• Berita Terkini

    Sabtu, 26 Januari 2019

    6 Ruas Tol Dijual

    JAKARTA - PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) pada tahun 2019 berencana untuk melakukan divestasi atas 18 ruas jalan tol yang dimiliki saat ini. Sejak awal Waskita tidak berencana untuk menjadi operator dan pemilik jalan tol, namun lebih menjadi pengembang atas ruas jalan tol dimaksud.



    “Sehingga pada saat ruas jalan tol tersebut beroperasi Waskita akan segera menawarkan ruas jalan tol tersebut kepada investor yang berminat,” ungkap Senior Vice President Corporate Secretary PT Waskita Karya (Persero) Tbk Shastia Hadiarti.



    Dana yang diperoleh dari divestasi akan digunakan untuk mengembangkan investasi Waskita baik melalui investasi di jalan tol maupun investasi di bidang infrastruktur lainnya. Pada saat ini Waskita tengah melakukan proses untuk merubah salah satu kegiatan operasi anak usaha yang awalnya hanya fokus pada investasi di bidang energi saja, menjadi investasi di bidang infrastruktur lainnya. “Yang di divestasi adalah hak konsesi atas pengelolaan jalan tol,” imbuhnya.



    Tahun ini Waskita akan mendivestasi enam ruas tol trans Jawa. Hak konsesi ruas-ruas tol tersebut adalah milik Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). “Rata-rata 40 tahun untuk konsesi atas pengelolaan,” jelasnya.



    PT Waskita Karya memproyeksikan arus kas operasi di akhir tahun 2018 positif bersumber dari pembayaran atas proyek turnkey dan non turnkey serta dana talangan tanah sebesar Rp36,75 triliun sepanjang tahun 2018. Pembayaran proyek tersebut diterima atas pembayaran Proyek Jalan Tol Batang - Semarang sebesar Rp5,75 triliun, proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang sebesar Rp3,9 triliun, proyek Tol Pasuruan-Probolinggo sebesar Rp2,1 triliun, proyek Tol Salatiga - Kartasura sebesar Rp2 triliun, proyek Ruas Tol Terbanggi Besar - Kayu Agung (porsi VGF Tol Semarang-Batang) senilai Rp1,96 triliun, penerimaan proyek lainnya sebesar Rp18,23 triliun serta adanya pengembalian dana talangan tanah sebesar Rp2.81 triliun.



    Sementara itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah merelakan sebagian aset tanahnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Ada 12 proyek strategis nasional (PSN) yang dibangun dan lokasinya melewati tanah milik Mabes TNI, TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Darat (AD). Proyek-proyek tersebut terdiri dari jalan tol, jalur light rail transit (LRT) dan kereta cepat. Beberapa di antaranya sudah masuk dalam proses pembangunan. Antara lain jalur tol Kunciran-Serpong, Cimanggis-Cibitung dan Medan-Binjai.



    Tol Cimanggis-Cibitung dibangun di atas lahan Mabes TNI seluas 48,5 hektar (ha) di lahan Pati TNI di Bekasi. Kemudian Tol Kunciran-Serpong dibangun di lahan milik TNI AD seluas 2.368 ha di Desa Pondok Jagung Timur, KecamatanSerpong Utara, Tangerang Selatan. Sedangkan Tol Medan-Binjai dibangun di lahan TNI AL seluas 38.983 meter persegi (m²) di desa Tanjung mulia Kec. Medan Deli, Kab. Medan.



    “Ini lahan TNI yang kena proyek infrastruktur dan melewati tanah kami,” kata Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Tatang Sulaiman. Pada prinsipnya, TNI mendukung semua PSN yang akan dibangun. TNI juga siap bekerja sama dengan pemerintah untuk koordinasi dan instruksi pembangunan proyek-proyek tersebut. TNI juga akan mengajukan penggantian lahan ini kepada pemerintah dan akan diusulkan dalam RAPBN 2020. Kompensasi ini dilakukan dalam bentuk penggantian lahan yang akan disesuaikan dengan kebutuhan TNI.



    Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan bahwa perpindahan saham maupun kepemilikan jalan tol dibenarkan dalam mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). "Itu (penjualan,red) haknya BUJT (Badan Usaha Jalan Tol,Red). Sementara BPJT hanya mengawasi dan menetapkan garis garis perjanjian berisi hak dan kewajiban antar keduanya," kata Herry.



    Dalam Perpres 38 tahun 2015 tentang KPBU, Herry menjelaskan BUJT bertugas melakukan pengawasan mulai dari persiapan dan proses lelang, pengendalian dan pengawasan proses konstruksi, hingga pengoperasian ruas tol dalam koridor standar pelayanan minimal.



    Sementara BUJT bertugas untuk mencari pendanaan, membangun, dan mengoperasikan ruas tol dalam jangka waktu konsesi. Nah, dalam masa perjanjian ini, kata Herry, BUJT boleh memindahtangankan kepemilikan ruas tol pada pihak lain melalui skema B to B. "Tapi pemilik baru tetap terikat pada perjanjian KPBU," jelas Herry.



    Perpindahan kepemilikan pun tidak boleh sembarangan. Jika ruas tol masih dalam masa konstruksi, maka BUJT wajib meminta izin menteri PUPR. namun jika sudah tahap operasional, BUJT cukup memberikan pemberitahuan soal pergantian kepemilikan.



    Sehingga menurut Herry, apa yang dilakukan Waskita Karya adalah murni aksi koorporasi biasa. Hal ini juga pernah terjadi pada ruas tol Cikopo Palimanan yang sebagian berpindah kepemilikan dari PT Bhaskara Utama  ke PT Astratel Nusantara.



    Namun, Herry mengatakan perpindah-pindahan saham juga selayaknya tidak terlalu bebas seperti dilelang di pasar terbuka. Sementara soal siapa pemilik baru, Herry mengatakan BPJT tidak bisa mengintervensi. Termasuk apabila dikuasai perusahaan asing. "Sebelumnya aturannya 95 persen asing, 5 persen tetep domestik. Tapi sekarang boleh 100 persen asing. Hanya saja mereka tetap harus punya partner lokal," jelas Herry.(nis/rin/tau).

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top