• Berita Terkini

    Senin, 03 Desember 2018

    Kebijakan PPPK Terganjal Data Jumlah Guru

    JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah mengumumkan bahwa aturan mengenai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) telah diteken. Ini menjadi angin segar bagi guru honorer yang sudah tidak masuk kualifikasi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Namun di sisi lain, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.


                    Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menuturkan bahwa pemerintah tidak tegas karena menerbitkan aturan PPPK itu. Sudah diatur bahwa untuk CPNS batas maksimal usia pendaftar adalah 35 tahun. Namun dengan adanya PPPK ini membuat mereka yang mempunyai usia di atas batas itu bisa mendaftar. ”Aturan harus ditaati. Jika ada dispensasi, maka semua akan minta dispensasi. Hukum dan perundang-undangan akan menjadi lemah,” ungkapnya kemarin (2/12/2018).


                    Dia melanjutkan jika aturan PPPK ini dilanjutkan justru akan melemahkan aturan kualifikasi CPNS. ”Aturan dibuat itu jangan ada kecuali. Kalau ada kecuali maka nggak usah dibuat aturannya,” ujarnya. Dia menyarankan agar masyarakat menerima dengan aturan yang sudah ada. ”Kenapa seperti ini, mungkin karena dulu dijanjikan oleh politisi yang kampanye,” imbuhnya.


                    Agus mengingatkan bahwa dengan adanya aturan ini harus dibarengi adanya dana. Jika dibebankan kepada daerah, maka harus dilihat apakah mampu atau tidak. ”Untuk itu perlu dilihat dulu kebutuhannya berapa,” ujarnya.


                    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui bahwa tidak ada keterpaduan data yang dimiliki Kementerian PAN-RB dan daerah. Sehingga jumlah guru dan kebutuhan di lapangan tidak singkron.


                    Melihat hal itu, Agus menyarankan agar pemerintah memperbaiki data guru terlebih dahulu. Ketika sudah memiliki data yang pasti, maka aturan soal PPPK ini bisa dipenuhi. ”Hari gini nggak susah-susah amat. Buat saja dashboardnya. Antar kementerian atau lembaha  yang berhubungan bisa melihat data riilnya,” ujarnya


                    Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga mengomentari hal ini. Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat IGI Ramli Rahim kebijakan PPPK akan menimbulkan masalah baru jika dibebankan daerah. Menurutnya, banyak daerah yang rawan tidak mampu membayar PPPK. ”Efektif jika dibiayai APBN sepenuhnya dan tidak dibatasi umur,” bebernya kemarin saat dihubungi Jawa Pos.


                    Di sisi lain, PPPK ini menurut Ramli merupakan penghargaan bagi para guru yang sudah lama mengabdi. Sehingga harus ada diiringi dengan kebijakan lain yang mendukung aturan itu.


                    Terkait dengan data guru, dia mendorong agar terjadi perbaikan. ”Kalau honorer memang datanya semrawut,” tutur Ramli. Hal itu terjadi karena data pokok pendidikan (Dapodik) yang menjadi andalan Kemendikbud banyak tidak singkron. ”Kesalahan terbesarnya karena Kemendikbud tidak memberikan hak dinas pendidikan memberikan persetujuan. Sehingga bisa dikelabui sekolah,” imbuhnya.

                    Kabid Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan NTT Alfons Arakian menambahkan bahwa sebaran guru memang tidak merata. Guru di NTT lebih banyak berada di kota. Sedangkan di daerah masih kekurangan.

                    Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud menanggapi, jika persoalan perbedaan data guru sudah dirembug dengan Kementerian PAN-RB. Dia mengakui memang ada perbedaan data jumlah guru. ”Targetnya Januari akan selesai untuk masalah pendataan,” ujarnya. (lyn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top