• Berita Terkini

    Kamis, 20 Desember 2018

    Polri Telisik Kemungkinan Pelanggaran Terkait Ambles nya Jalan Gubeng Surabaya

    JAKARTA— Polri menduga kuat amblesnya jalan Gubeng sedalam 20 meter merupakan dampak pembangunan basement parkir RS Siloam. Sedang didalami kemungkinan adanya pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) yang bisa jadi pemicu robohnya tanah di bawah jalan Gubeng.


    Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, amblesnya jalan Gubeng besar kemungkinan dampak dari pembangunan basement parkir RS Siloam. Metode penggalian dengan eskavator diduga menjadi salah satu pemicu. ”Ada juga tiang penyangga yang dipasang di pinggiran lahan penggalian,” ujarnya.


    Dari semua itu akan dilihat, kemungkinan adanya perhitungan yang salah atau malah ada sesuatu yang di luar SOP. ”Misalnya, ditemukan adanya pengurangan kualitas tiang, dari 10 milimeter menjadi 6 milimeter. Selisih ini bisa mengurangi kekuatan. Maka itu bisa disebut sebagai pelanggaran SOP,” paparnya.


    Pelanggaran SOP dalam sebuah proyek sebenarnya beberapa kali terjadi. Seperti halnya, pengeboran oleh PT Lapindo yang mengakibatkan lumpur keluar hingga saat ini dan robohnya jembatan di Kalimantan Timur. ”Ini bisa dipidana, ada kerusakan yang terjadi pada aset orang lain,” tuturnya.


    Jeratan hukum bisa berlapis, bila ternyata terdapat korban jiwa dalam kejadian tersebut. Dia mengatakan bahwa kalau ada korban jiwa nanti bisa kena pasal 359 KUHP tentang kelalaian. ”Berlapis kalau korban jiwa,” terangnya.


    Menurutnya, saat ini Polda Jatim telah meminta Polrestabes Surabaya untuk membentuk tim khusus terkait kasus tersebut. Tim ini akan bekerjasama dengan Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya untuk memastikan pemicu kejadian tersebut. ”Audit dilakukan bersama,” ujarnya ditemui di ruang kerjanya kemarin.


    Bagaimana kalau dalam ausit tidak ditemukan pelanggaran SOP? Dia menuturkan bahwa kemungkinan tersebut sangat kecil. Secara logika saja, semua sudah mengarah pada pembangunan tersebut. ”Bencana alam kok sulit jadi penyebab,” paparnya.


    Yang juga penting adalah bagaimana mengembalikan secepatnya kondisi jalan Gubeng yang merupakan jalan vital di Surabaya. Setelah penyelidikan dan penyidikan dirasa cukup mengetahui penyebabnya, bila dirasa urgen untuk mengembalikan kondisi jalan itu maka perlu dilakukan renovasi.


    "Renovasi kerusakan jalan ini kbisa dilakukan olah pemerintah daerah, Pemprov atau Pemda. Bergantung status jalan tersebut. Tentu agar aktivitas masyarakat tidak terganggu," paparnya.


    Nantinya, setelah ada vonis persidangan dan menyatakan adanya pelanggaran SOP. Biaya renovasi atau pembangunan jalan itu bisa diklaimkan ke pihak yang membangun. ”Mekanismenya bisa melalui gugatan perdata,” urainya.


    Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera menuturkan bahwa untuk Polda Jatim saat ini masih fokus untuk upaya mencegah dalam dari amblesnya jalan Gubeng. Dilakukan pengalihan arus kendaraan dan upaya untuk mengamankan lokasi. ”Kalau informasi yang saya terima itu banyak masyarakat yang menonton, itu malah membuat kami sulit bekerja,” ujarnya.


    Untuk penyelidikannya, akan dilakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli. Seperti, ahli geologi dan konstruksi. Apakah pembangunan itu yang menyebabkan amblesnya. ”Mereka nanti yang menilai,” paparnya.


    Dia menjelaskan, kemungkinan sebagai antisipasi tejradinya hal yang sama tentu perlu untuk mengecek kondisi tanah di Surabaya. Perlu menggandeng pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim untuk memastikan kondisi tanah di Surabaya ini apakah perlu treatment khusus saat ada pembangunan. ”Kita gandeng semualah,” ujarnya kemarin.


    Beredar kabar, amblesan tanah di Surabaya dikarenakan aktivitas geologi Sesar Waru dan Sesar Surabaya. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho membantah hal itu. Kemarin (19/12) dia menjelaskan bahwa pada saat bencana itu terjadi, tidak ada aktivitas geologi sama sekali. ”Kalau menurut seismograf ada dua kali amblesan. Pukul 21.51 dan 22.30,” tuturnya.


    Sutopo juga mengatakan bahwa ada kesalahan konstruksi dengan tidak adanya dinding pembatas pada kontruksi. Hal itu diperparah dengan air hujan yang membuat tanah semakin berat. Akibatnya tanah bergerak ke arah penggalian. ”Kejadian ini mirip dengan penggalian batubara di Kalimantan Timur beberapa minggu yang lalu,” kata Sutopo.

    Dia menyarankan agar pemerintah membentuk tim independen untuk melakukan evaluasi. Pemerintah Kota Surabaya juga disarankan agar mengevaluasi pelaksanaan kontruksi. ”Selain itu harus ada audit forensic di sekitar bencana untuk mengetahui potensi apa yang akan terjadi,” ucapnya. (idr/lyn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top