calon senator. Untuk Caleg, Golkar menjadi juaranya dengan delapan eks koruptor. Disusul Gerindra dengan enam mantan koruptor.

    KPU sempat mencantumkan larangan bagi eks koruptor untuk nyaleg atau menjadi calon senator di Peraturan KPU. namun, sejumlah eks koruptor men-challenge PKPU itu di MAhkamah Agung. Hasilnya, pasal larangan tersebut dianulir oleh MA sehingga para mantan koruptor bisa masuk ke dalam DCT


    Meskipun urung diumumkan kemarin, apresiasi tetap berdatangan untuk KPU. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara khusus turut mengapresiasi langkah KPU yang memilih untuk mengumumkan caleg berlatar belakang eks korupor itu.


    "Saya kira bagus kalau KPU akhirnya merealisasikan niat tersebut,” ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di KPK kemarin. Menurut Febri, lembaga antirasuah mendukung langkah KPU selama mereka tidak melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku.


    Dalam pileg yang diselenggarakan bersamaan dengan pilpres, sambung Febri, KPK menilai bahwa masyarakat sebagai pemilih memang harus diberi tahu bagaimana track record calon wakil mereka di parlemen. ”Agar pemilih itu benar-benar tahu latar belakang calon yang akan mereka pilih,” imbuhnya. Sehingga caleg yang pernah berurusan dengan masalah korupsi tidak lagi terpilih menjadi wakil rakyat.


    Apalagi mengingat bahwa tindak pidana korupsi yang melibatkan orang-orang di parlemen tidak sedikit. Febri menyampaikan, instansinya sudah berulang kali menindak pimpinan maupun anggota DPR. Pun demikian dengan pimpinan dan anggota DPRD. ”Jangan sampai kemudian di tahun 2019 terpilih lagi orang-orang yang pernah melakukan korupsi sebelumnya,” terang dia.


    Senada, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, pada prinsipnya KPU tidak boleh melarang pemilih untuk memilih seorang kandidat. Hanya karena mereka mantan terpidana kasus kejahatan. Namun, pengumuman itu bsia menjadi referensi efektif bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya.

    Bagaimanapun, tutur Adnan, pemilih berhak mengetahui rekam jejak dan latar belakang tokoh yang akan dia pilih mewakili aspirasinya. Termasuk bila tokoh tersebut memiliki rekam jejak sebagai mantan terpidana. Lagipula, jumlah mantan terpidana juga tergolong sedikit dibandingkan keseluruhan caleg.


    ’’Tapi setidaknya itu sebuah langkah maju,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin. Kebijakan publikasi semacam itu tidak ada pada periode-periode pemilu sebelumnya. Karena itu, pihaknya jugas setuju bila KPU mempermanenkan pengumuman itu dengan memajangnya di website KPU. sehingga, masyarakat bisa mengaksesnya kapanpun.

    Khusus untuk caleg eks koruptor, Adnan mengingatkan bahwa mereka sudah terbukti melanggar sumpah jabatan. Juga melanggar janji kampanyenya sendiri. ’’Berarti sebenarnya secara moral dan etis mereka itu sudah tidak semestinya menjadi pejabat public,’’ lanjutnya.


    Adnan menambahkan, secara alamiah setiap kekuasaan itu cenderung korup. Mudah untuk disalahgunakan. Karena itu, sudah seharusnya kekuasaan diserahkan kepada orang-orang yang secara etik dan moral terlegitimasi untuk memegangnya. Bukan pada mereka yang pernah mengkhianati sumpah dan janji sebagai pejabat publik.

    Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mendukung upaya KPU untuk yang akhirnya mengumumkan calon anggota legislatif yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi. Apalagi langkah tersebut menjadi salah satu rencana KPU sejak lama. ”Kalau diumumkan ya berarti itu kan janji KPU juga, bahwa akan memberikan tanda (pada caleg napi koruptor, Red),” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (29/1).


    Dalam banyak kesempatan, JK menyebutkan Indonesia salah satu negara yang garang pada koruptor. Sedikitnya sembilan menteri ditangkap karena korupsi, 19 gubernur, dan puluhan bupati atau walikota, serta lebih banyak lagi anggota legislatif. Genderang perang terhadap koruptor harus terus ditabuh bertalu-talu agar kejahatan tersebut tak terulang lagi.


    Lebih lanjut, JK menuturkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dengan pemberian tanda mantan koruptor untuk caleg tentu bisa memberikan pandangan pada pemilih saat mencoblos pada 17 April kelak. ”Jadi dalam pemilu kan semua memilih yang terbaik, karena terpidana tentu ada catatannya. Tinggal masyarakat memilih atau tidak,” ungkap JK.


    Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengapresiasi dan mendukung langkah KPU yang mengumumkan caleg mantan narapidana. “Wakil rakyat harus sosok yang jelas rekam jejaknya,” terang dia saat konferensi pers di kantor Bapilu PDI Perjuangan Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat kemarin (29/1).


    Menurut dia, calon anggota dewan harus mempunyai rekam jejak yang baik  dan jelas. Jika mantan napi,  mereka harus  mengumumkan latarbelakangnya, sehingga masyarakat mengetahui sosok yang akan mewakili mereka.  Publik bisa memilih mana calon yang layak masuk parlemen. Hasto mengatakan, calon wakil rakyat juga harus mempunyai integritas. Mereka akan menjadi wakil di parlemen, sehingga harus betul-betul orang pilihan.


    Khusus untuk pencegahan korupsi, lanjut dia, partai tidak cukup hanya menyatakan siap mendukung pemberantasan korupsi, tapi juga harus dibarengi dengan keputusan politik yang jelas. Jangan sampai ada  partai yang  gembar-gembor mendukung pemberantasan korupsi, namun tetap menyalonkan caleg eks napi koruptor.


    Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, sejak awal PDI Perjuangan tidak mengajukan caleg mantan napi korupsi. Pihaknya mencoret calon yang diketahui pernah menjadi korupsi. Hal itu merupakan bentuk dukungan nyata  kepada pemberantasan korupsi.


    Terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyambut positif keputusan KPU untuk mengumumkan caleg mantan napi. Tidak hanya caleg koruptor, Muzani mendukung bahwa pengumuman KPU juga dilakukan terhadap caleg mantan napi dengan latar belakang lain. "Gak papa, bagus. Sebenarnya kan dari CV kan bisa ditelusuri," kata Muzani kepada wartawan.

      Menurut Muzani, KPU dalam hal ini juga harus memberikan jaminan. Kendati caleg mantan napi itu diumumkan, hal itu tidak menghilangkan hak mereka baik memilih maupun dipilih pada 17 April nanti. "Setiap orang setara di mata hukum. Jangan ada perlakuan istimewa, beda dan diskriminatif," ujar Wakil Ketua MPR itu. (byu/syn/jun/lum/bay)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top