• Berita Terkini

    Sabtu, 22 Desember 2018

    Polda Jatim Terapkan 5 UU Atas Dugaan Kelalaian Proyek Basement Gubeng

    SURABAYA - Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim telah mengumpulkan bukti terkait amblesnya Jalan Raya Gubeng. Tim telah menemukan bukti kelalaian pada kontruksi dinding penahan.


    ”Ini bukan karena faktor alam. Tapi ada kelalaian yang menyebabkan longsor dan ambrolnya jalan itu,” ujar Kabidhumas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera.  Polda telah meminta pendapat tiga saksi ahli dalam menentukan sikap adanya tersangka dalam kasus itu.


    Dalam dugaan penyebab ambrolnya jalan itu, pihak polda telah menerapkan lima undang-undang (UU) yang akan dikenakan pada setiap orang atau korporasi yang terbukti terlibat melakukan kelalaian amblesnya jalan tersebut. Lima UU itu adalah KUHP, jasa kontruksi, bangunan, jalan, dan gedung.  ”Jadi ini tidak main-main. Karena adanya kerugian negara. Fasilitas umum rusak. Apalagi itu jalan penting,” lanjut polisi dengan tiga melati emas di pundakya itu.


    Barung menegaskan tim telah merumuskan Berkas Acara Pemeriksaan (BAP). Meski begitu, status masih tahap penyelidikan. Polda masih perlu mencari bukti lain dan keterangan ahli dalam menentukan rumusan bukti baru. Saat ini Polda baru menemukan bukti ring pengait dinding yang rusak, sampel tanah, dan 37 keterangan saksi.


    Dia pun mempersilahkan masyarakat untuk melapor ke polda jika merasa dirugikan. Terutama untuk kasus yang mengandun unsur pidana. Sedangkan kasus perdata, maka dia menganjurkan masyarakat untuk menggugat di Pengadilan Negeri Surabaya. ”Kami hanya menerima laporan tindak pidananya. Bukan tentang hubungan perdata,” katanya.

    Barung menambahkan Polda Jatim segera mengumumkan hasil temuan terbaru. Apabila, tim  telah cukup menerima bukti-bukti yang ada dan menyelidikinya.”Pasti ada kelalaian, siapa yang bertanggung jawab, itu masih didalami,”imbuhnya.


    Komisi C DPRD Surabaya juga memanggil kontraktor proyek Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) dan pemilik proyek PT Saputra Karya kemarin. Salah satu yang dipermasalahkan adalah proses pengurukan yang dianggap terlalu tergesa-gesa. ”Jangan sampai ini dianggap sebagai upaya untuk menghilangkan barang bukti,” ujar anggota Komisi C Akhmad Suyanto.


    Sebelumnya Persatuan Insinyur Indonesia (PII) sudah meminta waktu satu pekan untuk meneliti dan mengambil sample tanah dan konstruksi dari longsoran jalan itu. Suyanto yang juga anggota PII itu merasa proses itu tidak boleh dilangkahi.


    Tujuan penelitian itu bukan untuk mencari siapa yang salah. Tetapi untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang. Penelitian itu bakal sangat berguna untuk pembangunan-pembangunan gedung tinggi nantinya. Kontraktor bisa menentukan langkah antisipasi jika hasil penelitian sudah diketahui.


    Salah satu fakta yang terungkap dalam rapat dengar pendapat itu adalah urukan pasir di jalan Raya Gubeng sangat tebal. Belanda yang membangunnya. Lapisan pasir itu sangat rentan longsor.  Sementara itu kontraktor ternyata tidak mengetahui karakteristik Jalan Raya Gubeng. Mereka baru tahu setelah kejadian longsor itu. Sebelum memulai proyek mereka hanya mengkaji mengkaji karakterisik tanah di area proyek. Jika ada penelitian tentang kondisi jalan raya di Surabaya, tentu kejadian ini bisa diantisipasi. ”Makanya penelitian ini sangat penting untuk masa depan,” lanjut politisi PKS itu.


    Kepala Departemen Operasi PT NKE Hendri Noor mengatakan bahwa pihaknya tidak bermaksud menghalangi penelitian PII. Menurut dia waktu untuk pengumpulan data terlalu lama. ”Mengumpulkan data kan tidak perlu seminggu,” ujarnya.


    Di sisi lain Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta PT NKE segera mempercepat proses pengurukan dan rekondisi Jalan Raya Gubeng. Mereka hanya diberi waktu 7 pekan. Sedangkan kontraktor hanya sanggup 10 hari. Karena alasan itu, pengurukan tidak bisa ditunda lagi.


    Hendri juga mengungkapkan fakta bahwa yang mengerjakan pondasi basement tidak dilakukan PT NKE. Proyek itu dituntaskan oleh perusahaan lain. Karena itu dia tidak bisa menjelaskan detail desain dan pengerjaan dinding penahan itu.


    PT Saputra Karya menjadi pemilik lahan dan proyek itu. Mereka memang menggunakan dua kontraktor yang berbeda karena spesialisasi setiap kontraktor berbeda. Ada yang khusus bangunan bawah tanah. Ada juga kontraktor khusus pengerjaan bangunan atas.


    Kuasa Hukum direksi PT Saputra Karya Andi Eka Firman menambahkan bahwa proyek tersebut tidak ada hubungannya dengan RS Siloam. Sebab belum ada perjanjian mengikat dengan pihak rumah sakit. ”Siloam cuma menjadi salah satu calon penyewa kami. Ini perlu diluruskan karena banyak yang salah presepsi,” ujarnya.


    Dia juga menerangkan bahwa rencana pembangunan awal memang hanya digunakan untuk sarana kesehatan. Izin mendirikan bangunan untuk hal tersebut sudah dikeluarkan sejak 2015. Namun pihaknya mendapat banyak banyak permintaan  agarperuntukan bangunan itu dikembangkan.  Tidak hanya sarana kesehatan. Tapi juga hotel, sekolah hingga mal. IMB untuk rumah sakit yang dikeluarkan 2015 akhirnya direvisi. Pada Desember 2017 akhir IMB untuk bangunan mixed use dikeluarkan pemkot. (den/sal)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top