• Berita Terkini

    Kamis, 06 Desember 2018

    Honorer Kebumen Menolak PP 49 Tahun 2018 tentang PPPK

    Sunarto 
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Guru Tidak Tetap (GTT) honorer Kebumen meminta Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dihapus. GTT menilai peraturan tersebut tidak adil dan tidak memiliki rasa keadilan bagi para honorer di Kebumen.

    PP nomor 49 tahun 2018 dinilai tidak mengakomodir GTT honorer yang telah bekerja lama lebih dari 5 tahun. Pasalnya dalam seleksi PPPK, GTT diperlakukan sama sebagaimana pegawai baru tanpa memperhatikan masa kerja sebelumnya.

    Sekedar informasi PP nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2018 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

    Sekretaris Umum (Sekum) Forum Komunikasi GTT/PTT (FK GTT/PTT) Kebumen Sunarto menegaskan pihaknya dengan tegas menolak PP nomor 49 tahun 2018 "Kami sangat tegas menolak dan meminta PP Nomor 49 tahun 2018 tentang manajement PPPK dihapus. Ini karena tidak memberikan rasa keadilan bagi honorer," tuturnya,  Rabu (5/12/2018).

    Dijelaskannya, adanya pembatasan usia maksimal satu tahun sebelum batas usia jabatan juga tidak rasional. Ini mengingat proses seleksi sampai waktu pengumuman memakan waktu lama. Pada akhirnya masa kerja Calon PPPK dengan batas waktu satu tahun tidak mungkin melaksanakan pekerjaannya sampai batas usia pensiunnya. “Selain itu batasan penilaian batas seleksi guru untuk PPPK tidak diatur secara spesifik. Ini seperti standar moralitas dan integritas," jelasnya.

    Penerapan masa kontrak PPPK, lanjut Sunarto, juga bertentangan dengan UU perburuhan. Pasalnya masa kontrak PPPK minimal 1 tahun atau maksimal 5 tahun untuk satu periode kontrak. Sedangkan masa kontrak hanya maksimal 2 x 1 tahun sebelum diangkat sebagai pegawai tetap."Masa kerja tidak ditentukan berapa kali diperpanjang tentu tidak memberi kepastian hukum," katanya.

    Selain itu, lanjut Sunarto, masih banyak lagi pasal-pasal yang tidak sesuai. Salah satunya yakni bagaimana  cara melaksanakan Pasal 60, yang terkait dengan pemutusan hubungan perjanjian kerja karena tidak memenuhi terget kinerja berdasar hasil penilaian kinerja guru.  “Karena sebenarnya Kepala Sekolah lah yang bisa menilai kinerja guru dan tenaga kependidikan, sehingga PP ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam hal ini kami didampingi Lowyer Dr Andi M Asrun SH,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top