• Berita Terkini

    Senin, 24 Desember 2018

    Warga Jladri Tolak Pembebasan Tanah JJLS

    IMAM/EKSPRES
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Proses pembebasan lahan untuk kelajutan pembangunan Jalur Jalan Lingkar Selatan (JJLS) disoal warga. Pasalnya sejumlah warga Desa Jladri Kecamatan Buayan menilai pemerintah tidak transparan terkait adanya penetapan harga. Selain itu terdapat juga perbedaan ukuran luas tanah yang terdampak dengan data pada sertifikat.

    Kepada Ekspres, salah satu warga Desa Jladri Bambang Santoso (35) mengatakan warga mengetahui adanya rencana pembebasan lahan, berawal dari adanya sosialisasi kepada masyarakat yang terdampak adanya pembangunan JJLS. Ini dilaksanakan pada  September lalu di kantor balai desa setempat.



    Selanjutnya dilaksanakan pengukuran tanah terdampak pada November hingga Desember. Proses berlanjut dengan adanya musyawarah sekaligus negoisasi pada 17 Desember 2018 di balai desa.  “Pada musyawarah tersebut kami langsung diberitahu nominal uang ganti rugi. Tetapi tidak ada kejelasan lokasi maupun luas lahan yang terdampak," tuturnya, Sabtu (22/12/2018).

    Selain itu terdapat pula perbedaan antara data luas tanah pada sertipikat dan hasil pengukuran. Hal ini dialami sendiri oleh Bambang. Data pada sertipikat, tanah miliknya seluas 270 meter persegi. Sedangkan hasil pengurukuran luasan tanah hanya 270 meter persegi. Padahal semua tanah miliknya akan digunakan untuk JJLS. Persoalan ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Selain warga menerima kerugian akibat adanya selisih jumlah ukuran, harga tanah juga lebih rendah dari pasaran. Harga dari pemerintah hanya ditetapkan kisaran Rp 740 ribu permeter persegi. Atau sekitar Rp 10 juta perubinnya.

    Harga tersebut tentunya lebih rendah dari harga pasaran, sebab tiga tahun yang lalu saja, harga tanah di kawasan tersebut telah mencapai Rp 9 juta permeter persegi. Dengan demikian di tahun ini, seharusnya harga tanah lebih dari  Rp 12 juta permeter perseginya. “Kami tidak mempersoalkan jika memang akan dibangun jalan. Namun harus ada kesepakatan dulu antara warga dan pemerintah,” terangnya.

    Taufik Abdillan, Warga Jladri lainnya menegaskan jika belum ada kesepakatan maka tidak boleh dilaksanakan penggusuran. JIka tetap akan dilaksanakan penggusuran, warga akan dekat melakukan perlawanan. Untuk itu proses pembebasan lahan JJLS harus diulang kembali, lantaran tidak sesuai UU nomor 2 tahun2012 tentang Pengadaan Tanah.  “Soal tanah menyangkut hak kepemilikan, maka harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. sedumuk batuk senyari bumi, jika tidak ada titik temu kami akan melawan,” tegasnya.

    Taufik yang juga merupakan Caleg nomor 5 Partai Nasdem Dapil IV ini menegaskan  Rabu mendatang (26/12), warga Jladri akan melaksanakan audiensi dengan Bupati Kebumen. Audiensi dilaksanakan guna mencari titik temu terkait kemelut tersebut. “Sekali lagi, jika persoalan belum selesai jangan sampai ada penggusuran. Jika tetap dilaksanakan kami akan  melawan,” tuturnya.

    Sementara itu, Plt Asisten 1 Setda Kebumen Moh Amirudin SIP MM menyampaikan, harga permeter tanah dibagi dua yakni A dan B. Untuk harga golongan A sekitar Rp 548 ribu permeter persegi. Sedangkan untuk harga golongan B sekitar Rp 740 ribu permeter persegi. Golongan A terdiri dari tanah bengkok, yayasan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk golongan B merupakan tanah milik pribadi. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top